[Rabu, 28 Desember 2022]
'Tahu anggota band baru yang di ruang latian tadi? Yang badannya tinggi itu. Ganteng ya?'
'Iya! Eh, yang satunya ramah banget. Sering nyapa staf fsoalnya.'
'Oh, dia. Tipikal Ega gitu nggak sih? Gue nggak pernah ngobrol langsung sama si anak baru itu, tapi kalau Ega sama siapa aja tuh ramah meskipun bukan yang satu tim."
'Iya. Ega dulu itu banyak relasinya di tim lain. Impact-nya, sekarang dia jadi banyak agenda.'
'Bibit-bibit penerus Ega kalau dia punya relasi bagus ke tim lain. Eh, balik yuk. Rapatnya udah mau dimulai.'
Nina baru saja keluar dari salah satu bilik toilet usai kepergian dua orang staff yang tidak diketahui profilnya. Tidak mungkin jika Nina tidak mendengar topik pembicaraan tersebut. Sudah sangat jelas subjek yang dibicarakan adalah orang yang Nina kenal. Ingin rasa Nina tak mendengar hal tersebut sama sekali, tapi semua sudah terlanjur.
'Tipikal kayak Ega?' gumam Nina.
Nina berkaca pada cermin. Ia memperhatikan pantulan dirinya di sana. Sejenak berpikir dan menjelajah ingatan tentang waktu yang sudah lalu. Nina beruntung bisa mengenal sosok Erga Septian dengan baik, pada saat itu. Berkawan akrab sehari-hari sampai bisa menjalin asmara dengannya selama dua tahun. Mengakhiri hubungan seraya mengutuk diri sendiri. Obsesi Nina pada Ega pada saat itu bagai mimpi buruk yang panjang.
Ada bulir air mata yang menetes kala teriang ucapan keterkaitan dengan Ega dan Gama. Nina mengusap kasar air mata tersebut. Ia mengabaikan pikiran buruk yang menggerayangi pikirannya. Nina bersikeras kalau Ega dan Gama tidaklah memiliki kesamaan dalam hal apapun. Seringnya timbul kekhawatiran dari dalam diri Nina, diketahui sampai saat ini ia enggan mengakui kehadiran perasaan terhadap Gama itu adalah nyata. Nina takut kalau angannya menjadi nyata.
Nina kembali menuju ruang kerjanya. Di persimpangan koridor, secara tidak sengaja ia berpapasan dengan Gama.
"Nina!" Gama menyapa dengan antusias
Nina refleks membalas sapaan Gama dengan melambaikan tangan kanannya.
"Lo udah mau pulang atau mau kemah di sini?"
Nina tertawa. "Udah beres-beres mau pulang sih."
"Ya udah. Gue tungguin deh."
Nina memperhatikan Gama tidak yakin. "Lo abis dari Daydream, kan?"
Nina dan Gama berjalan bersama menuju ruang latihan yang letaknya berada di satu lorong yang sama dengan ruang kerja Nina. Gama sebelumnya sedang ada kegiatan bersama dengan teman-teman yang lainnya di Daydream. Mengingat ini sudah jam pulang kerja, Gama pergi ke Studio Dream karena ingin menaruh gitar yang ia bawa sekaligus mencari Nina. Prediksi Gama untuk bisa pulang bersama dengan Nina adalah tepat.
Tak butuh lama Gama menunggu Nina. Keduanya kini berada di lift yang menuju ke lobi utama.
"Mau jalan santai muterin gelanggang olahraga?" ajak Gama.
"Kapan? Sekarang?"
Gama mengangguk. "Ini mumpung nggak hujan."
Nina dan Gama sepakat untuk menuju Gelanggang Olahraga. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Taman Kota yang waktu itu keduanya datangi. Hanya saja memang harus berjalan lebih jauh lagi menuju lokasi pastinya. Sepanjang jalan Gama mengeluh karena tidak terbiasa berolahraga. Ia tidak pantang menyerah ketika melihat Nina yang dengan santainya berjalan lebih unggul darinya. Gama bersikeras kalau olahraga ringan ini bisa ditempuhnya sekalipun dengan mengeluh.