Bapak Baru (21+)

80.2K 328 4
                                    

Kalau ditanya aku suka apa mungkin jawabannya aku suka tidur dan ditiduri?

Jangan salahkan aku yang kecanduan ena-ena diusiaku yang belum genap 20 tahun.

Pertama kali HS, aku masih begitu belia. Ibuku menikah dan pindah ke Batam saat aku umur 15 tahun.

Waktu itu, aku baru pulang sekolah. Ibu mengabari kalau barang-barangku sudah diangkut dengan pick up paginya. Jadi dibandingkan pulang ke rumah Uti yang sepi, aku berputus pulang ke rumah baru.

Dan anyway, aku tinggal sama Uti, ibu kerja dan kerap berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Semenjak Uti meninggal sebulan lalu, aku sendirian, jadilah ibu membawaku untuk tinggal dengan bapak baru.

Kembali lagi ke topik utama, seragam SMA sudah kutanggalkan. Menyisakan bra sport juga celana pendek di atas lutut.

Awalnya aku ingin mencari remot AC untuk kemudian memakai kaus. Entah sial atau beruntung, remot AC tak kutemukan setelah berkeliling mencari. Jadilah karena panas, aku tidak jadi memakai kaus.

Hingga aku memilih berselonjor di sofa dan menyalakan tv, menonton sifa yang gamau disebut anak kecil. Padahal dia kan emang bocil.

Apartemen yang tak bisa disebut mewah ataupun sederhana ini cukup luas, ada dapur yang nyambung dengan ruang tengah sekarang. Juga terdiri dari tiga kamar. Kamarku ada di sebelah barat dan belum kubereskan. Aku akan meminta ibu menyewa house keeper nanti.

Suara sandi yang berhasil terbuka menandakan entah bapak baru -yang belum kulihat mukanya- atau ibuku pulang.

"San" cahaya memang remang-remang, hanya sorot televisi yang sinarnya menyebar. Membuatku menyimpulkan yang datang adalah bapak baru.

Aku ingin melepas pelukannya dan berkata bahwa aku bukan Ibu. Namun hal selanjutnya yang aku rasakan membuat sekujur tubuhku membeku, aku tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.

"Apakah Ibu dan Bapak baru selalu seperti ini?" tanyaku merasakan apa yang terjadi sekarang. Dalam hati tentu.

Tangan besar tersebut sudah menelusup masuk ke tubuh bawahku. Rasanya hal itu berjalan cepat kala ruas jari itu langsung menusuk lubang yang biasa aku pakai kencing. Sakit karena kukunya tajam, mungkin. Atau memang ini first time lubang itu kemasukan sesuatu.

Ada gelanyar aneh, aku ingin menjerit ketika jari disana tak bisa diam setelah menemukan spot intiku. Namun disisi lain juga aku tidak mau gerakan itu terhenti saat orang ini mengenali suaraku nanti.

Leher belakangku diendus dengan sesekali menjilat. Tak berselang lama, tubuhku terangkat dengan keadaan sudah hampir telanjang. Bagaimana tidak, celanaku sudah melorot hingga kaki.

Gila, ini memang gila.
Bapak baru masih belum sadar kalau orang yang ia gendong bak karung beras ini bukan ibu.

Aku menyaksikan bagaimana dia membuka sabuk, dan resleting. Lantas kembali untuk segera mencicipiku sebagai hidangan makan siang.

"Basah, sayang?"
Tubuhku menggeliat ketika tangan itu membelai selangkangan. Sesekali juga menjilat tangannya. Aku sendiri juga tidak tahu apa yang keluar dari bawahku. Rasanya basah dan licin.

"Ergh-kah"
Sakit, demi apapun ini sakit banget. Otakku kosong ketika benda yang aku pelajari di mapel biologi mulai menunjukkan aksinya.

Sungguh, baru kemarin aku belajar materi reproduksi dan sekarang sudah mempraktekkan sendiri.

Aku pun meremas apa saja yang bisa aku raih, entah itu selimut, bantal, atau tangan bapak. Apapun untuk melampiaskan kesakitanku.

Bisa aku lihat bapak tersenyum puas, kedua tungkaiku di angkat dan dikalungkan di lehernya.

Oneshoot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang