Chapter 6

1.3K 174 5
                                    

Setelah lusa kemarin sempat ada kejadian diculik Adudu, semua sudah baik-baik saja sejak mereka tiba di rumah dari markas kotak. Tak luput mereka juga harus berwaspada, kalau-kalau nanti alien itu tiba-tiba datang lagi.

Hari ini, hari masih cukup gelap karena masih jam lima pagi. (Name) masih tidur dengan lelap meski ia sudah sadar, hanya saja matanya menolak terbuka. Ia juga merasakan ada sesuatu yang dingin seperti memeluknya saat ini.

'Apa sih ini ... kok kayak ada yang meluk pagi-pagi gini? Dingin pula ...' batin (Name)

(Name) melihat ke perutnya, ada tangan berwarna biru yang melingkar di sana. Lalu ia sedikit mengintip ke belakangnya, dan terkejut begitu mendapati wajah yang begitu dekat dengan wajahnya.

Gbrugh!

(Name) reflek mendorong orang tersebut hingga jatuh dari kasur. Namun, ia masih saja tidur dan tak terusik sedikitpun.

'Ini abang? Kok beda?' (Name) memperhatikan orang tersebut sambil mencoba mengingat-ingat.

'Jangan-jangan abang kw.' (Name) menatapnya dengan waspada.

"(Name)...?" gumamnya dengan suara yang terdengar berat karena baru sadar tidak merasakan (Name) lagi dipelukannya.

'Bener deh ... apa ini elemental es? Dingin auranya, tangannya juga warna biru...'

Perlahan, (Name) mendekatinya lalu mencoba menariknya agar kembali ke atas kasur.

'Arghh! Berat bener si abang!' batin (Name) yang sedang kesusahan menarik kaki BoBoiBoy Ice yang tadi ia dorong hingga jatuh ke lantai.

Namun, ia tak kuat, justru dirinya yang jatuh ke atas BoBoiBoy Ice. Lalu Ice pun terbangun. Kini mereka saling bertatapan dengan canggung. (Name) tersenyum kikuk, lalu ingin segera bangun. Tapi tangan kekar Ice menahannya.

"Bang!?" pekik (Name)

Ice kembali memejamkan matanya sambil memeluk sang adik yang berada di atas tubuhnya.

'Ya Tuhan ... aku bukan bantal guling,'

(Name) mencoba melepaskan diri dari pelukan Ice yang justru semakin erat jika (Name) semakin mencoba lepas.

Ceklet..

Pintu terbuka, membuat (Name) menoleh ke arah BoBoiBoy Gempa yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Abang ..." ucap (Name) dengan mata berbinar.

"Kalian ngapain tindihan begini?" tanyanya, yang membuat (Name) jadi bingung harus menjawab apa.

Pada akhirnya, (Name) menceritakan semuanya pada Gempa. Gempa pun segera melepaskan (Name) dari pelukan Ice dan menyeret Ice keluar dari kamar (Name).

"Terima kasih, bang." ucap (Name) saat Gempa dan Ice sudah keluar dari kamarnya.

"Senantiasa, (Name)." Gempa sempat menoleh ke arah (Name) dengan senyum manisnya.

=====

Saat sang mentari sudah menampakkan diri dari ufuk timur, memang merupakan hal yang bagus untuk berjalan kaki sambil mandi matahari. Namun, hal itu tidak terwujudkan pada sekumpulan beranggotakan enam orang ini, karena di sedang perjalanan ke sekolah sekarang, langitnya tampak dihiasi awan kelabu.

"Kayaknya bakal hujan deh." ujar Gopal, memandang langit.

"Ada yang bawa payung?" tanya Yaya

"Enggak." sahut yang lainnya

"Mending kita lari aja ke sekolah."

Tepat setelah itu, hujan mulai turun. Mereka berenam melanjutkan perjalanan menuju sekolah dengan berlari.

Di kelas, suasana masih sepi seperti biasa karena memang belum banyak yang datang di jam sekarang. Apalagi, sekarang hujan, pasti banyak yang terlambat.

"Brrr, dingin bener..." keluh Gopal

"Kulit tebal pun bisa kedinginan ya?" celetuk Fang

"Bisa, lah!"

"Huh ... dingin emang. Mari kita buat api unggun!" sahut BoBoiBoy

Semua lantas menoleh ke arahnya, lalu pemuda dino itu berubah menjadi BoBoiBoy Blaze. Bersiap menyemburkan apinya ke arah tong sampah yang berisi sampah kertas ataupun plastik.

"Jangan, BoBoiBoy!"

Namun, terlambat. Api sudah ia semburkan ke arah tong sampah itu. Seketika saja tong sampahnya dilahap si jago merah hingga hangus menyisakan abu, tetapi bukan berarti apinya padam. Justru itu merambat ke gorden yang memang dekat dengan tong sampah plastik itu.

"BOBOIBOY, APA YANG KAU LAKUKAN?!" omel Yaya dan Ying.

"E-eh?!"

"Cepat beresin!"

Beberapa orang lainnya pula mulai sibuk mencari air dengan menggunakan ember untuk memadamkan api. Langsung saja Blaze berubah menjadi Ice, kemudian menghentikan api dengan es miliknya. Lalu, semua bernapas lega. Hanya saja udara dinginnya jadi semakin terasa.

"Hadeh ... g*blok." cibir Gopal

Ice hanya menatapnya malas. Lalu ia berjalan menuju tempat duduknya dan duduk sambil menenggelamkan wajah di dalam lipatan tangannya.

Ia tentu tidak merasakan udara dingin saat ini, tidak seperti kedua temannya yang sedang mengumpatkan kata-kata mutiara karena tambah kedinginan. Membuat Yaya dan Ying geleng-geleng kepala saja.

Di lain tempat, ada seorang gadis bersama seorang temannya sedang bermain di halaman depan kelasnya.

Awalnya, (Name) menolak ajakan untuk bermain hujan dengan temannya. Namun, karena rayuan setan dari temannya yang membuat (Name) menyetujuinya untuk bermain hujan dengan perasaan suka cita. Bahkan (Name) sampai lupa dengan sesuatu.

"Seru 'kan?"

"Hehe, iya! Jarang banget main hujan sebebas ini, loh. Sekalinya keciduk main hujan, diomelin ayah, deh."

"Nah, sekarang 'kan lagi gak ada ayah. Kita hujan-hujanan sepuasnya!"

"Ayo!"

Haduh, sudah SMA pun masih seperti anak TK. Lucu kelakuannya.

To Be Continued

Next:

"Kayaknya kemarin baju sekolah kamu kelihatan lebih basah, padahal sebelumnya udah dicuci kering,"

"Enggak, kok ... perasaan abang aja kali?"

"Oh iya? Jadi, kenapa kamu bisa sakit?"

Sib's Power [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang