P R O L O G

644 63 257
                                    

~Bismillahirrahmanirrahim~

📌
Silahkan vote lebih dulu sebelum membaca🤎

Ada suatu keheranan Ketika Hanindito mendapati sebuah lukisan tua tanpa warna yang tampilannya hampir tidak kentara, juga bahan kanvasnya yang lusuh dan sedikit lecek akibat termakan waktu di sebuah tempat layaknya museum tua bernama Galeri Byakta...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada suatu keheranan Ketika Hanindito mendapati sebuah lukisan tua tanpa warna yang tampilannya hampir tidak kentara, juga bahan kanvasnya yang lusuh dan sedikit lecek akibat termakan waktu di sebuah tempat layaknya museum tua bernama Galeri Byakta, bertempatan di sudut Ibu Kota. Satu lukisan persegi berukuran kiranya 200x100 cm ini entah kenapa berhasil membuat seluruh fokus Dito tertuju ke sana. Waktunya seakan turut berhenti terutama Ketika ekor mata Dito mendapati sebuah coretan paraf yang hampir tidak lagi terlihat di ujung lukisan.

“Dit.”

Fantasinya tak berarah, jagatnya seakan turut masuk pada keramaian di lukisan ini. Gambarnya sederhana: hanya menampilkan ingar bingar kota pada zamannya. Namun, fokus dan perasaannya justru dibuat tertarik akan keberadaan seorang Wanita berbalut dress di tengah-tengah kota dengan surai Panjang. Tetapi, tidak nampak wajahnya sebab liar angin membuat rambut si Wanita dalam lukisan berhasil menutupi.

“Woii Dito!!”

Seseorang meneriakinya, sempurna segala-galanya buyar, lamunannya tadi berhasil teralihkan. Saat Dito menoleh, dia mendapati wajah temannya yang terheran-heran.

“Nik.. Nik lo lihat ini deh,” Dito berseru membuat Niko semakin keheranan.

“Bagus kok bagus lukisan ini, tapi untuk bahan artikelnya gue lebih setuju lukisan itu.” Niko menunjuk lukisan yang dirinya maksud: sebuah gambar kumpulan bunga teratai di atas kanvas. Dito tidak menghiraukan sama sekali.

“Bukan itu maksud gue,” sergahnya, manakala Niko bersikeras menunjukan apa yang ia maksud.

“Lo perhatiin. Hampir semua lukisan dan karya seni di sini tuh ada biodata seniman dan nama si pembuatnya.”

Niko mengangguk, disusul pandangannya mengedar ke segala arah 'dia lalu membenarkan'.

“Tapi lukisan ini? Sama sekali gak ada, bahkan nama pelukisnya juga.”

“Eh iya Dit, gue baru sadar,” mata Niko terbelalak, mengarah pada lukisan tanpa warna dihadapannya.

“Kira-kira siapa yang melukis ini lukisan? Kasian bener gak dianggap.” Bicaranya Niko so dilemas-lemaskan, telapak tangannya mengelus dengan maksud mengasihani lukisan ini.

Siapa penciptanya? Siapa seniman di balik karya ini? Relung pikiran Dito dipenuhi akan pertanyaan-pertanyaan itu. Beberapa saat keterdiamannya masih berada di sana. Orang-orang yang ingin menempati posisinya tak ia hiraukan, juga ajakan Niko yang berkali-kali memintanya untuk berlalu dari sana.

“Dit, kalaupun lo suka sama ini lukisan. Percuma gak akan bisa lo jadiin bahan, yang ada nanti judulnya malah sebuah lukisan tanpa pencipta, atau lukisan yang tidak ada asal usulnya,” Kata Niko, geram dengan keheningan Dito sedari tadi.

Lukisan Tanpa WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang