11. Byakta

115 25 228
                                    

AUTHOR DOUBLE UP🤎🤎

○○》《○○
●●●●

Desember, 1970...

Di bulan Desember hujan terus menerus turun, menghadirkan lara untuk beberapa orang yang mesti mempersingkat waktunya di luar. Terutama sang pelukis yang sudah dua hari ini tidak Gendis dapati keberadaannya di tempat biasa ia selalu bersama dengan lukisan-lukisannya. Atau mungkin hujan bisa menjadi hal yang patut disyukuri bagi sebagian orang: salah satunya para petani yang mendapatkan hasil panen lebih banyak dari sebelumnya, meski terkadang intensitasnya yang deras pun bisa berpengaruh sebaliknya.

"Dis, saya rasa ada rasa yang secara tidak sengaja saya singgahkan di diri kamu..."

Sudah hampir dua jam ini Gendis merenung di dalam kamar sembari menatap tetes demi tetes hujan yang mengetuk jendela kamarnya. Beberapa jengkal di atas kasur dari tempatnya duduk, dua buah gaun berbeda model nampak tergeletak asal sebab sebelumnya sempat Gendis mencobanya satu persatu hanya untuk menentukan mana yang kiranya lebih cocok untuk dia gunakan di pesta kelulusannya, esok hari. Setelah agustus lalu, ia sudah dinyatakan lulus dan hasil ujian pun sudah keluar, dan di bulan desember ini acara di mana orang-orang menyebutnya "Pesta kelulusan."

Tapi lebih daripada semua itu, pikirannya justru lebih sering terpaut akan sang pelukis yang sudah dua hari ini tidak ia ketahui bagaimana kabarnya, atau di mana ia berada sekarang ini. Gendis hampir tidak mengerti mengapa saat ia jatuh hati, ujungnya mesti seberlebihan ini. Sebagian dirinya berkata, ia ragu. Ragu kalau Satya juga tengah memikirkannya di sana.

malam datang tanpa disadari, menghadirkan kelam di antara derasnya rintik hujan. masih dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya, Gendis tertidur dengan pikiran yang enggan melepas bayang-bayang lelaki itu.

☆☆☆☆

Gendis menyukai beberapa lagu pilihan yang sempat di putar dari radio, salah satunya lagu barat milik Bohemian Rhapsody yang mendapatkan putaran ketiga setelah mengalunnya lagu John Lennon hasil permintaan kelas sebelah. Perempuan bergaun putih nan anggun itu entah kenapa lebih nyaman duduk di jejeran kursi paling pojok, sementara lebih banyak orang di sini menari-nari mengikuti irama lagu.

Tidak ada yang spesial, sebagian teman-teman perempuannya datang bersama kekasih mereka tapi tidak dengan gadis itu. Setelah sempat menolak tawaran dari mas pram minggu lalu, ia akhirnya tidak bersama siapa-siapa di acara  kelulusannya. Terlalu sepi rasanya di acara seramai ini, terlalu membosankan padahal Gendis sadari acara ini sudah cukup meriah hanya untuk melepas kelulusan pelajar sma.

"Dis.."

Gendis menggeleng dengan maksud menolak mentah-mentah uluran tangan dari Wirya yang mengajaknya menari bersama di atas panggung. Lelaki itu pergi dengan raut wajah kecewa, sempat Gendis merasa tidak enak. Tapi lebih baik menolak daripada menerima tapi tidak sepenuh hati.

Perempuan itu mengisi waktu yang dipikir terbuang cuma-cuma dengan celingak-celinguk ke segala arah, kadang kala tertawa melihat tarian Rumi dari atas panggung. Tanpa ia sadari seorang pria tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya, belum Gendis tahu siapa-siapanya. Dia buka suara.

"Kenapa gak ikutan?"

"Satyaa!!"

Hampir Gendis kelepasan akan memeluk hadirnya Satya saking ia terkejutnya, kalau saja Gendis tidak sadar di mana ia sekarang ini. Satya mengisyaratkan gadis itu untuk tidak berisik, tidak mau juga sampai semua pasang mata menyadari kehadirannya yang datang secara tiba-tiba.

Lukisan Tanpa WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang