~12~

532 33 6
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hari ini Risku sudah kembali menjalankan aktifitasnya sebagai seorang murid. Ia berangkat pagi seperti biasa. Namun bedanya kali ini dia tidak berangkat sendiri menaiki Vespa kesayangannya. Ada om Juned yang sudah siap mengantar jemputnya untuk hari ini.

Ini semua gara-gara Sarel yang ngotot banget nyuruh Risku berangkat naik mobil. Padahal Riskunya juga udah ngotot banget buat nolak. Tapi sekali lagi kita tegaskan, Risku ga bisa apa-apa kalau udah Sarel yang memutuskan. Meskipun keras kepala dan badung begitu, Risku itu tetep seorang adik yang akan kalah jika harus melawan kakaknya.

Jadilah sekarang, dia lagi jadi pusat perhatian para osis yang lagi jaga gerbang sekolah. Bisa Risku lihat muka bertanya-tanya mereka waktu Risku baru keluar dari mobil yang harganya bisa dibilang tidak lah murah.

Kalau Risku tebak, pasti mereka selama ini berpikir Risku itu orang biasa. Karena memang penampilan Risku yang selalu sederhana.

Padahal Risku sama sekali tidak ada niatan berpura-pura menjadi orang miskin atau apalah itu. Risku memang selalu tampil apa adanya. Dia juga tidak punya kewajiban menjelaskan kepada orang-orang seberapa kaya keluarganya. Ia biarkan saja mereka menilainya seperti apa. Padahal kalau mereka tidak bodoh, harusnya mereka sadar jika nama belakang Risku dan Salsa itu sama, apalagi orang-orang pasti tau Salsa itu dari keluarga mana.

Semua cucu keluarga Bima memang memiliki nama belakang yang sama, meskipun Alsaf dan Salsa adalah cucu dari anak perempuan, tapi dari keluarga papa mereka tidak ada yang menurunkan nama belakang, maka dari itu tuan Bima atau kakek mereka memberi nama belakang semua cucunya sama.

Risku berjalan mendekati para anggota OSIS yang berjejer itu. Ada 4 OSIS yang bertugas pagi ini. Salah satu di antara mereka bertugas mencatat nama-nama siapa saja yang sekiranya tidak memakai atribut lengkap. 3 lainnya memeriksa. Risku memperlihatkan atribut sekolahnya yang lengkap lalu pergi mendekati pak satpam, ingin berbincang seperti biasa.

Samar-samar bisa ia dengar anggota OSIS yang mulai bergosip tentangnya sesaat setelah ia mulai sedikit menjauh dari hadapan mereka.

"Gila sih, gue kira si aneh itu orang ga mampu." Siswa dengan name tag bertuliskan Ganesha itu berbisik kepada teman di sebelahnya.

Temannya yang diajak ghibah itu menoleh kearah Risku sejenak, lalu menatap Ganes heran, "Lo bisa menilai hal kayak gitu dilihat dari sisi mananya?"

"Lo ga liat kalau di kantin dia ga pernah beli apa-apa? selalu bawa bekal juga. Kayaknya dia ga punya duit buat jajan di kantin, makanya selalu bawa bekal,"
Siswa itu berhenti berbicara saat ada murid yang baru datang dan langsung memeriksa atributnya.

"Terus temennya anak-anak orang kaya semua, awalnya gue kira dia porotin duit temen-temennya. Tapi setelah liat mobilnya, gue jadi harus berpikir ulang kalau mau menilai orang."
Sambungnya lagi tapi masih dengan bisik-bisik.

Temannya yang ternyata juga merupakan ketua OSIS itu pun menganggukkan kepala. Merasa masuk akal jika orang yang tingginya hampir sama dengannya ini berpikir demikian. Tetapi ia tidak setuju dengan pemikiran tersebut. Karena nyatanya, ia sering melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Risku yang membayar semua makanan teman-temannya.

"Lo harus tau, meskipun dia ga pernah keliatan beli jajan di kantin. Tapi makanan temen-temennya itu keseringan dia yang bayar." Ucapnya membeberkan fakta yang mungkin jarang orang tau.

"Yang bener? pake duit temen-temennya kali." Sanggah Ganesha tidak percaya.

"Bukan. Gue liat sendiri itu dompet ada kartu pelajar dia, terus dia keluarin duit dari situ, mana duitnya banyak banget lagi,"

my freak brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang