~15~

160 13 0
                                    

HAPPY READING
.
.
. .
.
. . . . .
.
. .
.
.

Tegar benar-benar tidak habis pikir dengan guru olahraga di hadapan mereka ini. Sedari tadi sudah mereka jelaskan kalau murid laki-laki di kelas ini memang berjumlah 17, tetapi yang biasa mengikuti pelajaran olahraga hanya 16 orang. Risku tidak pernah mengikuti kelas olahraga yang berhubungan dengan fisik. Dia hanya akan mengerjakan buku LKS untuk menggantikan nilai olahraga fisiknya.

Tetapi pak Roy dengan keras kepalanya meminta Hanesh untuk memanggil Risku datang ke lapangan. Dia tidak percaya kalau Risku sakit, bahkan bersikeras memaksa agar Risku turut mengikuti pelajaran olahraga. Dengan alasan kalau dia belum melihat surat resmi dari dokter atau rumah sakit yang menyatakan Risku tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga.

Tegar kesal bukan main.
"Bapak mau tanggung jawab kalau terjadi sesuatu sama Risku?" Kata Tegar ngegas. Emosinya bahkan bisa dirasakan oleh siapapun yang mendengar.

"Saya akan tanggung jawab. Lagipula pasti itu hanya alasan dia saja supaya tidak mengikuti pelajaran olahraga." Jawab pak Roy enteng. Membuat Tegar semakin naik pitam.

"Cepat Hanesh, panggil anak itu kesini. Jangan membuang-buang waktu." Titahnya pada Hanesh yang dari tadi diam memperhatikan perdebatan mereka. Hanesh mengangguk, lalu berlari ke kelas mereka untuk memanggil Risku. Sedangkan Tegar masih menyerukan protes, tidak setuju jika Risku harus mengikuti pelajaran olahraga.

Sesampainya di kelas, yang ia lihat hanyalah ruang kosong. Risku tidak ada di kelas, firasatnya mengatakan kalau Risku berada di kantin, jadilah ia kembali berlari ke arah kantin.

Benar, disana ada Risku yang sedang menikmati mie ayam dan es jeruk.

Risku menikmati makanan dan minuman itu dengan khidmat, karena hanya saat seperti ini dia bisa memakannya. Saat dia sedang sendirian. Kalau ada Tegar atau yang lain pasti tidak akan boleh. Apalagi kalau ada om Juned, beliau akan langsung melaporkannya ke Sarel dan kakaknya itu pasti akan murka.

Risku mendongak saat merasa ada yang berjalan mendekat. Dilihatnya Hanesh yang sudah ngos-ngosan dengan peluh membanjiri. Risku jadi kasian liatnya.

"Kenapa?" Tanya Risku heran. Menatap Hanesh yang saat ini tengah meminum es jeruknya tanpa izin. Risku tidak keberatan sama sekali, meskipun es jeruk yang belum sempat ia nikmati itu kini sudah tandas.

"Lo dipanggil sama Pak Roy, suruh ke lapangan." Jawab Hanesh, lalu dudukkan dirinya di depan Risku yang saat ini menatapnya bingung.

"Bukannya sekarang pelajaran olahraga? Kenapa gue dipanggil?"

"Dia ga percaya kalau lo sakit. Makanya disuruh olahraga."

Hanesh menjelaskan dengan jengkel. Jujur ia juga kesal dengan pak Roy, padahal ia tadi juga sudah bantu menjelaskan kalau Risku tidak bisa mengikuti pelajaran olahraga. Meskipun dia tidak tau secara spesifik tentang penyakit Risku, tapi Hanesh itu orang yang sangat peduli dengan kesehatan. Dan Risku tidak mungkin berbohong tentang sakitnya.

Risku mengangguk, "Yaudah ayo ke lapangan." Katanya sambil berdiri.

Tetapi Hanesh seperti tidak ada niatan untuk beranjak. Dia malah dengan santainya memakan mie ayam Risku yang sisa setengah, membuat Risku dengan cepat menarik mangkuknya lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

my freak brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang