~11~

949 63 12
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Risku menghabiskan hari membosankannya dengan bersantai di gazebo taman belakang, dekat kandang kelinci dan dikelilingi kolam ikan. Di sampingnya ada Bonbon yang menemaninya melamun. Di kanannya ada kue yang baru saja Mama Rita kirim, sudah ia makan sedikit. Kue itu dibuatkan khusus untuknya, ada juga jus buah dan sayur yang tadi dibuat oleh Mbak Indah.

Di sekeliling gazebo ada para tukang kebun yang sedang membersihkan taman. Risku tidak terganggu sama sekali, malah senang karena dia tidak benar-benar sendiri, meskipun mereka tidak mengajaknya berbicara.

Ditengah lamunannya, Risku kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat papa kembali setelah pergi tiga tahun lamanya.

Setelah kejadian 3 tahun lalu rumah besar ini menjadi sepi. Semua berubah, dulu ia akan bermanja-manja disini bersama mamanya. Lalu Sarel akan merajuk karena iri. Papa akan datang dengan semangat, bermain bersama Sarel supaya tidak merasa iri lagi.

Tentu saja Risku rindu masa-masa itu, bohong jika ia tidak merasa sepi. Saat ia sadar dari koma setelah kecelakaan 3 tahun lalu, semua orang bilang mama dan papa memutuskan untuk bercerai dan masing-masing pergi meninggalkan rumah.

Dunia Risku seketika runtuh. Tapi ingin mengamuk pun ia tak sanggup, ia sadar bukan hanya dirinya disini yang hancur, semuanya hancur, semua. Jadi daripada memperkeruh suasana Risku memilih diam dan mengalah.

Apalagi ia ingat betul, sebelum kecelakaan itu, orang tuanya memang sudah sering bertengkar. Risku tidak pernah tau apa yang mereka ributkan. Mungkin, berpisah memang jalan terbaik untuk mereka berdua.

Masih diberi hidup yang nyaman seperti ini saja sudah cukup untuknya. Apalagi Sarel, Tante dan keluarganya yang lain masih selalu ada disisinya. Risku tidak ingin serakah dan egois. Meskipun ada suatu hal yang ia tau, Risku benar-benar memilih untuk diam, dan menjalankan hidupnya saja dengan baik. Cukup sekali ia bertanya tentang papa dan mama. 

Tapi ucapan Sarel saat bertengkar dengan papa waktu itu benar-benar mengganggu pikirannya. Kenapa mamanya tidak baik-baik saja? Bingungnya. Risku berpikir keras sampai membuat kepalanya sakit.

"Arghhh" Ia berteriak frustasi sambil memegang kepala, membuat Juned yang sedari tadi mengawasi dari jauh langsung berlari mendekat dengan panik.

"Mas Risku kenapa? Ada yang sakit?" Tanyanya khawatir sambil berjongkok menyamakan tingginya dengan Risku yang sedari tadi duduk. Berusaha melihat muka tuan mudanya itu.

Risku yang memang sebenarnya tidak apa-apa pun langsung tersenyum canggung, dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hehe gapapa om, cuma lagi mikirin sesuatu."

Juned menghela nafas lega. "Saya kira kenapa mas." Katanya datar lalu berdiri bersiap meninggalkan Risku untuk sedikit menjauh. Sarel sudah memberi amanat supaya dia hanya mengamati Risku dari jauh, tidak ingin Risku risih.

"Om tunggu, disini aja nemenin saya ngobrol." Pintanya kepada Juned yang akan pergi menjauh. Juned menurut, berdiri di samping Risku seperti patung.

Membuat Risku mendengus diikuti seruan kesal, "Om kenapa berdiri disitu? sini duduk deket saya. Mana ada orang ngobrol kayak gini."

Kadang ia kesal juga, bodyguardnya ini sangat kaku seperti kanebo kering. Risku jadi sungkan mau ajak bercanda. Dia heran kenapa Tegar bisa akrab sama Om-om badan bongsor satu ini.

my freak brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang