~4~

2.2K 157 16
                                    

HAPPY READING:V
.
.
.
.

"Kenapa papa pulang? Gimana keadaan mama?" Sarel mulai mengontrol emosinya, dia merasa bersalah karena membuat Risku menangis.

"Mama sudah mulai membaik rel, dan papa jamin, kita akan kembali bahagia seperti dulu."

"Ckk, setelah apa yang papa lakuin ke kita? Aku ga yakin keluarga kita akan seperti dulu lagi." Sarel berdecak, nada bicaranya sangat sinis dan mengintimidasi.

"Papa mohon rel, demi Risku, demi mama, demi kita. Maafin papa, lupain masa lalu." Papa sudah tak tahu harus berkata apa lagi pada anak sulungnya ini. "Papa juga sangat menyesal atas apa yang papa lakukan Sarel."

"Maaf papa bilang? Aku..,"

PRANGGGGGGGG

Suara benda jatuh itu memotong ucapan Sarel. Dia tau betul suara itu, suara vas bunga di dekat tangga, Bonbon sering melompat dan menyenggolnya sampai jatuh. Sarel kaget, dia kira bonbon berulah lagi. Mengabaikan sang papa, Sarel berlari kearah suara, entah kenapa perasaannya sangat tidak enak.

"ADIT!!"

Dan benar saja, sampai di tangga dia disuguhi dengan tubuh Risku yang sudah tak sadarkan diri di lantai. Sarel panik, dia kira adeknya jatuh dari tangga, tapi anehnya tidak ada darah yang keluar dari tubuh Risku. Sarel yang awalnya panik menjadi bingung, dia sempat berpikir apakah Risku hanya mengerjainya. Adeknya ini sangat tengil.

"Dit, gausah sok ngeprank gue deh." Sarel menepuk-nepuk pipi Risku pelan, namun mata itu masih terpejam.

"Dit, ga lucu, Oke gue minta maaf karena ngebentak lo, dit bangun, DIT." dia panik saat memegang tangan Risku, tangan itu begitu dingin seperti es, nafasnya juga sangat lemah. Sarel kalab, dia segera menggendong tubuh lemah Risku dan berlari keluar rumah.

Tanpa basa-basi papa ikut berlari menghampiri Sarel, paham kalau sulungnya itu akan seperti orang linglung saat keadaan seperti ini.
Apapun yang berhubungan dengan Risku akan membuatnya panik.

"Pakai mobil papa Rel." perintah papa.

Papa menyetir mobil dengan kecepatan motogp, dia sama paniknya seperti Sarel. Bedanya papa masih memiliki kesadaran, sedangkan Sarel hanya raganya yang masih ada, rohnya sudah terbang entah kemana.
Sarel menggenggam tangan Risku erat, tapi tatapan matanya kosong. Papa yakin Sarel sedang menyalahkan diri sendiri atas pingsannya Risku.

Meskipun ini malam minggu, dan jalanan sangat ramai, Papa berhasil membawa Risku ke rumah sakit dalam waktu kurang dari 10 menit, bukan maen.

Papa menampol pipi Sarel, dia masih ngelamun, untung Risku tidak mengalami henti jantung, kalau itu terjadi, waktu melamun Sarel akan menjadi waktu kematian Risku.

Sarel akhirnya sadar karena tampolan manjah dari papa. Dia langsung membawa tubuh adeknya itu kedalam IGD, papa memanggil para petugas jaga. Ini rumah sakit tempat Sarel bekerja, jadi dia tidak perlu mengurus administrasi dulu supaya Risku cepat ditangani.

"Risku kenapa rel??" Dr. Alsaf yang mendengar kegaduhan dari IGD mencoba mencari tau, dia kaget saat melihat Risku sudah tak sadarkan diri dengan Sarel yang teriak heboh seperti orang kebakaran jenggot. Sarel ngomong apa juga gaada yang tau.

Kayaknya Sarel kesurupan, dia ga jawab. Alsaf menyuruh para perawat lain mengeluarkan Sarel dari IGD.

Alsaf sempat kaget melihat pamannya ada di sini, banyak pertanyaan yang ingin dia sampaikan, tapi nyawa Risku lebih penting. Risku sedang ditangani di dalam sana.

🖇️🖇️🖇️🖇️🖇️🖇️

Jam menunjukkan pukul 8 malam saat Dinda sedang mengerjakan tugas, sambil sesekali melirik ponsel yang tergeletak di sampingnya, menunggu panggilan dari Risku yang katanya tadi akan melanjutkan obrolan mereka. Tapi sudah hampir 2 jam lamanya Risku tidak menghubunginya lagi. Dinda ingin menghubungi terlebih dahulu, tapi takut kalau Risku masih di rumah Tegar dan mengganggu waktu mereka. Jadilah ia tunggu saja sambil mengerjakan tugas yang tidak sedikit itu.

my freak brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang