Purnama bersinar terang. Cahayanya menyelinap masuk melalui celah celah ranting yang menaungi tubuh tegap bungsu subang larang itu.
Jubah putih dengan tambahan batik berwarna coklat itu terasa amat disayangkan malah bertemu dengan tanah hutan yang lembab.
Remaja itu dengan tenang mengotori bajunya itu. Badannya disandarkan pada pepohonan berbatang besar itu. Netranya tertutup rapat. Mungkin tengah mengistirahatkan badannya.
Tidak, remaja itu bukannya mengistirahatkan diri. tetapi, netra yang terpejam rapat itu tengah megeliat tak nyaman. Peluh bercucuran, membasahi wajah putih yang sedikit pucat.
"T-tidak.."
Kian santang mencengkram jubahnya sendiri. Seakan ratusan belati menusuknya secara bersamaan, dikeluarkan lagi lalu ditusukkan lagi. Seperti itu berulang ulang.
Nafasnya mulai tak beraturan. Bulir bening itu keluar dari celah netra yang tertutup.
"I-ibunda.."
"Ibunda.."
Tak jauh dari sana, seorang gadis berpakaian serba hitam datang dengan terburu buru. Dengan cepat dihampiri nya seorang yang tengah mengigau itu.
"Apa aku terlambat? Apa racun ini menjalar lebih cepat dari perkiraan ku?"
Lalu dengan cepat, gadis itu membuka tutup botol kecil yang sedari tadi di genggamnya. Lalu membuka mulut kian santang dan meminumkannya penawar racun.
Dirinya takut jika pemuda ini menghembuskan nafas terakhir dihadapannya. Karna efek penawar racun itu tak kunjung bekerja.
Malahan terdengar suara kian santang yang lirih memanggil ibunda. Rautnya semakin melihat kan bahwa dirinya menahan sakit yang teramat sangat.
Diperiksa nya kian santang dengan gemetar. Jelas dari tatapannya kalau dirinya begitu mencemaskan pemuda didepannya.
Punggung tangan gadis itu mengarah pada kening kian santang. Alangkah terkejutnya dia tatkala merasakan panas.
"Tidak.. Tidak mungkin"
"Bunda.."
Suara serak itu kembali terdengar. Gadis itu semakin panik. Lalu menyalurkan hawa murninya pada kian santang.
"Kau harus selamat. Aku tidak mau kau kembali disakiti oleh ayah.."
Air mata gadis itu meleleh tak sanggup untuk dibendung. Apalagi menyadari kalau hawa murni yang dirinya berikan tidak memberikan apa apa untuk pemuda didepannya.
Badannya menggigil, wajahnya pucat, serta dengan suara yang hampir tak terdengar memanggil ibunda membuat gadis itu melepas jubahnya. Menyelimuti kian santang yang semakin memburuk.
Jika boleh diakui, cuaca malam ini memang sangat dingin. Gadis itu butuh pakaian tebal. Tetapi dirinya sadar jika kian santang lebih membutuhkan itu
Tangan putih gadis itu menggapai tangan kian santang. Menggenggamnya erat seolah menyalurkan kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIAN SANTANG ||• Padjadjaran Dengan Ceritanya•||
Ficción históricacoretan kisah tatar pasunda yang begitu indah Mereka Ksatria tangguh, pengabdiannya pada rakyat Sunda membuat nama mereka selalu disanjung. Rakyat mana yg tak kenal dengan mereka semua Kepemimpinan prabu Siliwangi begitu banyak menuai catatan emas...