Malam masih larut saat kian santang mengetuk pelan kamar ibundanya, subang larang. Bungsu subang larang itu tidak bisa tidur. Dan sudah jadi kebiasaan nya jikalau tidak bisa tidur dia akan tidur bersama ibundanya. Sebesar apapun kian santang, akan selalu seperti anak kecil dimata subang larang.
"Bunda..."
Tak ada sahutan dari dalam wisma sang bunda. Kian santang jenuh sendiri. Ini salah satu alasan mengapa ibundanya tidak mengizinkan kian santang keluar malam malam. Pangeran tampan itu akan terserang insomnia yang membuatnya susah tidur.
"Apa bunda sudah tertidur lelap sehingga tidak mendengar ketukan pintu di wismanya?" Batin kian santang.
Langkah kaki lunglainya menuntun pangeran tampan itu untuk berkeliling istana. Mana tau dengan seperti ini kian santang kelelahan dan kembali tertidur pulas.
Mata adik rara santang itu telah memerah dan berair. Namun jika dipejamkan, kantuknya sirna. Itu yang membuat kian santang begitu lesu menyusuri koridor istana yang lengang. Hanya ada prajurit yang berjaga di setiap sisi istana.
"Mohon ampun atas kelancangan hamba raden. Sekiranya ada hal yang bisa hamba bantu untuk raden" Hormat salah satu prajurit yang sedari tadi telah melihat putra siliwangi itu berjalan tak tentu arah di istananya yang luas.
Mata sayu kian santang menatap lesu prajurit yang tengah berjongkok memberi hormat kepada nya. Jubah tidur yang berwarna krem itu sesekali terayun angin dingin malam yang masuk melalui celah istana.
"Tidak ada paman. Aku ingin sendiri"
Setelah mengucapkan itu, kian santang berlalu meninggalkan prajurit yang tengah menunduk padanya.
Bukan prajurit padjajaran jika tidak keras kepala. Apalagi prajurit yang berjaga malam seperti dia sudah diberi amanah jikalau sewaktu waktu raden tampan itu diserang insomnia, mereka harus memastikan sang raden aman sentosa tidak ada yang kurang.
Prajurit itu berdiri setelah punggung tegap itu berjalan menjauh darinya. Lalu prajurit itu mengacak tiga temannya yang lain agar ikut dengannya. Tujuannya untuk mengawal kian santang agar tidak tergores sedikitpun.
Yang dikawal hanya terus berjalan tanpa peduli akan hal disekelilingnya. Dirinya berpikir untuk menuju taman belakang istana. Biasanya jika susah tidur begini dan bundanya tidak membuka pintu wisma, tempat pelarian kian santang adalah taman belakang istana.
Tes
Setitik air hujan jatuh dan menyadarkan kian santang. Kian santang tampak tak acuh lalu terus berjalan agar duduk di salah satu kursi yang ada disana.
Satu Prajurit segera menyusul raden. Lalu buru buru membujuk raden kesayangannya yang mulai basah oleh tetesan air hujan yang semakin banyak membasahi bumi.
"Raden, hamba mohon jangan seperti ini. Hamba harap raden berkenan segera memasuki istana agar tidak sakit"
Kian santang hanya diam bergeming. Merasakan hawa dingin yang mencekan menusuk tulangnya. Matanya yang telah merah itu enggan nenatap prajurit yang tengah menunduk.
"Tinggalkan aku sendiri paman"
"Tidak raden, raden---"
Belum habis perkataannya, prajurit itu dibuat terbungkam oleh tatapan tajam kian santang. Netra coklat itu merah dan mengeluarkan air mata.
"Tinggalkan aku paman" Pinta kian santang dengan suara yang lebih pelan.
Prajurit itu mengalah. Akhirnya kian santang dibiarkan sendiri. Mungkin ada pikiran yang mengganggu bungsu subang larang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KIAN SANTANG ||• Padjadjaran Dengan Ceritanya•||
Fiction Historiquecoretan kisah tatar pasunda yang begitu indah Mereka Ksatria tangguh, pengabdiannya pada rakyat Sunda membuat nama mereka selalu disanjung. Rakyat mana yg tak kenal dengan mereka semua Kepemimpinan prabu Siliwangi begitu banyak menuai catatan emas...