Matahari sudah tergelincir ke arah barat ketika kian santang dan Surawisesa memasuki gapura istana. Langkah keduanya memacu waktu, seolah tak mengizinkan nya untuk merebut orang yang sangat mereka cintai.
"Raka!" Teriak parau kian santang ketika sampai di depan pintu tinggi yang terbuka lebar. Tampak oleh netra indahnya Walangsungsang terbaring lemah disana.
Badan kian santang meluruh menyentuh lantai istana yang berbalut karpet yang tebal. Perasaan bersalah langsung menyelimuti hatinya. Kakinya tak sanggup lagi menopang badannya untuk kembali berjalan.
Kian santang menghapus kasar bulir bening yang membasahi pipinya. Ini bukan saatnya bersedih. Rakanya membutuhkan orang kuat di sisinya.
Surawisesa hanya diam. Lalu melangkahkan kakinya lebih dulu memasuki ruang pengobatan. Kian santang lalu berusaha bangkit. Berjalan memasuki ruang pengobatan yang sunyi dan damai.
Surawisesa menarik kursi di samping ranjang Walangsungsang. Mengamati wajah rakanya yang tidak begitu pucat seperti kemarin malam. Lalu tatapannya teralihkan kepada raka beda ibunya, kian santang.
Kian santang langsung duduk berlutut di samping ranjang tempat tidur. Wajahnya di sembunyikan di antara lipatan tangan di samping tubuh Walangsungsang. Menangis tanpa suara.
Kian santang tak lagi mengangkat wajahnya. Bahunya masih berguncang pelan pertanda tangisnya tak kunjung berhenti.
"Raka kian santang yang ku kenal tidak pernah menangis terisak seperti ini. Kau tidak perlu menyalahkannya dirimu selalu Raka" Ujar Surawisesa pelan. Namun di dengar oleh kian santang.
Kian santang mengangkat wajahnya. Lalu menggenggam jemari rakanya. Menyalurkan seluruh energi yang ada pada kian santang agar Walangsungsang membuka matanya.
Tap! Tap!
Suara langkah kaki itu mengalihkan atensi Surawisesa. Senyum indahnya terukir tatkala melihat siapa sosok cantik di ambang pintu.
Ketring manik melangkah masuk kedalam ruang pengobatan dan mendekat, berdiri di dekat putranya sambil menatap prihatin Walangsungsang yang masih memejam mata.
"Bagaimana keadaan Raka ibunda?" Bisik Surawisesa kepada ibundanya"
"Rakamu Walangsungsang sudah mulai membaik putraku. Dia hanya mengalami demam dan kini kondisinya sudah membaik" Bisik ketring manik lalu mengusap pundak putranya yang juga cemas.
"R-rayi..."
Kian santang membalas genggaman jari itu. Walangsungsang sudah sadar! Pandangan kian santang langsung beralih menatap wajah rakanya yang sudah menyapu seluruh ruang pengobatan.
"D-dimana aku?"
Kian santang menghapus cepat air matanya. Segera menatap rakanya yang masih kebingungan.
"Kau sadar raka!" Kian santang langsung memeluk Walangsungsang dengan erat. Senyum kecil terbit disana. Walangsungsang bahagia bisa kembali berada di istana, tidak lagi merasa ketakutan seperti waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIAN SANTANG ||• Padjadjaran Dengan Ceritanya•||
Ficción históricacoretan kisah tatar pasunda yang begitu indah Mereka Ksatria tangguh, pengabdiannya pada rakyat Sunda membuat nama mereka selalu disanjung. Rakyat mana yg tak kenal dengan mereka semua Kepemimpinan prabu Siliwangi begitu banyak menuai catatan emas...