"Sudah kubilang; jangan sentuh barang-barangku! Kau ini tuli atau pura-pura tidak mengerti?!" Jimin berteriak seraya menatap nyalang Taehyung yang sedaritadi hanya diam sembari menundukkan kepala.
Siang tadi—tepatnya saat Jimin baru pulang dari sekolah—ia sudah dibuat emosi karena kelakuan adik angkatnya. Dari awal Jimin memang sudah mewanti-wanti Taehyung untuk tidak menyentuh apapun yang menjadi miliknya. Jimin pikir anak itu cukup pintar untuk bisa memahami ucapan sederhana tersebut. Akan tetapi, apa yang baru saja anak itu lakukan telak mematahkan pemikirannya.
Tak hanya menyentuh. Dengan lancangnya Taehyung memainkan bahkan merusak salah satu action figur miliknya.
"Maaf," balas Taehyung tanpa mengalihkan pandangan.
Kali ini Taehyung tak melawan sebab sadar jika dirinya memang bersalah. Seharusnya ia mendengarkan sang kakak. Sudah tahu kakaknya tidak suka padanya, tetapi ia malah mencari gara-gara hanya karena ketertarikannya pada kapten amerika yang terpajak apik di lemari kamarnya. Awalnya Taehyung hanya ingin melihat-lihat saja, tetapi lama-kelamaan ia mulai berpikir untuk memainkannya sebentar. Pikirnya sang kakak pasti tidak akan tahu jika Taehyung mengembalikan mainan itu sebelum ia pulang ke rumah.
Sayangnya semua tidak berjalan sesuai dengan yang Taehyung pikirkan. Ia yang tadinya berencana mengambil action figur milik sang kakak menggunakan kursi sebab tingginya yang belum memadai, berakhir terjungkal dengan mainan yang sudah berada di genggaman lantaran kehilangan keseimbangan. Tak hanya kepalanya yang sakit sebab terbentur lantai cukup keras, Taehyung juga harus menerima amarah dari sang kakak karena kecelakaan kecil tersebut juga mematahkan action figur miliknya.
"Sudah, Jimin. Maafin Adeknya, ya? Adek gak sengaja, nanti Mama beliin Jimin yang baru aja. Bagaimana?"
Alih-alih mereda, Jimin justru semakin merasa kesal mendengar ucapan sang mama. Ini bukan hanya tentang mainannya saja, jika itu barang yang lain, mungkin Jimin tidak akan merasa sekesal ini pada Taehyung. Namun, secara kebetulan action figur yang telah Taehyung rusak adalah salah satu favoritnya. Jimin ingat sekali, itu adalah hadiah dari ayah saat Jimin berhasil meraih peringkat pertama dalam olimpiade matematika. Selama ini Jimin sudah menjaganya sebaik mungkin, tetapi dengan mudahnya Taehyung justru merusak mainan itu. Tentu saja Jimin merasa tidak terima.
"Terserah. Terus aja belain Taehyung. Bener kan dugaan aku. Mama mulai pilih kasih, ya, semenjak ada dia."
Jimin berlalu begitu saja usai menyelesaikan ucapannya. Meninggalkan Taehyung yang mulai menangis, serta Sena—sang mama—yang hanya bisa menatap sendu sang putra pertama, sebelum beralih mendekati Taehyung untuk kemudian menenangkan anak itu dengan membawanya ke dalam pelukan.
***
Keesokan harinya, Taehyung masih menemukan Jimin yang nampaknya masih marah dengan kejadian kemarin. Sang kakak yang biasanya mengerjainya, kini hanya diam tanpa berniat untuk sekadar bertegur sapa atau membuatnya kesal seperti biasa.Seharusnya Taehyung senang, sebab ia tidak perlu lagi meladeni tingkah kakaknya yang menurutnya kekanakan. Akan tetapi, itu tidak terjadi lantaran Taehyung benar-benar merasa bersalah atas kesalahan tak sengaja yang telah membuat kakaknya marah.
"Papa sama Mama pergi dulu, ya, Jim? Kalian berdua baik-baik di rumah. Cepat berbaikan, tidak baik loh marahan lama-lama."
Itu Ji Sung yang bersuara. Ia sudah mendengar perihal pertengkaran yang terjadi antara putra sulungnya dan si bungsu. Ji Sung tidak menyalahkan maupun memihak siapapun. Kemarahan Jimin kali ini bukan tanpa alasan, tetapi di sisi lain, Ji Sung juga tidak bisa menyalahkan Taehyung sebab tahu anak itu tak sengaja melakukan kesalahan.
Jimin sendiri hanya mengangguk sembari terus melanjutkan makan. Hari ini libur, sudah menjadi kebiasaan papa dan mamanya mengunjungi orang tua mereka—atau bisa juga dibilang kakek dan neneknya. Jimin memang jarang sekali ikut serta, mungkin hanya sesekali bila ia ingin saja. Bukan tidak rindu dengan kakek dan neneknya, tetapi sungguh, rasanya membosankan sekali duduk berjam-jam di dalam mobil lantaran rumah kakek dan nenek memang terbilang cukup jauh dari tempatnya tinggal sekarang.
"Hati-hati di jalan, Mama, Papa!"
Jimin hanya merolingkan kedua mata melihat Taehyung yang begitu antusias melepas kepergian mama dan papa. Anak itu sudah diajak ikut ke rumah kakek dan nenek, sebenarnya. Tetapi ia menolak dengan alasan yang Jimin sendiri tidak tahu sebabnya.
Namun, tak masalah. Itu justru bagus untuknya. Persetan dengan nasihat sang papa, Jimin benar-benar sudah merasa muak dengan Kim Taehyung. Jika anak itu tidak mau keluar dari rumahnya secara suka rela, maka Jimin akan memaksanya dan membuat ia sendiri meminta untuk dikembalikan ke panti.
***
Taehyung sudah hendak memasuki kamar ketika mendengar sang kakak kembali memanggil namanya. Seharian ini, sang kakak benar-benar memperlakukan Taehyung layaknya seorang babu. Menyuruhnya membersihkan kamar, mencuci kamar mandi, baju, bahkan sepatu sang kakak masih nampar bersih pun juga menjadi tanggung jawab Taehyung. Tak hanya itu, masih banyak hal lain yang kakaknya perintahkan dan membuat tubuhnya benar-benar terasa pegal. Jika tidak ingat ia masih berhutang maaf pada kakaknya, sudah pasti Taehyung sudah menolak mentah-mentah semua permintaannya."Kenapa lagi, Kak Jimin?"
Akan tetapi, Taehyung masih sadar diri. Sama seperti sebelumnya, anak itu langsung menghampiri sang kakak layaknya anjing penurut demi mendapat maaf dan menebus kesalahan yang telah ia lakukan.
"Carikan bola di gudang, dong."
"Kakak mau main?" tanyanya, heran. Ini sudah malam, untuk apa kakaknya mencari bola?
"Terserah aku mau ngapain, lah. Kau hanya perlu mengambil bolanya. Kenapa? Mau protes, ha?"
Taehyung menggelengkan kepala seraya menghela napasnya. Kendati agak sangsi dengan ucapan sang kakak, tetapi Taehyung tetap melakukan apa yang di perintahkannya. Detik selanjutnya, Taehyung mulai beranjak dan melangkah menuju gudang. Anak itu menyalakan senter yang sebelumnya telah ia ambil sebab kebetulan lampu gudang padam dan sepertinya papa belum sempat menggantinya. Taehyung tersenyum ketika mendapati bola yang ia cari, segera saja ia mengambil bola itu lalu berniat keluar dari sana. Akan tetapi, Taehyung merasa jantungnya seolah turun ke perut saat pintu gudang tak kunjung bisa terbuka.
Berkali-kali Taehyung menggedor pintu itu sembari berteriak memanggil sang kakak. Namun, hanya suara tawa dari sang kakak yang terdengar dari balik sana. Taehyung menangis, memanggil-manggil ayah dan ibunya yang telah tiada.
Cukup lama berada di posisi yang sama, kesadaran Taehyung berangsur-angsur menghilang seiring dengan deru napasnya yang semakin memberat. Hal terakhir yang Taehyung ingat adalah wajah khawatir papa dan mama yang memanggil namanya, serta sang kakak yang nampak terkejut melihat keadaannya.
Tbc.
____________
Hoho, kaget, gak? Kaget, gak? Setelah cukup lama menghilang, aku balik lagi bawa kakak dan adek yang gak tau kapan bakal rukun ini.
Semoga gak lupa sama ceritanya, ya :)
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
New Brother (✔️)
FanficPerihal Jimin yang harus menerima orang baru, yang dipaksa menjadi sosok adik dalam hidupnya. Start ; 20 Desember 2022 End ; 28 September 2023