Sksksk, malem banget, ya? Dah pada tidur belum, kalian? Yang belum yok langsung ajalah baca ceritanya!
***
"Loh, Taehyung mana, Ma?" Ji Sung bertanya seraya menyeret kursi di samping sang istri, untuk kemudian mendudukkan dirinya di sana.
"Masih di kamar, Pah," balas Sena. Wanita itu menjawab dengan tangan yang sibuk membalikkan piring yang sebelumnya sudah ia siapkan. Mengambil dua sendok nasi beserta lauk-pauknya, lantas menyajikannya kepada sang suami.
"Gak dibangunin? Nanti telat dia berangkat sekolahnya."
"Udah, Pah. Tapi katanya gak mau sekolah anaknya."
Meneguk segelas air di tangannya, Ji Sung beralih menatap sang istri sebelum kembali bertanya; "Loh, kenapa?"
"Males tuh, Pa, anaknya." Jimin, yang sedaritadi hanya diam, menyimak pembicaraan kedua orang tuanya sembari menikmati sarapannya, akhirnya ikut bersuara. "Mama, sih, manjain dia banget. Jadi seenaknya sendiri 'kan, tuh anak," lanjutnya kemudian.
Jimin memang sudah berencana menerima Taehyung sebagai adiknya. Namun, tetap saja, saat ada kesempatan ia akan terus menjahili Taehyung atau mengoloknya seperti sekarang.
"Jimin ... mulutnya," ujar Ji Sung memperingati. Kendati Ji Sung tahu barangkali ucapan Jimin hanya sebuah candaan, tetapi ia tetap tidak suka mendengar sang putra berucap demikian.
"Bukan begitu, Jimin. Akhir-akhir ini Adikmu memang cukup sulit kalau Mama suruh sekolah. Mama tidak tahu kenapa, tapi kata Bibi Han—asisten rumah tangga keluarga Park—Taehyung juga terlihat murung setiap baru pulang ke rumah."
"Mama sudah bertanya? Mungkin Taehyung ada masalah sama temannya?"
"Sudah, Pah. Tapi Taehyung hanya bilang kalau dia malas sekolah saja."
"Nah, kan? Apa aku bilang, dia—"
"Jimin ...." Ji Sung kembali menginstrupsi saat sulungnya hendak membuat keributan lagi.
"Iya, iya, maaf. Nanti pulang sekolah aku tanyain, deh, anaknya kenapa."
Sejujurnya, Jimin juga menyadari keanehan yang terjadi pada Taehyung. Jika biasanya anak itu akan membuatnya pusing dengan menceritakan apa saja yang ia lakukan di sekolah seperti; pelajaran yang gurunya berikan; teman-temannya; ataupun hal-hal random lain tanpa Jimin harus bertanya, sekarang anak itu lebih banyak diam dan hanya menjawab jika ditanya. Sebagai seorang kakak yang sedang dalam masa percobaan, Jimin merasa bertanggung jawab atas Taehyung juga. Namun, Jimin heran, apa yang salah dengan ucapannya hingga papa dan mamanya kompak menatapnya dengan tatapan yang terlihat ... uh, curiga?
"Apa? Aku ngejek dia salah, peduli juga salah," protes Jimin tak terima.
Sementara Sena dan Ji Sung kompak tertawa melihat tingkah laku sang putra.
"Gak salah, Jimin. Papa sama Mama seneng, malah. Terusin perhatian sama Adeknya, ya?" ucap Ji Sung sembari berdiri, sedikit mencodongkan tubuhnya untuk kemudian mengusak lembut surai Jimin yang duduk di seberang meja.
"Udah selesai 'kan, makannya? Mau Papa anterin sekalian atau berangkat sendiri aja?" Ji Sung bertanya seperti itu sebab akhir-akhir ini Jimin kerapkali ke sekolah menggunakan motornya sendiri alih-alih di antar olehnya seperti biasa.
Bukan masalah, sebenarnya. Ji Sung justru bangga lantaran merasa putranya menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab sejak adanya Taehyung di tengah-tengah mereka. Bertahun-tahun dimanja, barangkali rasa tanggung jawab sebagai seorang kakak—yang Jimin sendiri mungkin tak menyadadinya—membuatnya menjadi pribadi lebih dewasa sebab mau tak mau, Jimin kini harus menerima jika kini ia harus mengemban tanggung jawab sebagai yang lebih tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Brother (✔️)
Fiksi PenggemarPerihal Jimin yang harus menerima orang baru, yang dipaksa menjadi sosok adik dalam hidupnya. Start ; 20 Desember 2022 End ; 28 September 2023