"Jangan terlalu memaksakan diri, Jimin. Turnamenmu memang penting, tapi kesehatan kamu jauh lebih penting. Papa gak mau, ya, anak Papa sakit cuma gara-gara mau menang lomba."
Kira-kira, itu yang Ji Sung katakan tempo hari saat melihat sulungnya yang akhir-akhir ini sering kali terlambat pulang lantaran terus-terusan latihan. Ji Sung tidak melarang Jimin melakukan sesuatu yang dia inginkan. Sebagai orang tua, ia justru ikut bangga melihat putranya begitu giat berusaha demi menjadi juara. Namun, jika dalam prosesnya Jimin sampai mengabaikan kesehatannya, Ji Sung sama-sekali tidak menyukainya.
"Apa Papa bilang? Kamu, sih, ngeyel banget dibilangin. Kalau udah begini, siapa yang nanggung akibatnya kalau bukan kamu sendiri?" celetuk Ji Sung, menatap kesal sekaligus cemas Jimin yang saat ini tengah terbaring lemas dengan sebuah kompres yang masih menempel di dahinya.
Kekhawatirannya benar-benar terjadi. Akibat dari Jimin yang terlalu memforsir tenaganya, membuat tubuhnya mulai memberontak dan pada akhirnya berakhir tumbang juga. Kemarin malam sulungnya demam, asam lambungnya juga naik sebab ia yang cukup sering melewatkan makan. Setelah ditangani oleh dokter pun Sena—sang mama—yang mengompresnya semalaman, baik Sena maupun Ji Sung bisa bernapas cukup lega lantaran demamnya sudah tak separah sebelumnya. Tersisa tubuhnya yang terasa lemas beserta mual yang sampai sekarang masih belum hilang.
"Udah, ih, Pah. Jangan dimarahin Jiminnya. Orang lagi sakit juga anaknya," ujar Sena seraya menyingkirkan helaian rambut di kening berkeringat sang putra.
Sampai saat ini, wanita itu masih mengeloni bayi besarnya.
Sementara Ji Sung sendiri hanya menghela napas sebelum kembali bersuara, "Ya udah, untuk sekarang kamu istirahat aja di rumah. Fokus sama kesehatan. Biar Papa yang urus surat idzinnya."
Jimin hanya mengangguk lemah menanggapi ucapan sang papa. Kendati sebenarnya Jimin tidak berniat absen mengingat turnamennya yang hanya tinggal menghitung hari, tetapi keadaan membuatnya mau tak mau harus melakukan ini. Jangankan untuk sekolah, sekadar bangun dari tempat tidur saja rasanya Jimin tidak bisa.
"Kak Jimin gak sekolah?"
Itu Taehyung yang bersuara. Sudah sejak tadi Taehyung menunggu papa untuk mengantarnya di lantai bawah, tetapi papa tidak juga datang. Berakhir dengan Taehyung yang memaksa naik ke atas meskipun bibi Han sudah mencegah dengan alasan bahwa papa sedang mengurus lebih dulu sang kakak yang katanya tengah sakit sekarang.
"Iya, sayang. Kak Jimin lagi sakit," balas Sena. Wanita beringsut dari sebelah Jimin, membiarkan Taehyung mendekat, menaiki ranjang sang kakak kemudian menempelkan sebelah tangan mungilnya di kening kakaknya.
"Iih, iyaaa! Kepala Kak Jimin panas sekali, Ma!" Taehyung memekik heboh, membuat Jimin meringis sendiri sembari menyingkirkan paksa tangan sang adik dari keningnya.
"Apa, sih?! Brisik banget! Sekolah, sana!"
Bahkan dalam keadaan seperti ini pun, Jimin masih sempat-sempatnya menggunakan tenaganya yang tak seberapa itu untuk berteriak pada Taehyung.
"Gak mau, ah! Adek mau di sini aja jagain Kak Jimin!"
"Dih, ngapain?!"
"Kan kemarin Kak Jimin udah jagain Adek dari Suno sama teman-temannya. Sekarang giliran Adek dong yang jagain Kak Jimin," balas Taehyung
"Kan ada Mama yang jagain Kak Jimin, sayang." Mengerti ke mana arah pembicaraan si bungsu, pada akhirnya Sena ikut bersuara, menggagalkan rencana Taehyung untuk bolos dari sekolahnya.
"Udah, Adek berangkat aja sana sama Papa," ujarnya kemudian.
Taehyung merengut, tetapi meski begitu anak itu tetap menurut. "Adek sekolah dulu, ya, Kak Jimin," cetus Taehyung. Menatap bergantian sang mama dan kakaknya lantas kembali berucap; "Kata Mama kan bu guru tau semuanya, nanti Adek tanyain sama bu guru bagaimana caranya sembuhin Kak Jimin, deh. Pokoknya supermannya Adek gak boleh sakit. Gak keren lagi, dong, nanti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Brother (✔️)
FanfictionPerihal Jimin yang harus menerima orang baru, yang dipaksa menjadi sosok adik dalam hidupnya. Start ; 20 Desember 2022 End ; 28 September 2023