“Dengan cara terus-menerus berontak dengan masalah lo itu, hidup lo gak akan pernah tenang.”
• Gavin Pranata Nugraha
๑๑๑
SEORANG cowok mengerjapkan matanya berkali-kali. Kepalanya terasa sangat pusing, badannya lemas. Cowok itu menatap ruangan berwarna abu-abu, mulai bangkit dari tidurnya.
"Bangun juga, lo!" Gavin berjalan mendekati Alcantara. Cowok itu membawa nampan yang berisi sepotong roti dan air mineral.
Alcantara menatap Gavin. "Gue kenapa bisa ada di tempat lo?" tanya Alcantara yang bingung.
"Saking maboknya tadi malem, ya? Sampe lo gak inget apa-apa," ujar Gavin sambil terkekeh.
Alcantara melahap roti berisi selai kacang tersebut. "Emang semalem gue kenapa?" tanya Alcantara.
"Lo hampir ketabrak mobil, beruntung ada yang kenal sama lo. Gue yakin, malem itu kalo dia gak ada. Pasti udah gak bisa balik lo, gak tau bakal ketabrak apaan lagi." Gavin berjalan membuka pintu yang menuju balkon kamar, agar cahaya matahari masuk ke dalam kamar tersebut.
Alis Alcantara bertautan. Menatap punggung Gavin yang tengah berdiri di balkon. "Siapa yang nolongin gue, Gav?" tanya Alcantara sedikit berteriak.
"Nanti juga lo tau sendiri," balas Gavin yang tengah menatap pemandangan komplek rumahnya.
Alcantara menghela. "Gue mau balik, motor gue udah lo bawa?" tanya Alcantara yang turun dari ranjang besar itu.
Gavin membalikan badan, menatap Alcantara dan mengangguk. "Gue tadi malem minta tolong Joshua, buat bawa motor lo kesini."
Alcantara mengangguk kecil. Cowok itu tengah memakai jaketnya. "Thanks, Gav," ujar Alcantara. "Lo beneran gak mau kasih tau ke gue, siapa yang nolongin gue? Gak mungkin Josh, kan? Dia kerja tadi malem." Alcantara masih penasaran.
Gavin tersenyum tipis. "Lo pasti seneng, kalo lo tau, orang yang bantu lo itu."
Alcantara berdecak. "Ya, siapa? Lo make tebak-tebakan gitu!"
"Udah-udah, balik lo sana! Dari tadi malem pasti lo dicariin. Ngerepotin gue aja lo!" timpal Gavin.
Alcantara menepuk pundak Gavin. "Gue balik, makasih atas kerepotan lo itu."
๑๑๑
Alcantara berjalan masuk kedalam rumah mewah itu. Cowok itu berjalan dengan langkah gontai, menaiki tangga rumahnya. Penampilan cowok itu sangat berantakan, dari bajunya dan celana yang sabuknya hampir terlepas.
Saat ingin masuk kedalam kamarnya, lengan cowok itu tersenggol membuat ia menatap sang pelaku. Alcantara menatap cowok itu dengan menaikkan satu alisnya.
"Darimana lo? Siang gini baru pulang." Angkara menatap adiknya datar.
Alcantara meringis memegang kepalanya. "Bukan urusan lo!" ujarnya sebelum membuka pintu kamarnya, dan masuk kedalam.
"Lo gak akan pernah dianggap baik, kalo kelakuan lo aja makin parah kaya gini." Angkara sedikit berteriak dari balik pintu kamar Alcantara.
Alcantara yang sedang merebahkan tubuhnya terkekeh. "Gue juga gak akan pernah dianggap baik, kalo lo masih ada di hidup gue," balas Alcantara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction-Nyatanya, pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Melainkan takdir Tuhan yang menyuruh kita sama-sama bertahan- Bukan hanya cerita tentang dua pasangan, yang berawal dari sebuah penasaran tentang rasa sakit pada diri mereka masing-masing. Nam...