“Seorang pengecut yang ingin memandangnya sangat dalam, namun tak untuk mendekat.
Iya, hanya mau memandang.
Tak mau mendekat.
Terlalu sakit untuk memilikinya.”
• Alcantara Larenzo
๑๑๑
HARI kedua saat acara kemah. Elnasya terduduk di depan tendanya, perempuan itu menekuk kakinya. Rambut panjangnya ia biarkan terurai, tertiup angin pagi yang dingin kesana-kemari. Orang-orang di tendanya masih tertidur, sementara ia sudah bangun di jam lima pagi ini. Perempuan itu sudah biasa bangun jam segini, jadi tidak bisa melanjutkan tidurnya kalaupun mau.
Elnasya memilih duduk di depan tenda, yang juga masih ada api unggun bekas semalam. Kecil, hanya untuk depan tendanya saja. Perempuan itu tidak kuat dingin, sengaja ia dan teman-temannya yang lain membuat api unggun kecil untuk menghangatkan tubuh.
Perempuan itu lagi-lagi mengingat kejadian tidak mengenakan itu. Tapi dia juga sedikit bersyukur, ada yang berhasil menemukannya. Elnasya jadi berfikir, kenapa Alcantara sekhawatir itu padanya?
Cowok itu memeluknya dengan erat, menenangkannya, menjaganya dari apapun itu. Alcantara adalah sosok pertama yang berhasil, berhasil membuatnya selalu dalam keadaan baik. Walaupun dibalik itu semua, Elnasya juga sering terluka. Elnasya mengerti, Alcantara itu hanya ingin membantunya dalam segala hal. Tapi Elnasya juga tidak mau membuatnya terjebak dalam masalahnya.
Gilang itu kejam, dia itu benar-benar bisa membuat Elnasya dan orang-orang disekelilingnya tersiksa. Elnasya takut itu semua terjadi pada Alcantara. Dia tidak mau ada yang menjadi korban atas ulahnya.
"El."
Elnasya menoleh kearah samping kanan, ada Gavin yang tengah melambaikan tangan kearahnya. Elnasya tersenyum tipis. Sementara Gavin seperti menyuruh Elnasya untuk mendekat kearahnya. Perempuan itu beranjak, ia mendekati Gavin yang mengajaknya duduk di depan posko keamanan. Di depan posko keamanan yang diisi anak-anak OSIS, ada bangku kayu panjang.
"Ada apa, Gav?" tanyanya.
Gavin menelan ludahnya susah payah. "Lo saudaraan sama Gilang?"
Kening Elnasya berkerut. "Maksud kamu?"
"Udah, El. Gak usah bohong sama gue, gue tau semuanya kok." Gavin menatap Elnasya menyeluruh. "Lo suka sama Alca?"
Elnasya langsung menggeleng cepat. "Enggak."
"Tapi dia suka sama lo."
Deg. Jantung Elnasya mendadak berdebar tak karuan, tapi perempuan itu berusaha tidak salah tingkah. Ia menatap Gavin dengan datar. "Kamu manggil aku cuma buat ngomongin ini? Aku gak ada waktu, Gav." Elnasya menghela.
"Gue serius, El. Baru kali ini doang gue liat temen gue uring-uringan cuma karna cewek."
"Sama kaya kamu ke Gatari?"
"Kok jadi Gatari?"
Elnasya berdecih. "Kamu suka, kan, sama Gatari?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction-Nyatanya, pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Melainkan takdir Tuhan yang menyuruh kita sama-sama bertahan- Bukan hanya cerita tentang dua pasangan, yang berawal dari sebuah penasaran tentang rasa sakit pada diri mereka masing-masing. Nam...