“Dia datang, kupikir hanya sekedar menambah tokoh dikehidupanku. Nyatanya dia berubah menjadi sosok yang membawaku luka untuk kesekian kalinya.
Karena dia membuatku jatuh cinta,
Dan itu hanya untuk menambah luka baru.”• Alcantara Larenzo
๑๑๑
BARU satu langkah Elnasya menginjakkan lantai rumahnya, dia langsung dihadapkan dengan mamanya yang menatapnya penuh interograsi.
Elnasya sudah tahu, semuanya juga pasti ulah Gilang. Sebelumnya, dia juga sudah melihat mobil cowok itu didepan halaman rumahnya tadi.
"Kamu darimana?" tanya Mama. Nada bicaranya sebenarnya rendah, tapi Elnasya tahu mamanya sedang serius kali ini.
"Pacaran, sampai bolos sekolah!" sahutan itu berasal dari seorang cowok yang keluar dari dapur, memegang gelas berisi susu hangat.
Mata Elnasya memicing menatap Gilang tak suka. "Kok bisa dia ada disini?" ujarnya yang sangat tidak suka, padahal Gilang itu tidak pernah mau datang ke rumah ini sejak dulu. Rumah yang menjadi kenangan Elnasya bersama mendiang ayahnya.
"Cya, mama lagi tanya sama kamu." Elisa berujar lagi, saat tidak ada balasan dari anak perempuannya itu.
"Aku tadi pergi sama Alcantara, terus hujan. Aku tunggu reda, mangkanya aku pulang sore, Ma. Maaf."
"Kamu bolos dari sekolah?"
Elnasya menatap mamanya dengan tatapan penuh rasa bersalah, kata-kata yang keluar dari mulut Elisa itu penuh kekecewaan. Elnasya bisa merasakannya sendiri. "Ya, aku—"
"Kamu terlalu jauh melakukan ini semua, Cya." Elisa menggeleng kepalanya heran.
"Ma, dengerin aku dulu."
"Apa yang harus didengarkan? Kamu bolos sekolah, itu fatal, Cya. Apalagi pergi dengan laki-laki, mama tau Alcantara itu bermasalah. Enggak di keluarganya, enggak di sekolah." Elisa tegas.
Mata Elnasya mendadak berkaca-kaca, entah kenapa perempuan itu jadi sensitif dengan pembicaraan ini. Tentang Alcantara. "Mama gak tau, Alcantara itu bukan seperti itu."
"Mama tau, bahkan dari orangtuanya sendiri. Mereka juga sudah mengakui seperti itu, kamu itu gak tahu banyak tentang dia. Masalah dia jauh lebih banyak daripada itu, Cya."
Elnasya menggeleng tak setuju. Air matanya sudah berjatuhan. "Mama cuma dengar dari sudut pandang orang lain, mama enggak akan pernah tau Alcantara yang seperti apa. Dia enggak kayak yang orang lain bilang."
"Itulah, kenapa banyak yang bilang cinta itu buta dan tuli. Ya gini, contohnya," sindir Gilang dari sofa ruang tamu. Raut cowok itu benar-benar menyebalkan walaupun matanya tertuju pada handphonenya.
"GILANG! JANGAN KAMU PIKIR KAMU ENGGAK PROBLEMATIK, YA!" teriak Elnasya pada cowok itu.
"HEY! MAMA YANG LAGI BICARA SAMA KAMU!" nada bicara Elisa cukup tinggi untuk kali ini.
Elnasya tak bisa menahan air matanya lagi, bercucuran sangat deras. Ia tidak pernah berfikir mamanya akan membentaknya sekuat ini. "Ini bukan Mama aku!" lantangnya, sebelum berlari masuk kedalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction-Nyatanya, pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Melainkan takdir Tuhan yang menyuruh kita sama-sama bertahan- Bukan hanya cerita tentang dua pasangan, yang berawal dari sebuah penasaran tentang rasa sakit pada diri mereka masing-masing. Nam...