25. ๑ Phosphenes

5 0 0
                                    

"Perasaan memang sulit diungkapkan lewat kata-kata. Namun, hati tidak pernah berbohong perihal rasa."

Elnasya Anatara

๑๑๑

ALCANTARA. Nama itu, sosoknya berada dalam pikiran Elnasya saat ini. Cowok itu seperti sedang berputar-putar dalam pikirannya, tak ada hentinya menggangu ketenangan tidurnya malam ini.

Pertemuan singkatnya dengan Alcantara tadi, sebenarnya membuat perempuan itu sedikit lega karena bisa memastikan bahwa cowok itu baik-baik saja. Namun, percakapan saat pertemuan singkat itu juga menjadi pikirannya saat ini.

Jika Alcantara berfikir, dia boleh bersamanya, namun dengan syarat ia bisa menyelesaikan masalahnya, itu salah besar. Elnasya tak suka dengan Alcantara yang merasa, bahwa dia harus benar-benar menyelesaikan masalahnya.

Elnasya sadar, ucapannya waktu itu membuat Alcantara jauh darinya. Harusnya, ia tak bisa berbicara seperti itu. Tidak semua orang bisa dengan mudah menyelesaikan masalahnya.

Apalagi, dengan Alcantara yang berbicara bahwa ia tidak bisa menjadi teman Elnasya. Karena menurut Alcantara, ia tak belum bisa berdamai dengan semua masalahnya.

Elnasya mendengkus. Perempuan itu melirik jam diponselnya, sudah pukul 1 dini hari. Semenjak pulang dua jam yang lalu, perempuan itu belum bisa tidur sampai sekarang.

"Aku harus tidur, besok sekolah!" ujar Elnasya membaringkan tubuhnya, menaikkan selimutnya sampai menutupi dadanya.

๑๑๑

Tringggg!

Suara alarm sudah kelima kalinya berbunyi. Membuat Elnasya segera bangun, perempuan itu mengucek matanya sambil menguap lebar.

Matanya melirik jam di atas nakas, sudah menunjukan pukul 8 pagi? Dia bergegas membuka jendela kamarnya, benar saja, sekarang sudah hampir siang.

Elnasya menepuk jidatnya. "Aduh, aku telat, dong!" ujarnya sambil menghela nafas kasar.

Ini semua gara-gara ia telat tidur tadi malam, di rumahnya juga sendirian. Jadi, seperti ini memang selalu kebiasaannya. Apalagi saat mamanya tak ada di rumah, dia hanya sendirian, jam tidurnya tak teratur dan makannya juga tak tepat waktu.

Perut perempuan itu mendadak sakit, mungkin karena dari semalam ia belum makan apapun. Elnasya berjalan keluar dari dalam kamar, menuju kamar mandi untuk cuci muka dan menggosok giginya.

Setelah selesai, ia menuju dapur dan mengambil bungkus roti. Namun, roti itu sudah kadaluarsa dua hari yang lalu. Ia mendengkus, membuang ke tempat sampah bungkus roti yang masih tersisa tiga potong. Melihat kulkas, hanya ada telur dan beberapa sayuran yang mulai layu. Elnasya tak tertarik dengan bahan-bahan di kulkasnya, terpaksa ia harus keluar rumah untuk membeli sarapan.

Saat keluar dari dalam kamarnya, memakai cardigan rajut cream yang terlihat ngepas di badannya, menutupi tangannya karena memakai lengan pendek dari daster bebeknya itu. Elnasya bergegas keluar rumah, perempuan itu berjalan menuju depan gang untuk mencari sarapan.

"Eh, Mbak El gak berangkat sekolah?" sapa seorang ibu-ibu yang tengah menjemur pakaian-di depan rumahnya.

Elnasya menoleh, tersenyum pada ibu-ibu yang mulai menua itu. "Iya, Bu. El kesiangan, hehe...."

Iridescent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang