3. ๑ Diatribe

14 1 0
                                    

“PALSU. Dunia ini jahat, banyak sekali kepalsuan yang seakan ingin membunuh salah satunya.”

• Alcantara Larenzo

๑๑๑

ALCANTARA berjalan dengan langkah santai menuju kelasnya. Pandangan cowok itu terlihat seperti menerawang, seperti banyak sekali masalah yang sedang ia pikirkan.

Ya, memang benar. Setelah menemukan Elnasya kemarin saat pulang sekolah, lalu dia melihat sosok berbeda di sana. Alcantara jadi semakin penasaran, ada apa dengan dia? Apalagi saat kemarin ia tak masuk sekolah, yang menitipkan izin pada Alcantara.

Saat sampai didalam kelasnya, Alcantara langsung menuju bangku tempat ia duduk. Ia melihat sudah ada Elnasya sedang membaca sebuah novel. Rambut panjangnya menutupi wajahnya.

"Widih, cowoknya dateng, gak sih?" sahut Gilang, membuat seisi kelas mendadak bisik-bisik. Seperti sebuah berita baru yang siap menghangatkan suasana kelas.

Alcantara hanya cuek. Cowok itu duduk di kursinya, membuka ponsel. "Al, cewek lo nangis. Masa lo diemin aja, sih?" tanya seorang cowok yang duduk didepan Alcantara, namanya Hendra—Alcantara memang sempat mengenali cowok itu.

Alis Alcantara bertautan. Cowok itu nampak bingung dengan ucapan Hendra. Apa maksudnya? Ceweknya? Siapa?

Hendra mengode dengan cara melirik-lirik kearah Elnasya, membuat Alcantara melihat ke perempuan disampingnya.

Punggung perempuan itu sedikit begetar. Apa cewek yang dimaksud Hendra adalah Elnasya?

Alcantara menyipitkan matanya. Melihat dekat Elnasya, namun wajah perempuan itu tertutupi dengan rambut panjangnya. Wajahnya menunduk, Alcantara merasa perempuan itu sedang membaca novel yang ada di pangkuannya.

Namun saat melihat novel tersebut, Alcantara mulai mengerti saat ini. Ketika dia melihat beberapa bulir air mata membasahi buku tebal itu.

"Lo kenapa?" tanya Alcantara berusaha mengajak bicara Elnasya.

"Waduh, waduh! Bakalan ada pasangan serasi, nih, di Bahasa dua. Kalian siap dapet traktiran gak?!" teriak Fanny diiringi tawa dari dia dan teman-temannya.

"Siap dong!" teriak manusia-manusia di kelas ini, kecuali Alcantara yang menatap datar dan Elnasya yang masih menyembunyikan wajahnya.

Alcantara menghembuskan nafas kasar. Cowok itu memegang pundak Elnasya dengan perlahan. "El, lo kenapa?" tanya Alcantara lagi.

Elnasya menepis tangan Alca dari pundaknya. Perempuan itu menyisihkan rambutnya yang menutup wajah itu. Terlihat wajahnya pucat, matanya juga merah, ditambah air mata yang membasahi pipinya.

"Gak usah sok peduli, deh, kamu ini gak kenal aku. Jangan berisik!"

Alcantara sedikit heran dengan ucapan perempuan itu. Dilihatnya Elnasya bangkit dari duduknya—Alca hanya bisa melihat punggung perempuan itu yang menjauh. Namun tiba-tiba Alcantara melihat ia abruk, seisi kelas mendadak tertawa.

Elnasya bangkit, dia mengelus dengkulnya yang terasa perih. Namun ia tak begitu khawatir, perempuan itu berjalan keluar dari dalam kelas. Meninggalkan kelas Bahasa dua yang ramai, juga banyak sekali yang mengolok-olok dirinya.

Alcantara melihat sang pelaku. Tifanny, perempuan itu menjulurkan lidah kearah Alca. Membuat cowok itu memalingkan wajahnya, tak mau terus melihat wajah munafik seperti seorang Fanny.

Alcantara bangkit dari duduknya. "Lo semua iblis!" umpat Alcantara sebelum keluar dari dalam kelas.

"Wih! Iblis!"

Iridescent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang