“Orang terbodoh adalah dia yang tidak bisa menjaga perasaannya sendiri.”
• Gavin Pranata Nugraha
๑๑๑
Alcantara berjalan perlahan, berusaha tak bersuara melewati penjaga hutan. Cowok itu ingin sekali masuk kedalam hutan rindang itu, ia yakin kalau Elnasya ada di sana. Walaupun dilarang, ia tetap memaksa masuk.
Biasanya, hutan itu akan boleh dikunjungi saat para peserta kemah ada yang harus mencari jejak dan acara lainnya. Tentu, ada pengawasan yang lebih dari penjaga bumi perkemahan ini.
Setelah berhasil masuk, yang pertama Alcantara lihat ada gubuk bambu pos pertama. Namun ia tak melihat siapapun di sana, ia menatap langit—sudah sore—dengan awan-awan mendung yang mendominasi.
Cowok itu menghela nafas kasar. Ia kembali melihat sekeliling, mencoba tenang untuk mencari perempuan itu. Alcantara berjalan, mengikuti jalur hutan itu. Tidak terlalu curam jalanannya, karena hanya jalan biasa yang lurus. Hanya perlu menjaga-jaga supaya tidak terpeleset karena licin.
"El!" teriak Alcantara saat dirinya merasa sudah jauh masuk ke dalam hutan.
Ia tak mendengar apapun, selain suara binatang-binatang kecil dan gemuruh petir. Langit sudah mulai gelap, namun dia masih bisa berjalan dengan penerangan lampu-lampu yang menempel di pohon.
Alcantara semakin yakin, ini bukan hutan yang berbahaya. Hanya saja pepohonan yang lebat, serta jalan yang licin jika kena air. Siapapun bisa tersesat atau terjatuh di sini, apalagi pohon-pohon disini semuanya pohon pinus.
Cowok ini terus berjalan, mengeratkan mantelnya dan terus meneriaki nama perempuan itu.
Alcantara khawatir.
Alcantara takut.
๑๑๑
Sementara Elnasya, duduk lemas bersandar pada batang pohon. Ia memeluk dirinya sendiri, disini sangat dingin. Bahkan udaranya bisa menembus jaket tebalnya. Perempuan itu basah, ia menggigil. Tak mampu lagi berjalan, hanya bisa duduk dan memeluk dirinya sendiri.
Orang-orang disekitarnya jahat. Semuanya selalu ingin menyakitinya, kenapa? Kenapa semua orang selalu ingin membuatnya sakit dan ketakutan.
Suara gemuruh petir, ia menutup telinganya. Ia berusaha agar suara itu tak terdengar, ia takut. Ia benar-benar takut. Apalagi jika sampai hujan turun dengan angin dan suara petir.
Aku akan benar-benar mati disini.
Perempuan itu menenggelamkan wajahnya pada kakinya yang tertekuk. Ia memeluk dirinya sendiri, menutupi telinganya dan tak mau melihat apapun. Melihat hutan dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi, dan gelap. Dia takut.
Elnasya merasakan rintikan air yang terasa di atas kepalanya, namun perempuan itu masih diam. Masih menenggelamkan wajahnya, ia takut melihat apapun. Ia tak mau mendengar apapun, dia hanya ingin tidur saja dengan waktu yang panjang.
Merasakan ada sesuatu yang berat di punggungnya, bukan, ini bukan rintikan air hujan. Perempuan itu perlahan mendongak, "Aaaaaaaa!" teriakannya sangat kencang, ia melempar tubuhnya sendiri. Berusaha menjauh dari seseorang itu.
"Gue Al," ujar cowok itu.
Elnasya mengamati dari atas sampai bawah. Nafasnya naik turun, ia masih tak lepas menatap Alcantara yang berusaha kembali mendekat kearahnya.
Alcantara menutupi tubuh Elnasya dengan mantelnya, ia menatap Elnasya yang juga masih menatapnya tak percaya. "Tenang aja, gue bukan makhluk halus yang lagi menyerupai Alcantara. Gue beneran Al, karena wajah tampan gue ini gak akan ada yang bisa niru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction-Nyatanya, pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Melainkan takdir Tuhan yang menyuruh kita sama-sama bertahan- Bukan hanya cerita tentang dua pasangan, yang berawal dari sebuah penasaran tentang rasa sakit pada diri mereka masing-masing. Nam...