“Seberapa banyak manusia yang menganggap balas dendam adalah solusi. Nyatanya, itu akan membuatnya semakin menyesali kehidupannya di masa selanjutnya.”
• Elnasya Anatara
๑๑๑
"Gak ada orang yang bisa nyakitin Alca, selain gue!"
Zena dan Putra sama-sama menggeleng heran, mengapa mereka bisa dipertemukan dengan dua orang seperti Alcantara dan Gavin. Mereka berdua sama-sama gila, bahkan Zena dan Putra juga mungkin sebentar lagi ikutan gila.
"Lo waras gak, sih?" Zena bertanya pada Gavin dengan wajah malasnya.
Putra berdecih. "Pake nanya. Mereka otak aja gak punya."
Sementara itu Gavin berdehem. Cowok itu wajahnya sudah penuh luka lebam, tadi di kelas saat ada yang bilang kepala sekolah datang, Alca pergi. Gavin juga langsung melesat dari dalam kelas, dia langsung menghampiri Zena dan Putra yang ada di kantin.
"Udahlah, mending party aja entar malem," usul Zena.
"Betul tuh, ayo Gav!" sahut Putra.
Gavin hanya diam tidak menanggapi. Dia masih belum bisa yakin untuk pergi ke kelab, bersenang-senang disana. Dia memikirkan banyak hal.
Ada suara kekehan dari Zena. "Oh, ya, lupa lagi bucin. Mana bisa gue ajak ke kelab, entar ceweknya marah."
"Gue banyak masalah, Zen," kata Gavin.
"Lo kapan nggak ada masalah sih, Gav?" timpal Zena lagi.
Zena benar. Kapan Gavin tidak punya masalah? Cowok itu selalu dikelilingi banyak masalah, bahkan dia sendiri yang kadang menjadi alasan mengapa masalah itu muncul. Tapi Gavin sendiri tidak pernah tahu.
"Berubah sejauh ini. Gue bener-bener bingung sama lo dan Alca." Putra menghela nafasnya.
Mereka memang sudah sejauh itu. Awalnya, mereka hanya dua orang siswa biasa. Lalu nama mereka dikenal karena sering membawa nama sekolah di lomba apapun. Olimpiade matematika, debat, dan segala acara-acara olahraga seperti futsal dan atletik.
Tapi semuanya berubah, semenjak suatu kejadian yang selalu membuat mereka kucing-kucingan. Mereka selalu saling membenci, tapi mereka tidak pernah ingin saling melepas. Mereka berteman, tapi mereka juga musuh diam-diam.
Alcantara dan Gavin selalu berulah. Mereka menjadi incaran guru BK dan namanya sudah jelek dimana-mana. Mereka juga sudah sering bolos, malas belajar, membuat mama mereka dicoret dari siswa-siswi berprestasi SMA yang sering menjadi wakil lomba.
Apalagi, Alcantara dan Gavin sudah pernah ada catatan di kepolisian. Mereka berdua tertangkap waktu balap liar saat itu, walaupun itu menjadi balapan liar untuk yang terakhir kalinya. Karena itu membekas, malam itu menjadi malam kehancuran bagi keduanya.
Suasana sekarang, antara tiga orang itu berubah menjadi dingin. Gavin diam, sama dengan Zena dan Putra yang tak bersuara lagi. "Jangan berteman lagi sama gue, gue sama Alca udah seburuk itu." Gavin menyerah.
"Apa, dah?" kata Zena.
"Iya-maksud gue, lo berdua capek kan liat kayak gini? Misahin gue sama Alca kalo berantem, selalu ikut terluka juga kalo misahin kita. Lo-gak capek temenan sama orang bermasalah kayak gini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction-Nyatanya, pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Melainkan takdir Tuhan yang menyuruh kita sama-sama bertahan- Bukan hanya cerita tentang dua pasangan, yang berawal dari sebuah penasaran tentang rasa sakit pada diri mereka masing-masing. Nam...