Sedikit cerita, ini ff tadinya mau di buat cerita real life gitu. Pake peran mereka yang memang seorang aktor. Udah 2 kali nulis dengan alur berbeda bahkan udah 500 word lebih, tapi kok malah gak srek di aku. Jadi 2 alur tadi aku hapus dan terbitlah cerita ini. Padahal ada 1 cerita lagi yang aku buat, genrenya tentang sekolahan gitu. Udah lumayan banyak, tapi aku stuck idenya dan gak tahu mau diapain lagi tuh cerita. Makanya aku buat ff ini. 😂😂
Semoga kalian bisa menikmati ini ya..
HAPPY READING............
So Eun termenung dengan posisi tubuh menyandar pada ranjang dan kaki ditekuk. Setelah pulang dari acara pertemuan para dokter itu, ia tidak bisa tidur. Hingga kini jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Ia menyugar rambutnya dan menghela nafas. Sungguh sampai saat ini ia masih belum bisa mencerna kata-kata Kim Bum di acara tadi.
Flashback
Kim So Eun melihat sekeliling sambil tangannya memegang sebuah gelas berisi jus jeruk. Sungguh ia tidak bisa minum. Ia akan mabuk seketika jika meminum minuman beralkohol dan hal itu hanya Kim Bum yang tahu. Selama ini alasan dirinya yang tidak minum minuman beralkohol adalah tentang masalah kesehatan atau tentang tanggung jawabnya di meja operasi. Tapi sebenarnya, ia memang tidak bisa meneguk minuman itu jadilah disetiap pertemuan seperti ini dia akan memilih untuk meminum jus saja.
Ting
So Eun menoleh ketika gelasnya beradu dengan gelas lain. Ia menemukan Kim Bum yang kini sedang menatapnya. Pria itu sama sekali tidak berubah.
"Kenapa kau menghindariku, So Eun?" Kim Bum tanpa basa-basi langsung bertanya pada intinya. Ia tidak ingin bertele-tele dan hanya akan membuat celah jika membuang waktu. Baginya waktu adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali.
"Aku hanya ingin mengurangi penderitaanmu."
"Semuanya sudah berlalu, So Eun. Aku sudah melupakan semuanya."
"Iya, kau mungkin sudah melupakannya, tapi aku tidak. Kebencian itu bahkan masih ada di sini. Aku harus membenci diriku sendiri karena itu. Karena perbuatan cinta pertama semua anak perempuan, dia membuatku membenci diri sendiri. Dan aku... aku bahkan merasa malu bertemu denganmu."
"So Eun, aku minta maaf, karena selama ini tidak mempercayaimu. Maaf karena sudah membuatmu..."
"Tidak, aku yang salah. Kenapa sejak awal aku tidak bisa melihat bahwa kau hanya bermain-main? Kau mendekatiku karena mengincar ayahku. Hubungan persahabatan kita, ternyata memang sudah termasuk dalam rencanamu, termasuk ketika kau menjadikan aku barang taruhan dengan teman-temanmu. Tidak masalah jika saat itu kau tidak menggunakanku sebagai alat, yang bahkan ketika kau sudah mendapatkan semuanya, kebenarannya baru terungkap. Ada alasan kenapa ayahku melakukan hal itu dan aku yang bahkan tidak tahu apa yang sudah ayahku lakukan. Kau melampiaskan kebencianmu bukan hanya pada ayahku, tapi padaku juga. Aku sahabatmu kan? Aku sudah menjelaskan semuanya, tapi kau tidak mau mendengarku. Kau melakukan semuanya seakan-akan aku juga turut andil dalam masalah itu. Dan ya, aku memang menghindarimu. Aku pergi, sesuai apa yang kau minta."
"So Eun." So Eun memilih pergi untuk menghindari Kim Bum kembali. Kim Bum memegang gelasnya dengan erat. Rasa bersalahnya semakin besar. Kenapa dulu ia tidak mau mendengarkan perkataan
Hyunjoong. Kenapa semuanya menjadi seperti ini sekarang? Jika bukan karena egonya, hubungannya dengan So Eun pasti akan baik-baik saja."Maafkan aku, So Eun." Lirih Kim Bum menatap punggung gadis yang sudah ia cintai sejak beberapa tahun lalu.
Flashback End
Kim Bum menyesap kopi miliknya di taman rumah sakit tempat ia bekerja. Ini sudah gelas kedua yang ia teguk. Seseorang memegang lengannya yang terangkat untuk meneguk kopi. Ia melihat sahabatnya kini sedang berdiri menatapnya. Kim Bum menepis tangan itu dan melanjutkan minum kopi.
"Ini gelas kedua yang kau teguk tanpa sarapan, Kim Bum. Kau mau menyiksa dirimu, eoh?"
"Siksaan ini tidak setimpal dengan apa yang dia rasakan, hyung."
"Kau sudah bertemu dengannya?"
"Ya, dan bahkan aku memiliki kesempatan untuk bicara padanya. Hanya saja dia menghindariku, bahkan melihatku saja dia tidak mau." Kim Bum tersenyum miris mengulik kembali ingatan tentang pertemuannya dengan So Eun.
"Kau pantas mendapatkannya. Aku sudah mengatakan padamu untuk berhenti, tapi kau tidak mau mendengarku. Pembunuhan yang dilakukan oleh Kim Jungil itu tidak ada sangkut pautnya dengan So Eun. Kim Jungil memiliki alasan kuat atas kasus pembunuhan itu. Benar, tindakan membunuh seseorang memang harus dipenjara. Kau tidak salah tentang itu, tapi caramu mendekati So Eun yang salah. Gadis itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian Jung Hana. Jung Hana mati karena bunuh diri. Dia depresi karena ditinggal oleh kedua orang tuanya. So Eun? Tidak ada hubungannya dengan dia."
"Aku tahu, hyung. Aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasannya."
"Ya, dan salahmu karena kau menjadikannya barang taruhan. Sudah bagus dia bisa menjadi sahabatmu, malah kau menyatakan cinta padanya, tapi latar belakang di balik semua itu adalah karena kau ingin menang taruhan."
"Ya, penyelasanku sungguh besar pada So Eun, tapi aku tidak bisa jauh darinya, Hyung."
"Lalu sekarang kau maunya apa?"
"Aku ingin memohon pengampunannya dan membuatnya kembali padaku. Aku menginginkannya menjadi milikku."
"Aku tidak tahu apakah yang kau harapkan itu bisa kau dapatkan, tapi semoga saja. Dan ya, aku rasa usahamu kali ini harus lebih keras. Aku dengar Jung Yonghwa memiliki rasa suka pada So Eun."
"Cih, pria itu mau bersaing denganku. Mirror, please."
"Aku rasa kata-kata itu lebih cocok untukmu. Secara kau memiliki catatan merah dalam ingatan So Eun. Dan sainganmu, dia rekan kerja yang setiap hari bertemu dengan So Eun. Peluang untuk mendekati So Eun, rasanya lebih besar kepada Jung Yonghwa."
"Yak, Hyung! Sebenarnya kau sahabat siapa sih? Kenapa malah memprovokasiku dengan hal-hal seperti ini. Bukannya malah mendukungku, malah mengatakan hal-hal seperti ini."
"Makanya, jalau dinasehati itu di dengarkan."
"Kenapa kau seperti, eommaku, eoh?"
"Sudahlah, aku harus pergi. Oh ya, ingat untuk membuang kopimu. Jangan meminum kopi selagi perutmu kosong. Semoga kali ini kau mendapatkan maafnya."
Kim Bum menghela nafas. Ia harap perjalanannya untuk mendapatkan maaf dari So Eun berjalan mulus. Ia juga bisa mendapatkan kembali cintanya. Tapi bagaimana jika perasaan So Eun sudah menghilang sejak lama?
"Aish, tambah pusing saja."
****
So Eun meminum jus miliknya. Saat iji ia tengah duduk sendirian di kantin. Bukan menenangkan diri, hanya saja memang ada waktu santai sejenak. Jadi lah ia di kantin.
"Boleh aku duduk di sini?" So Eun mendongak dan mendapati Yonghwa yang kini sudah menarik kursi untuk duduk. "Kenapa?" Tanya Yonghwa.
"Tidak apa-apa. Hanya ingin santai sejenak."
"Bagaimana operasi tadi?"
"Yaah, seperti biasa." Yonghwa mengangguk mengerti.
"Oh ya So Eun, besok kita ada acara di Incheon. Direktur mengirim kita untuk hadir di acara Doctor Gathering."
"Hanya kita berdua?"
"Tidak, Dokter Choi, Dokter Jin, dan Dokter Moon juga ikut." So Eun mengangguk. Ia sudah mendengar tentang acara Doctor Gathering itu. Ia harus ikut, karena akan ada banyak ilmu yang akan ia dapat di sana.
Semoga saja dia tidak ikut, batin So Eun.
TBC...
Pendek banget ya..
Maaf..Ini aku bela-belain nulis buat di up, padahal aku juga kurang fit. Pusing dan mata sakit juga kalo kelmaan natap hp. Jadi hanya segini.
Aku harap part ini tidak mengecewakan kalian ya.