13

14 4 0
                                    

Hisyam berjalan gontai menuju kasur empuk miliknya. Diletakkannya tas warna hitam disamping laci, menempelkan bokongnya diatas kursi.

Ia menghembuskan nafas, dibuat dilema oleh seorang gadis.

Menikah, menikah, menikah. Itu terus berputar didalam benaknya.

Apakah memberitahu ayahnya adalah ide bagus? tapi ia sedikit takut.

Jika ia menikah, ia akan memberi makan apa untuk andrea? Ia saja belum bekerja. Namun pada hakikatnya allah akan selalu memberi rezeki kepada setiap makluk-Nya.

Tapi... bukankah ia masih sangat muda?

Hisyam memutuskan untuk berhenti berbohong saja. Karena untuk sekarang ia belum benar-benar siap disegala aspek.

Jika andrea adalah jodohnya, ia yakin gadis itu tidak akan kemana-mana.

"syam, tumben udah pulang."

Hisyam tersenyum, mendapati kang dimas yang baru saja masuk sambil menenteng plastik hitam.

"kiriman kang?"

Kang dimas mengangguk, kali ini sambil tersenyum. Er... Yah, kang dimas memang murah senyum namun.. Senyuman kali ini,, senyuman yang berbeda. Hisyam sadar itu.

"dari tunangan?"

Tidak lama kang dimas mengangguk.

Benar saja, hisyam sudah menduganya.

Hah... Apa ia tega melangkahi seniornya yang beberapa tahun kedepan akan melangsungkan pernikahan dengan sang tunangan?

"ketemu langsung kang?"

Kang dimas menghampiri hisyam sambil menyodorkan sebuah apel, hisyam menerima lalu berterimakasih.

"dititipin ke bibi zulfa, tadi pas beli lauk buat makan bi zulfa ngasih ini ke saya." jawab kang dimas kemudian.

"saya penasaran, kang."

"tentang apa?"

"siapa yang suka duluan diantara kang dimas sama tunangan kang dimas?"

Yang lebih tua terkekeh, pandangannya tidak lepas dari apel yang sedang ia potong-potong menjadi beberapa bagian. "saya,"

Setelah selesai memotong apel, kang dimas menaruh pisaunya ketempat semula, lalu menatap sang lawan bicara "Dia sempet nolak, karena usianya terlampau jauh dari saya. Usianya masih delapan belas tahun, seumuran kamu."

Hisyam tertegun, menegakkan punggung dan menatap kang dimas dengan serius, "terus?"

"dia nerima karena keluarganya yang mendesak, katanya saya santri, padahal saya akan berlapang dada jika perempuan yang saya suka itu menolak saya, tidak memaksa."

Diam beberapa saat, kemudian melanjutkan "tapi karena sudah terlanjur menerima, akhirnya kita jadi banyak komunikasi. Dan sekarang, dia yang bucin. Bucin banget. Malah, minta dipercepat tanggal nikahnya."

Mendengar itu, hisyam tersenyum lebar, apakah andrea juga akan demikian? atau menolaknya?

"terus kang dimas kapan nih nikahnya" hisyam meringis, memperlihatkan jajaran gigirnya yang sangat rapi.

Kang dimas tertawa "tinggal itung bulan"

"Alhamdulilah..."

"kenapa? mau nyusul ya?"

Ditanyai seperti itu hisyam spontan menggeleng "saya mah masih lama, kang"

Kang dimas mengangguk "ngaji aja dulu yang bener ya, denger-denger, abi mau mindahin kamu ke pandeglang tuh."

HISYAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang