"Aku mau putus."
Junghwan menggelengkan kepala, berusaha menyangkal kata-kata yang baru saja keluar dari mulut sang kekasih ... atau mungkin lebih tepat jika disebut mantan kekasih, karena kalau kata putus barusan ternyata betul-betul menjadi kenyataan, maka itulah statusnya sekarang.
"Aku udah nggak bisa lagi sama kamu." lanjut Jeongwoo sambil membuang muka, jelas-jelas merasa tidak nyaman ketika Junghwan mulai terisak. Dia tidak pernah memutuskan hubungan dengan bertele-tele seperti ini. Biasanya dia hanya perlu mengirim pesan singkat pada mantan-mantannya and done, at least for him, semua beres.
Tapi karena Junghwan bekerja di perusahaan yang sama dengannya, dia tidak ingin membuat keributan dan ingin menyelesaikan perpisahan ini dengan bersih.
Harus Jeongwoo akui, selama hampir satu tahun mereka pacaran, Junghwan cukup menyenangkan. Kepribadiannya yang ceria dan selalu tersenyum walaupun diberi tugas bejibun hingga lembur membuat Jeongwoo tertarik. Wajah manis, tubuhnya yang sekal dan proporsional, semakin membuatnya ingin menaklukan Junghwan. Dan ketika Jeongwoo akhirnya berhasil, Dia benar-benar seperti mendapat jackpot. Junghwan is a sucker for him, the sex was great, dan yang paling penting, Junghwan menuruti semua kemauannya.
Tapi itu dulu, hampir satu tahun yang lalu. Jeongwoo tipe orang yang cepat bosan. Dan Junghwan membosankan sekarang. Dia butuh sesuatu yang baru, contohnya seperti Asahi, asisten barunya.
Asahi berbeda dengan Junghwan, Junghwan lumayan tinggi walaupun tidak setinggi dirinya, sementara Asahi kecil, Junghwan murah senyum, Asahi jarang tersenyum, Junghwan barang lama, Asahi barang baru, which is exciting.
Sebut dia klise, tapi Junghwan terlalu baik untuknya. Jeongwoo tidak ingin seseorang yang merawatnya dengan baik, ramah, ceria, atau yang selalu membawakan bekal dengan note selamat makan berbentuk hati setiap hari. Dia ingin seseorang yang misterius dan harus ditaklukkan, menantang di atas ranjang maupun di luar ranjang. Seperti Asahi, barang baru yang Jeongwoo perlu uraikan misterinya.
Jeongwoo tidak mengerti kenapa Junghwan kelihatan sesedih ini hanya karena putus cinta. Toh Jeongwoo sudah memberikan aba-aba dulu sebelum betul-betul ke inti. Dia sudah menghiraukan pesan dan telepon Junghwan sebulan terakhir ini, tidak mengajaknya date night, atau bahkan menemuinya di waktu senggang. Jadi seharusnya Junghwan tahu kalau hal seperti ini akan menyusul.
Tapi Jeongwoo juga tidak sekejam itu, dia tetap merasa kasihan melihat Junghwan menangis sampai sesenggukan. Memohon pada Jeongwoo supaya hubungan mereka tidak kandas begitu saja dan berusaha menyelesaikan masalah mereka. Tapi Jeongwoo sudah bulat dengan keinginannya, tidak ada lagi ketertarikan untuk Junghwan di hati atau pikirannya. Plus... berdiri lama begini di depan orang menangis juga canggung.
"Udah ya, Junghwan. Jangan nangis lagi. Kita masih bisa berhubungan baik kok." ucap Jeongwoo akhirnya, jengah juga lama-lama mendengar tangisan Junghwan, "biar bagaimanapun saya masih atasan kamu."
Setelah itu dia menepuk pundak Junghwan dua kali lalu pergi, meninggalkan Junghwan sendirian di rooftop bangunan kantor yang sepi. Kepalanya pening, dunianya seakan-akan hancur.
Apa yang bisa dia lakukan tanpa Jeongwoo?
Dia datang dari Iksan ke Seoul untuk bekerja di perusahaan ini, bertemu Jeongwoo dan beberapa minggu kemudian menjadi kekasihnya. Jeongwoolah yang mengenalkannya pada Seoul, menunjukkan arah dan semua tempat yang Junghwan perlukan. Hidupnya di Seoul begitu bergantung pada Jeongwoo.
Sekarang tanpa Jeongwoo, apa Junghwan bisa melanjutkan hidup seperti dulu?
"Watanabe Haruto!"
Lelaki berperawakan tinggi tegap dengan pahatan wajah sempurna menoleh pada sumber suara dan melihat atasanya sedang berjalan mendekat dengan senyuman bahagia di wajah. Bibir Haruto sedikit tertarik mengikuti senyum itu, dia tahu... bossnya pasti membawa berita bagus.
"You must be one crazy genius to pull that Japan project." Choi Hyunsuk, CEO perusahaannya tersenyum bangga sambil meletakkan telapak tangannya di bahu Haruto. "Saito Group setuju dengan pemasaran kita ke Jepang."
Haruto tersenyum sempurna sekarang, "I told you old man." ucap Haruto sambil tertawa, "seharusnya kasih projek Jepang ke tim saya dari dulu, dari pada buang-buang waktu dan biaya sama tim lain."
"Yeah, you were right." ucap Hyunsuk setuju, Haruto adalah salah satu aset terbaik yang dia miliki di perusahaannya, sepak terjangnya luar biasa walaupun terbilang masih sangat muda. Di perusahaannya hanya ada dua Ketua departemen semuda ini diantara pemimpin berusia matang, Haruto dan Park Jeongwoo. Keduanya saling bersaing, tapi akhir-akhir ini, Haruto seperti tidak bisa di hentikan, seluruh projek yang dia pegang selalu sukses, membuat Jeongwoo dan pemimpin departemen lain kocar-kacir mengejar.
"Nail this and make me proud. Saya akan meminta Yuna untuk mengatur meeting selanjutnya dengan Saito Group."
Haruto mengangguk, merasa semakin yakin bahwa projek kali ini akan membuat karirnya makin gemilang.
"Keep up the good work, Watanabe." Puji Hyunsuk lagi sebelum berjalan kembali ke ruangannya.
Shit, this was going to be a good year. Pikir Haruto.
-Hai, ketemu lagi di book baru rabuseptember :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Solace
RomanceJunghwan mengalihkan rasa sakit hatinya dengan mencari pelipur lara Solace is to give comfort in grief , sorrow, misfortune, or trouble; alleviation of distress or discomfort *Deskripsi mungkin tidak sesuai dengan cerita, but deal with it* Warning...