Haruto benci dengan apa yang dia rasakan sekarang.
Sesuatu yang seperti membuat pikirannya tidak tenang hingga tubuhnya pun terasa aneh, kedua tangannya kebas, dadanya berdenyut dengan tempo tak jelas, dadanya berat entah menahan apa.
Tapi Haruto tahu penyebabnya.
Junghwan.
Haruto adalah seseorang yang selalu tahu ke mana langkah berikutnya akan membawanya.
Dia selalu siap, selalu punya rencana.
Tapi Junghwan dan segala hal yang dia lakukan padanya membuatnya takut. Bukan seperti anak-anak yang takut monster atau hantu. Lebih karena takut dengan ketidakpastian. Sesuatu yang tidak dapat dia prediksi.
Biasanya, bekerja seperti orang gila akan membantunya untuk tidak melakukan atau bahkan sekedar memikirkan kembali hal bodoh yang telah dia lakukan.
Sialnya, akhir-akhir ini, otaknya tidak bisa ia paksa fokus pada seluruh pekerjaannya yang menumpuk, kecuali... Junghwan ada di sana, atau paling tidak, dia sudah puas menghabiskan waktu dengan Junghwan barulah dia bisa tenang bekerja.
Dan Junghwan yang menghindarinya beberapa hari ini setelah pembicaraan mereka di mobil malam itu membuat Haruto uring-uringan bukan main. Belum lagi kejadian Junghwan meninggalkannya di parkiran kemarin saat ia mengajaknya makan siang bersama sekaligus untuk membicarakan masalah mereka, menambah kekesalan Haruto.
Lalu sekarang karyawannya itu malah mengajukan izin tidak masuk kantor lewat Hyunsuk. Bukan Haruto, tapi Hyunsuk.
Dengan gelisah, Haruto mulai mondar-mandir di dalam ruangannya, kertas di tangan yang seharusnya ditanda tangani dari tadi malah berubah lecek karena tanpa sadar tangannya menggenggam membentuk rematan.
Ugh!
Haruto tidak tahu alasan apa yang diberikan pada Hyunsuk sehingga sosok pemimpin perusahaan itu menyetujui izin Junghwan. Yang jelas Haruto tidak bisa diam saja.
Dia harus mengembalikan kewarasannya. Dan untuk itu dia membutuhkan Junghwan.
Mengabaikan segala ketakutan yang menyelimuti pikirannya dengan kemungkinan Junghwan akan mengusirnya begitu saja, Haruto meraih kunci mobil, berjalan cepat ke parkiran dan langsung duduk di balik setir mobil kemudian melaju dengan kecepatan penuh.
Junghwan kelihatan terkejut dengan kunjungan tiba-tiba Haruto. Dia baru saja selesai mandi ketika mendengar bel rumah berbunyi dan buru-buru membuka pintu tanpa mengintip dulu. Junghwan begitu terkejut sampai berpikir bahwa dia sendang berhalusinasi sampai Haruto membuka mulutnya."Siang, Junghwan. Boleh saya masuk?" tanya Haruto. Sebuah senyuman tipis dan kaku menghiasi wajahnya.
Junghwan tidak berkedip mendengar pertanyaannya, sekilas kepala Junghwan menengok ke belakang lalu kembali ke depan, keningnya berkerut bingung menatap Haruto yang sepertinya semakin tidak sabar menunggu.
"Uhm, kamu akan mengundang saya masuk atau membiarkan saya berdiri terus di luar?" lanjut Haruto, mencoba membaca mood Junghwan yang kini sedang menatapnya dengan tidak pasti. Dalam hati Haruto memohon, dear god... tolong jangan usir saya.
Junghwan melangkah ke samping untuk mempersilahkannya masuk. Rasanya sudah lama sejak terakhir kali tubuh mereka saling bertautan, Haruto menahan diri agar tidak menarik Junghwan ke pelukannya dan menguburkan hidungnya di ceruk leher mulus itu. Untungnya Haruto cukup sadar bahwa Junghwan seperti sedang menjaga jarak. Padahal biasanya tidak begini.
![](https://img.wattpad.com/cover/331116366-288-k241380.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Solace
RomansaJunghwan mengalihkan rasa sakit hatinya dengan mencari pelipur lara Solace is to give comfort in grief , sorrow, misfortune, or trouble; alleviation of distress or discomfort *Deskripsi mungkin tidak sesuai dengan cerita, but deal with it* Warning...