Jangan ditanya betapa leganya Voni saat melihat cahaya terang itu melewati portal keamanan Gedung GALAXY. Dia hapal sumbernya dan segera menyambar tas yang sedari tadi ditaruh di meja.
Voni bangkit dari kursi. Beranjak dan menunggu sampai cahaya itu berhenti tepat di hadapannya.
"Kak Ugo!"
Motor berhenti tepat di depan Voni. Pengemudinya melepas helm dan rambut lurusnya seolah berhamburan ketika angin kebetulan berembus.
Ugo menaruh helm di tangki motor. Merapikan sejenak rambutnya dalam sekali sugaran lima jari, ia bertanya.
"Udah lama?"
Voni menggeleng. "Nggak kok. Aku baru juga beres."
Mengangguk sekilas, Ugo berniat untuk mengambil helm yang selalu nangkring di belakang motor. Namun, celetukan seorang satpam membuatnya mengurungkan niat sejenak.
"Akhirnya Miss Voni dijemput juga. Dari tadi saya nungguin Miss Voni nggak keluar-keluar. Saya pikir Miss mau nginep di kantor."
Namanya adalah Onal Samsudin. Pria berusia 48 tahun yang sudah bertahun-tahun kerja di sana. Bersama dengan Jajang, Amirudin, dan Darto Saputro, mereka adalah petugas keamanan GALAXY.
Diberi amanah untuk menjaga keamanan GALAXY, mereka dituntut untuk melek demi menghindari musibah yang sempat terjadi lima tahun lalu. Yaitu, pencurian yang mengakibatkan kerugian tak sedikit.
GALAXY meningkatkan keamanan dan Onal yang mendapat sif malam selalu keliling tiap sejam sekali. Alhasil nggak heran dia tau kalau Voni belum pulang dari tadi.
"Ah," ringis Voni tak berdaya. "Pak Onal. Mana mungkin saya nginep di kantor?"
Onal cengar-cengir. "Kalau gitu, pulangnya hati-hati," ujarnya seraya beralih pada Ugo. "Mari, Mas."
"Iya, Pak."
Selepas kepergian Onal, Ugo kembali melihat Voni. Cewek itu tampak salah tingkah dan Ugo nggak segan-segan buat nembak.
"Baru beres?"
Mata Voni terpejam dramatis. Dia cuma bisa merutuk dalam hati. Bahkan saat Ugo menyodorkan helm padanya, dia berusaha mati-matian buat nggak menatap mata Ugo.
Nggak Tora, nggak Pak Onal. Kok hobinya datang mendadak sih?
Bukannya apa, tapi Voni kan malu ketahuan bohong dua kali di hari yang sama. Sudahlah sama Ellys, eh sekarang sama Ugo.
"Dari jam berapa memangnya kamu beres ngajar?"
Suara Ugo menyela di antara kebisingan khas jalan raya. Voni yang sedari tadi duduk manis di jok belakang sedikit bergeser maju. Samar menekan tas ransel Ugo saat menjawab.
"Jam setengah sembilan, Kak. Sebenarnya nggak terlalu lama sih."
Ugo bergeming. Cuma bola matanya saja yang sekilas bergerak. Melihat pada Voni melalui pantulan spion.
"Memangnya Jordi ke mana?" tanya Ugo lagi. "Aneh. Masa dia biarin kamu nggak dijemput semalam ini?"
Voni menggigit bibir bawah. Wajar sekali kalau Ugo curiga. Jordi dan satpam kompleks itu nggak ada beda. Bahkan kalau Jordi mendadak amnesia sehingga lupa menanyakan keberadaannya maka masih ada Giri dan Ciko yang mirip pimpinan satpam dan bawahan satpam kompleks.
Sebenarnya Voni kurang tau sih siapa pimpinan dan bawahan satpam kompleks, tapi intinya gitu deh. Dengan kata lain adalah mustahil Voni nggak dijemput.
"Kak Jordi lagi di tempat Kak Gyo. Katanya mesin sablon rusak. Kalau Papa dan Ciko sih lagi sibuk nyidang maling helm."
Ugo mengerutkan dahi. Namun, sesuatu melintas di benaknya. Tepat ketika lampu merah memaksanya untuk berhenti sejenak.
"Ngomong-ngomong," ujar Ugo dengan nada tak yakin. "Sejak kapan kamu ngajar malam? Memang disuruh sama Jordi?"
Lagi-lagi, Voni menggigit bibir bawah.
"Sebenarnya aku nggak ada kelas sih, Kak. Cuma ..."
Voni memutar otak. Berusaha menemukan alasan tanpa membawa nama Tora. Ironis, ia terpaksa berbohong lagi.
"... tadi ada kerjaan mendadak gitu. Nggak bisa ditinggal. Harus diselesaikan."
Ugo cuma angguk-angguk. Dia nggak nanya apa-apa lagi. Kebetulan juga karena saat itu lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.
Motor kembali melaju. Tanpa ada pembicaraan lebih lanjut, sisa perjalanan itu dihiasi keheningan. Cuma ada bising di kanan-kiri yang terdengar.
Sebenarnya Ugo kepikiran buat ngajak Voni mampir ke tenda-tenda yang kebetulan berdiri di sepanjang jalan. Jujur saja. Gara-gara pemotretan tadi, Ugo belum makan malam. Awalnya dia sudah berencana buat langsung pulang dan makan. Sayang saja, pesan Voni membuyarkan semuanya.
Apalagi karena secara logika, perjalanan Ugo sudah keburu tanggung. Sebentar lagi mereka sampai di kompleks perumahan Voni. Kayaknya sih Ugo harus nahan lapar lebih lama. Bukannya apa, tapi dia tau gimana hebohnya Jordi kalau adik ceweknya itu belum balik jam sepuluh malam.
Ugo nggak mau ambil resiko. Siapa yang bisa nebak? Kali saja Jordi langsung pasang info berita kehilangan di surat kabar.
Jadi nggak heran kalau sekarang fokus Ugo cuma tertuju pada satu hal. Yaitu, bisa sampai di rumah Voni secepat mungkin.
Jari-jari Ugo meremas setang. Tubuhnya bergerak harmonis saat menaikkan laju motor. Dia menyelinap di antara kendaraan lain dan sesuatu membuatnya tertegun.
Ada sentuhan samar yang Ugo rasakan. Itu membuatnya melirik spion dengan perasaan nggak enak. Dia memanggil.
"Ni?"
Ugo nunggu beberapa detik, tapi nggak ada sahutan. Perasaan nggak enak Ugo makin menjadi-jadi.
"Ni?" panggil Ugo lagi. "Voni?"
Masih sama. Nggak ada satu sahutan pun yang Ugo dapatkan dan dia refleks memejamkan mata. Samar, terdengar dia berdecak.
Tangan kiri Ugo meninggalkan setang. Berusaha tetap fokus dengan jalanan di depan, tangannya meraba di sepanjang sisi tas ransel.
Pergerakan tangan Ugo berhenti saat dia merasakan jemari Voni di sana. Ugo memperbaiki pegangan Voni di tas ranselnya sebelum kembali memegang setang.
Harusnya aku nggak berenti ngajak dia ngobrol. Baru saja lima menit diam, eh udah bablas.
Ugo membuang napas. Gerbang kompleks perumahan Voni sudah tampak di depan mata. Sebentar lagi mereka sampai. Untuk itu, dia cuma harus menjaga kestabilan motornya biar Voni nggak mendadak jatuh.
Satu klakson Ugo berikan pada satpam kompleks. Sebagai balasan, dia dapat lambaian sekilas.
Ugo menuju rumah yang kebetulan terletak di ujung kompleks. Dengar-dengar sih katanya mendiang ibu Voni suka berkebun makanya ambil rumah di sana. Soalnya ada tanah sisa yang lumayan buat ditanami cabe dan tomat organik.
Sampai di rumah bernomor sepuluh, Ugo menghentikan motor di depan pintu pagar. Dia memadamkan mesin dan sekarang kebingungan.
"Ni," panggil Ugo setelah melepas helm. "Sudah sampe, Ni."
Pelan-pelan, Ugo melirik ke belakang. Lewat bahunya, dia bisa melihat. Bukan cuma jemari Voni yang memegang tas ranselnya, melainkan kepala cewek itu pun sudah jatuh mendarat di sana.
Ugo cuma bisa membuang napas panjang. Inilah satu alasan kenapa dia nggak berpikir dua kali buat jemput Voni.
Bener-bener deh. Jordi bukan cuma bakal kebakaran jenggot. Bahkan bulu ketek, bulu hidung, dan bulu-bulu lain yang ada di badannya pasti ikut kebakaran juga kalau sampai Voni balik pakai ojol atau kendaraan umum. Soalnya adik ceweknya itu punya satu kebiasaan. Hening dikit, tidur.
Lihat? Bahkan di motor pun Voni bisa tidur.
*
bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hunky Dory 🔞 "FIN"
عاطفيةCerita ini turut serta dalam event tahunan Karos dengan tema Zodiak. Blurb: Ada satu ungkapan: Memang baik jadi orang penting, tapi lebih penting jadi orang baik. ~ Cuma gimana ya? Masalahnya tiap orang itu punya kamus berbeda dalam mengartikan kata...