(12) 3. Katanya: Kalau Nggak Ada, Baru Kerasa 1

427 98 27
                                    

Morin:
Oke, Ni.
Senin aku bawa tasnya.

Seenggaknya Voni bisa sedikit merasa lega. Morin balas pesan dia dan tas pemberian Ciko bakal balik Senin besok.

Voni sudah nggak sabar. Kalau dipikir-pikir, dia baru sebentar menggunakan tas tersebut karena dua minggu kemudian Morin langsung meminjamnya.

Agak berat untuk Voni meminjamkan tas tersebut. Bukan cuma karena itu hadiah ulang tahun, tapi dia tau Ciko sampai lemburan buat kumpulin duit. Sayangnya, dia nggak sampe hati pas Morin bilang gini.

"Please, Ni. Tas kamu kan banyak. Mana bagus-bagus lagi. Aku pinjem bentar. Ya?"

Kalau sudah gitu, bisa ketebak deh. Voni luluh dan nggak keberatan sama sekali buat mengeluarkan isi tasnya. Mereka tukaran tas dan sekarang Voni melihat milik Morin yang berada di lemari.

Voni nggak pernah pakai tas Morin. Dari hari pertama mereka tukaran, tas itu nangkring dengan aman sentosa di sana.

"Ah. Jangan sampai aku lupa bawa tas Morin Senin besok."

Sebelum tidur, Voni menyiapkan tas Morin dan memasukkannya ke dalam satu kantung. Nggak cuma itu. Untuk menghindari kelupaan, dia pun menaruhnya di atas menja rias.

Voni bisa tidur dengan tenang sekarang. Untuk sepatu dan anting, kayaknya dia urus besok deh. Apalagi kebetulan mereka adalah teman-teman masa kuliah dulu. Mereka bekerja di tempat berbeda dan jarang sekali bertemu.

Senin pagi, Voni menyambut hari dengan wajah berseri-seri. Jadi nggak heran kalau suasana dapur terasa berbeda.

"Widih!"

Ciko menghampiri Voni dengan riang gembira. Dia yang baru saja lari pagi dan berniat mengambil segelas air, memutar haluan. Alih-alih mengambil gelas, dia malah melongok ke wajan.

"Sepagi ini sudah ada aja pencemaran udara."

Voni mencebik geli. "Ini bukan pencemaran udara. Yang pencemaran udara itu keringat kamu."

Cengar-cengir, Ciko melihat badannya yang penuh keringat. Bahkan kaus basketnya pun sudah bisa diperas.

"Ah! Keringat aku bau ya?" tanya Ciko menggoda. "Sini sini sini. Biar baunya nular."

Pekikan Voni pecah saat Ciko memeluknya tanpa peringatan. Sutil lepas dari tangan Voni dan mendarat di wajan sehingga menimbulkan suara riuh.

"Ciko! Kakak belum mau mandi pagi!"

Ciko nggak peduli. Dia malah dengan sengaja mengusap tangannya yang penuh keringat di badan Voni. Sambil tergelak-gelak tentunya.

"Gosong!" pekik Voni. "Nanti gosong!"

Ciko tetap nggak peduli. Selesai dengan tangan, sekarang malah kepala. Dia menunduk dan mengusel-usel kepalanya di perut Voni.

Keringat di tiap helai rambut Ciko berpindah tempat. Kaus Voni langsung lembab dalam waktu singkat.

"Ciko!"

"Hahaha!"

Adalah seruan Jordi yang menginterupsi keseruan Voni dan Ciko. Kedua adiknya itu kompak melihat ke ambang pintu dapur.

"Hei hei hei! Pagi-pagi sudah buat heboh!"

Voni nggak menyia-nyiakan kesempatan. Dia langsung melepaskan diri dari Ciko seraya mendelik, pura-pura marah.

"Kan? Dimarahin Kak Jordi deh kamu."

Ciko santai saja. Dia masih cengar-cengir dan malah membela diri.

"Aku dibilangin bau."

Voni memadamkan kompor setelah memastikan semurnya selamat. Nggak gosong dan nggak kelewat matang.

Hunky Dory 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang