(45) 8. Dikit Demi Sedikit Lama-Lama Jadi Menggigit 3

385 108 36
                                    

Ada yang salah dengan sistem kerja tubuh Voni. Dia yakin banget. Organ tubuhnya kayak menunjukkan tanda-tanda eror berjamaah.

Ya ampun. Kok aku jadi gini sih?

Voni mengerjap. Dengan posisi menelentang, dia menatap gelisah pada langit-langit. Kedua tangan naik dan mendarat di atas dada, merasakan jelas detak tak biasa di sana.

Ingatan itu melintas di benak Voni. Tatapan Ugo pas di dapur. Terus suara rendah Ugo pas mereka makan bakso.

"Aaah!"

Voni memejamkan mata. Makan bakso itu udah lewat berapa hari coba. Eh, tapi kenapa debar itu masih ada?

Serius deh. Ini benar-benar ada yang nggak beres. Sesuatu yang buat Voni jadi gelisah nggak tau ujung panggal dan terlambat banget buat sadar.

"Sejak kapan ya aku jadi rajin chat-an gini sama Kak Ugo?"

Pertanyaan itu terlontar lirih dari lidah Voni sedetik setelah masuknya pesan Ugo. Tepatnya pesan Ugo yang kesekian untuk tengah malam itu.

Kak Ugooo:
Sebenarnya aku juga nggak ada cita-cita jadi fotografer sih.
Dulu itu cuma hobi aja.
Eh, nggak taunya sekarang malah jadi kerjaan.

Voni:
Nggak banyak sih yang bisa menjadikan hobi jadi kerja.
Rasanya jadi pasti lebih menyenangkan.

Kak Ugooo:
Sebenarnya yang namanya kerja tetap ada yang nggak menyenangkannya sih.
Cuma ya seenggaknya memang lebih baik.

Bukan cuma Voni dan Ugo jadi rutin berkirim pesan. Topik pembicaraan mereka pun jadi dinamis banget. Kadang bahas makanan, terus kerjaan, dan nggak menutup kemungkinan cuma guyonan.

Voni:
Oke, coba yang satu ini.
Anak, anak apa yang kecil?

Kak Ugooo:
Apa?

Voni:
Ya anak kecil, Kak.
🤣🤣🤣

Kak Ugooo:
Hahaha.
Astaga.
Kayaknya kamu memang dekat sama kaum bapak-bapak.

Voni:
Kalau Papa pulang dari rapat RT, nggak tau deh apa aja yang diceritain.
Cuma gimana ya?
Jokes bapak-bapak memang lucu.

Kak Ugooo:
Lucunya bukan karena lucu.

Voni:
Nah!
Itulah yang buat lucu, Kak.

Bahkan lama-lama mereka jadi kayak ada bahasa tersendiri. Lucu bukan karena lucu? Mungkin hanya Voni dan Ugo yang paham maksudnya.

Mereka seolah punya dunia sendiri. Punya kesenangan tersendiri. Kayak nggak peduli sama yang lainnya lagi.

Sampe-sampe nih ya. Giri yang biasa anggap biasa saja sikap Voni jadi merasa agak aneh juga.

"Papa perhatikan kamu akhir-akhir senang terus. Kenapa? Ada sesuatu?"

Giri nggak bisa lama-lama nahan rasa penasaran. Kalau dia lihat Ciko nyanyi-nyanyi sih udah biasa. Lah ini Voni preteli buntut toge aja pake acara bersenandung gitu. Sebagai orang tua, jelas dong dia merasa khawatir.

"Ehm? Senang?" tanya Voni bingung sambil membelah cabe merah menjadi bunga. "Senang kenapa, Pa?"

Giri duduk di kitchen island sementara Voni menata garnis di bihun tumis. "Kamu sedang ikut lomba tumpeng 17-an? Kenapa bihunnya dirias?"

"Memangnya bihun tumis cuma boleh dirias pas lomba 17, Pa? Kan nggak sih. Ini aku rias ..."

Voni menata beraneka bunga dari tomat, wortel, dan lobak. Terus dilanjutkan dengan sebuah kipas dari timun. Plus bunga cabe merahnya tadi.

Hunky Dory 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang