(17) 4. Pelan-Pelan Saja. Biar Kerasa dan Berbekas 1

518 97 21
                                    

Seharusnya dengan perut kenyang dan hujan rintik-rintik, Voni bisa cepat terlelap dalam tidur. Nyatanya? Nggak tuh.

Voni gelisah. Persis kayak ibu-ibu yang mikir besok mau masak apa.

"Apa aku harus samperin Ellys ke rumah ya?"

Ide bagus, tapi Voni masih rada ngeri. Kemungkinan dapat penolakan adalah hal manusiawi. Jadi kayaknya nggak aneh kalau mendadak suara Tora bergema lagi di benak.

"Kamu sudah minta maaf dan dia yang masih cuek. Kalau gitu bukan salah kamu lagi dong. Jadi biarin saja."

Sekilas itu memang terdengar masuk akal. Namun, suara Ugo memberikan indikasi lain.

"Seharusnya cuma kamu yang paling tau gimana caranya minta maaf sama Ellys. Kamu yang paling tau gimana sifat dia. Benar kan?"

Mata Voni terpejam dramatis. Dia tentu tau gimana sifat Ellys. Temannya itu bukan orang yang muluk-muluk, tapi gimana ya?

Voni nggak mau datang ke rumah Ellys dengan bertangan kosong. Jadi karena itulah ide buat nyewa vila muncul. Jujur saja, Voni merasa berdosa banget karena membatalkan acara happy-happy mereka dan berniat untuk menggantinya sebagai modal buat samperin Ellys di rumah.

Sayangnya keadaan sedang nggak mendukung. Kalau Voni beneran bersikeras dengan rencananya, dijamin deh. Dia nggak akan jadi-jadi samperin Ellys di rumah.

"Ah. Gimana ya?"

Voni sih jelas mengerti. Sebenarnya Ellys memang nggak peduli soal gituan. Dia cuma mau disamperin ke rumah sebagai bukti ketulusan.

Ellys nggak setega itu sama Voni. Kalau Voni datang, pasti dia langsung luluh. Cuma ya itu. Voni yang nggak pede buat datang tanpa bawa apa-apa.

Rasanya dilema. Voni kayak nggak bisa mikir. Dia butuh pendapat orang lain.

Voni berguling di atas tempat tidur. Tanpa bangkit, dia mengulurkan tangan dan meraih ponsel dari atas nakas.

Voni:
Tor, udah tidur?

Menunggu sejenak, Voni bersyukur karena Tora masih daring walau saat itu sudah jam setengah satu malam.

Sayang Toraaa:
Belum.
Ini masih kumpul sama anak-anak.
Kenapa?

Voni:
Nggak sih.
Aku cuma mau minta pendapat kamu.
Rencananya besok aku mau ke tempat Ellys.

Voni belum selesai ngetik. Dia bermaksud buat menjelaskan, tapi pesan Tora keburu masuk.

Sayang Toraaa:
Serius?
Astaga.
Ngapain kamu samperin dia?
Kayak penting banget?

Voni tertegun. Penjelasan panjang lebar yang sudah dia ketik jadi urung dikirim. Perasaan dilema yang berbalut antusiasme sontak memudar karena pertanyaan Tora.

Sayang Toraaa:
Kemaren kamu mau ajak dia ke Puncak.
Terus sekarang mau samperin dia.
Timbang mikir dia, mending kamu mikir aku.
Gimana kalau kita aja yang ke Puncak?
Ehm reservasinya sudah beneran kamu batalkan?
Kalau belum, kita bisa pake buat liburan.
Sama ajak teman-teman aku juga.

Kayaknya ini bukan bertukar pikiran seperti yang Voni harapkan. Dilemanya memang hilang, tapi justru tergantikan oleh mumet.

Voni memutuskan untuk nggak balas pesan Tora. Dia keluar dari kolom percakapan itu dan menggulir layar demi mencari satu kontak lain.

Voni:
Sudah tidur, Kak?

Kemungkinan besar sih belum. Soalnya Voni masih bisa dengar sayup-sayup suara tawa di ruang menonton.

Hunky Dory 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang