"Biar kusimpan, uang recehan. Biarlah aku yang tak jajan. Tak kan kumenghalangi keinginanmu."
Nggak cuma memplesetkan lirik lagu Kusalah Menilai yang dipopulerkan oleh Mayangsari, Ciko pun nggak lupa buat ber-huwo-huwooo. Plus diiringi oleh jreng-jreng petikan senar gitar sekuat tenaga.
"Biar kucari, duit sendiri. Biarlah asal kau bahagia. Mungkin ini semua kesalahanku menilai dirimu. Huwo huwooo!"
Jordi yang lagi diskusi dengan Ugo di teras sontak melayangkan pandangan ke bawah pohon beringin depan rumah. Sekarang rasa penasarannya terjawab sudah. Pantas saja pohon bernuansa angker itu nggak ada penghuninya. Mereka pasti udah pada merantau ke pohon lain gara-gara nyanyian Ciko.
Lihat saja. Pagi-pagi Ciko sudah nangkring di bawah pohon beringin sambil mengabsen beberapa lagu jadul yang masih sering diputar Giri. Nahas, selanjutnya adalah lagu Tenda Biru milik Desy Ratnasari yang jadi korban.
"Tak sengaja lewat depan rumahmu. Kumelihat ada CD biru. Dihiasi pita dan kupu-kupu. Hati bertanya, punya siapa itu?"
Herannya, Ciko bernyanyi dengan penuh penghayatan. Sedikit pun dia nggak ketawa sementara Ugo sudah tergelak.
"Percayalah," ujar Jordi sambil geleng-geleng kepala. "Aku juga heran kenapa bisa dapat adek bungsu kayak dia."
Ugo menyugar rambut sekilas. Kebiasaan yang belakangan ini sering membuat Jordi bertanya, Ugo nggak lagi mengejek gaya rambut barunya kan?
Bukannya apa, tapi seminggu lalu Jordi mampir ke salon demi mengganti gaya rambut. Adalah fade buzz cut pilihan yang dia ambil. Potongan yang memberikan kesan simple, rapi, dan elegan.
Sayangnya entah mengapa itu justru memberi kesan tambahan untuk meningkatkan citra mengerikan Jordi. Dengan potongan rambut mirip gaya anggota tentara, dia seolah menjelma jadi preman pasar.
Jadi nggak heran kenapa Voni makin ketar-ketir sama Jordi. Postur tubuh dan potongan rambut sang kakak benar-benar bisa buat dia gemetaran.
"Berapa sih umur Ciko sekarang? 19 bukan?"
Pertanyaan Ugo membuat pikiran Jordi soal rambut hilang seketika. Ia mengangguk samar dan Ugo tampak geli.
"Wajar. Lagi kumat-kumatnya."
Wajah Jordi masam mendengar omongan Ugo, tapi mau gimana lagi? Kayaknya itu memang diagnosa valid.
"Cuma kadang aku maklum sih," ujar Jordi seraya buang napas panjang. "Mungkin itu cara dia buat hibur diri. Mama pergi pas dia masih butuh main-main."
Masuk akal. Jadi nggak heran sih ketawa Ugo hilang sedetik kemudian.
"Kamu tau? Orang-orang ngomong hidup nggak ada ibu itu lebih susah timbang nggak ada ayah."
Kayaknya memang ada beberapa orang yang mengatakan itu. Amit-amit, syukurnya Ugo nggak mengalami hal tersebut. Orang tuanya masih komplit dan saat ini sedang tinggal bersama dengan adiknya di Samarinda.
"Untungnya masih ada Voni."
Memang nggak akan bisa mengganti posisi Kanti yang sesungguhnya, tapi Voni mampu menjadi sosok penuh kasih yang Ciko butuhkan. Makanya nggak heran kalau Ciko hobi tidur di kamar Voni pas masih kecil dulu. Lagi pula Voni memang penyayang dan keibuan.
"Dia telaten banget ngurus Ciko. Apalagi anak itu bangsa cowok manja juga."
Tiba-tiba bahas Voni, Jordi jadi teringat kejadian semalam. Entah mengapa, tapi obrolan dengan Ellys tadi masih menyisakan janggal di benaknya.
Ugo mengerutkan dahi. Sedikit perubahan di wajah Jordi membuatnya bertanya.
"Kenapa?"
Jordi bangkit berdiri seraya mengambil barbel lima kilogram dari lantai. Dia nggak langsung menjawab pertanyaan Ugo, melainkan mengangkat beban itu sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hunky Dory 🔞 "FIN"
Roman d'amourCerita ini turut serta dalam event tahunan Karos dengan tema Zodiak. Blurb: Ada satu ungkapan: Memang baik jadi orang penting, tapi lebih penting jadi orang baik. ~ Cuma gimana ya? Masalahnya tiap orang itu punya kamus berbeda dalam mengartikan kata...