(24) 4. Pelan-Pelan Saja. Biar Kerasa dan Berbekas 8

374 90 54
                                    

"Ni! Voni! Ini!"

"I-iya, Tan."

"Ni! Udah? Bawa ini ke dapur."

"Iya, Tan."

"Ni! Ini ini. Langsung bawa semua ke dapur."

"Iya, Tan."

"Sekalian langsung cuci. Biar piring kotor nggak numpuk."

Langkah kaki Voni terhenti seketika. Dengan tangan yang membawa setumpuk piring, dia noleh ke belakang. Di mana Aurel sedang menikmati kelengkeng dan Puri sibuk mengumpulkan gelas kotor.

"Loh? Kok malah bengong sih?!"

Voni tersentak. "I-ini—"

"Buruan," desak Puri. "Jadi cewek itu harus gesit kerja."

Voni nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Akhirnya dia lanjut ke dapur, tapi sayangnya ada bisik-bisik yang sempat dia dengar.

"Kayaknya karena dimanja di rumah, Ma. Jadi nggak tau kerjaan rumah."

"Mungkin sih. Nanti kalau nikah sama Tora, biar Mama yang ajarin."

Voni tertegun di kamar mandi yang penuh dengan piring kotor. Saking banyaknya yang kotor, wastafel nggak lagi bisa menampung.

Ada satu kursi kecil di sana. Warnanya biru. Tanda nyata kalau mencuci piring akan jadi aktivitas panjang yang melelahkan.

Voni buang napas panjang. Dia lihat rok yang dikenakan dan terpaksa menyingsingkannya biar bisa duduk di kursi kecil tersebut. Sekilas, dia melirik ke sekeliling dapur demi menemukan seseorang yang nggak terlihat sejak kedatangannya ke rumah itu.

Tora ke mana sih? Dari tadi nggak kelihatan.

Seenggaknya kalau ada Tora, mungkin Voni nggak akan kikuk begini. Apalagi selama acara tadi dia kayak orang asing beneran. Cuma sesekai terlibat pembicaraan dan itu pun dengan topik yang buat dia nggak nyaman.

"Aduh! Cuci piringnya yang cekatan, Ni. Kalau lambat gitu, kapan selesainya?"

Voni nggak merespon pertanyaan tersebut ketika yang menarik perhatiannya adalah seember gelas kotor. Puri menaruhnya di depan pintu kamar mandi seolah itu adalah antrean selanjutnya.

"Buruan ya? Buruan."

"I-iya, Tan."

Puri beranjak. Dia ke wastafel dan cuci tangan. Terus berseru.

"Rel! Mana kelengkeng tadi? Kamu habisin ya?"

"Nggak, Ma. Kenapa? Mama mau juga ya? Kelengkengnya enak banget kan?"

Usapan spon di piring melambat. Voni melihat ke luar dan mendapati ibu-anak itu menikmati sepiring kelengkeng di meja makan.

Ya memang manis sih. Voni kan tadi juga cicip pas beli.

"Aduh! Pinggang Mama rasa mau copot," kata Puri seraya mengambil sebutir kelengkeng lagi. "Padahal nggak masak, tapi kok capek ya?"

Tatapan Voni pun beralih ke sudut dapur. Ada sisa-sisa katering dan kotak kue yang cukup jadi tanda kalau keheranan Puri wajar. Sebenarnya bisa dibilang mereka nggak banyak melakukan apa-apa. Terlebih dari kedatangan Voni.

"Mama udah tua kali. Makanya jadi gampang capek."

"Ngomongin Mama sudah tua, dasar kamu."

Aurel cuma cengar-cengir aja lihat ibunya cemberut. "Buktinya kan? Mungkin bentar lagi Kak Tora nikah, terus Mama punya cucu."

Omongan Aurel buat Puri makin cemberut, tapi dia nggak bisa menampik. Aurel ngomong yang sebenarnya.

"Eh! Ngomong-ngomong soal cucu, itu kakak kamu ke mana? Dari tadi Mama nggak lihat dia."

Hunky Dory 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang