Pertolongan

342 18 0
                                    


Dara menyandarkan tubuh Hamisah ke kepala ranjang tempat tidurnya.

Setelah bersusah payah memapah tubuh Hamisah untuk keluar dari sekolah yang telah lengang, Dara membawa Hamisah ke rumahnya dan membersihkan tubuh Hamisah yang penuh dengan helai-helai rambut dan darah.

Potongan rambut yang acak-acakan segera dibetulkan oleh Dara sejajar bawah telinga Hamisah. Luka di kepalanya segera Dara bersihkan dan dipelaster supaya darah bisa dihentikan alirannya.

Bando tebal pun menutupi bagian rambut di atas dahi Hamisah.

Dara membantu Hamisah meneguk air hangat untuk membuat Hamisah lebih baik.

"Mis... Hamisah.... Apa..apa yang terjadi?"

Dara gugup mengeluarkan suaranya.

Setelah itu ia menyesali telah bertanya pada Hamisah dengan kondisi tak karuan seperti saat ini.

"Dara... Sa..sa..saya mau pulang"
Bisik Hamisah.

"Tapi... Tapi kondisi kamu... Nanti.. "

"Aku gak peduli Ra..., aku mau pulang sekarang.. "

Hamisah menegakkan tubuhnya setelah menyingkap selimut tebal yang menutupi bagian kakinya.

Dara menatap nanar ke arah Hamisah yang meraih tasnya dengan perlahan-lahan.

Hamisah melewati pintu rumah Dara dengan hati hancur. Keadaannya sekarang berbeda dengan tadi pagi,  hati berbunga akan bertemu Galuh.

Sudah lima menit Hamisah meninggalkan rumah Dara,  temannya.  Setelah memasuki kompleks rumahnya,  ia ditatap heran para tetangganya yang sedang duduk di balai bambu.

Hamisah yang biasanya berkaca mata tebal dan berambut sepunggung hari ini penampilannya berubah.

Rambut yang biasa sepunggung,  kini raib menyisakan rambut pendek yang memamerkan belakang telinganya yang putih.

Poninya yang pendek di atas alis tersamar dengan bandana tebal berwarna kuning.

Hamisah berjalan dengan pikiran yang kosong menatap pintu rumahnya yang mengkilap setelah diplitur sedemikian rupa.

Dengan sedikit berjingkat,  Hamisah berharap kedatangannya tidak disadari oleh ibu tirinya yang galak.

Dari ruang keluarga ia bisa mendengar suara orang yang sedang bercerita tentang dirinya yang sebentar lagi lulus SMA tapi masih saja jomblo.

"Dasar memang anak itu,  cupu sekali dek.  Biar berteman,  hanya Dara saja yang mau dekat dengan anak minus,  jerawatan, dan kuper kayak dia. Hahaha... "

"Anak tiri mba itu memang super aneh,  tadi pagi kuperiksa ada yang aneh dengan matanya.. Eh,  padahal pakai lensa kontak dia... Ahahhaha,  mulai genit dia"

Tawa Tina,  adik Tika, ibu tiri Hamisah.  Hamisah hanya menatap sinis ke arah sosok yang suka memanas-manasi ibu tirinya agar dia selalu terpojok dan yang disanjung hanyalah Tina, adik ipar ayahnya.

Tawa Tika dan Tina terhenti menyadari sosok Hamisah yang sedari tadi berdiri di tengah ruang keluarga.

"Hamisah!  Kau apakan rambutmu? "
Bentak Rika menghampiri Hamisah yang masih terdiam.

Tika pun menghempaskan bandonya ke lantai dan mendapati rambut Hamisah yang terpangkas tidak karuan.

"Siapa yang suruh kau potong rambut? "

Tika menjambak rambut Hamisah dan mencampakkan Hamisah ke ubin yang dingin.

"Ado... Aaa.. Aduh sakit bu.. "teriak Hamisah.

"Rasakan! Beraninya kamu potong rambutnya,  sedangkan yang membuat kamu cantik itu hanya rambutnya! "Mata Tika hampir melompat karena melotot.

"Dasar cupu! Kamu pikir kamu cantik dengan potongan rambut ini! Aduh!  Sekarang kamu ke kamar.. Kepala saya hampir pecah di sini! "
Tika menjambak rambutnya sendiri.

Tina mulai mendekati kakaknya dengan perlahan dan mengelus pundaknya.

"Udahlah mbak... Ngapain steres dengan anak itu.. Mending kakak istirahat dulu seblum abang Warto pulang. "

Tika pun terduduk lemas mendapati kkeadaanHamisah yang pastinya akan membuat suaminya bertanya-tanya.

Jangan lupa comentnya..

Pembalasan (Suanggi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang