Penghiburan

326 20 0
                                    

Hamisah masih betah di dalam kamarnya satu Minggu setelah kejadian buly yang menimpanya.

Bahkan tidak ada niat untuk ke sekolah meskipun ujian nasional sebentar lagi berlangsung.

Warto yang tidak mengerti keadaan anaknya sungguh tak tahan dengan keadaan ini. Ia mencoba menghibur putri semata wayangnya itu, tapi sayangnya, Hamisah bukan anak kecil lagi yang bisa dibujuk dengan ice crime atau coklat.

"Permisi Paman?"
Dara berdiri di depan ruang tidur Hamisah, tepat di samping Warto yang tengah mengintip keberadaan putrinya.

Warto sedikit kaget dengan kehadiran Dara yang tidak bersuara saat di depan pintu ruang tamu.

"Tadi saya sudah salam paman, tapi paman tidak memperhatikan. Jadi saya masuk saja."
Tebak Dara melalui ekspresi Warto yang menatapnya kaget.

Warto makin kaget seolah Dara bisa membaca pikirannya.

"Bagaimana keadaan Misah Paman?"
Dara mencoba mencairkan suasana.

"Eh.. ya, begitulah nak Dara... Apa kamu dari sekolah?"
Warto memindai pakaian Dara yang berwarna putih abu-abu.

"Iya Paman..."

"Hem... sebenarnya, apa yang telah terjadi dengannya Dara?...Misah, sampai shock dan sama sekali malas biarpun hanya untuk sekedar turun dari tempat tidurnya."
Warto masih menatap Hamisah dari celah pintu.

"Nggak tau juga Paman... tiba-tiba, Misah sudah seperti itu.
Dara juga kaget lihat Misah pertama kali seperti ada orang yang membulynya."

"Oh, ya? Entah siapa yang telah berbuat jahat kepadanya. Hanya dia yang mengenal orangnya, tapi dia tak mau bicara dan bahkan diam terus. Paman ingin sekali menghiburnya. Tapi entah bagaimana caranya. Paman sudah bersalah selalu mengabaikannya. Menurut kamu, apa kesukaan Misah, seperti sesuatu yang akan menghiburnya untuk segera melupakan masalah yang sedang dia hadapi?"
Tanya Warto dengan serius.

"Ummm.. Hamisah sangat suka pergi ke pasar." Jawab Dara dengan antusias.

"Pasar?" Warto bingung dengan hoby anak semata wayangnya itu.

"Iya Paman. Hamisah sangat suka jika diajak ke Pasar. Katanya Pasar adalah tempat yang bisa sangat menghiburnya. Jika di rumah tidak punya banyak baju, maka di pasar dia bisa melihat banyak model baju. Jika di rumah sepatu hanya itu-itu saja, maka di pasar Dia bisa menganggap banyak sepatu cadangan yang bisa ia miliki nanti jika akan membeli yang baru . Di pasar juga ada banyak alat makeup yang bisa ia pilih nanti untuk kulitnya. Selain itu, ia bisa terhibur dengan makanan yang disajikan oleh para penjual. Apalagi nanti dia bisa membelinya atau memilikinya. Jika kami ke pasar, Hamisah seakan ingin mengelilinginya selama berjam-jam. Ia akan mengamati setiap barang yang disukainya, dan berharap nanti bisa memilikinya." Dara tertunduk merasa sedih ketika mengingat ekspresi temannya itu selalu penuh rasa kecewa.

"Begitu, ya..."
Warto sangat menyesal tidak mengetahui kesukaan putri semata wayangnya.
Ia juga tidak memperhatikan kebutuhannya selama ini. Ia pikir Tika sebagai pengganti ibunya, bisa mengetahui keperluan anaknya itu dan bisa memberikannya.

"Terima kasih nak Dara, karena kalau bukan nak Dara, saya tidak akan pernah mengetahui keadaan putri saya. Dan terimakasih juga karena mau menjadi temannya." Ucap Warto sungguh-sungguh.

Dara hanya membalas dengan senyuman. Ia tahu, siang ini ia masih belum bisa berbincang dengan temannya itu. Ia segera pamit ke Warto karena belum juga mengganti seragamnya.

👽👽👽

Warto mengetuk pintu kamar Hamisah yang tertutup rapat. Setelah ditunggu-tunggu tapi tak ada sahutan,  Warto pun membuka pintu yang tak dikunci itu.

Warto mendapatkan Hamisah tengah duduk di depan cermin.

"Bapak bisa masuk Mis? "

Hamisah mengangguk pelan.

Warto segera masuk dan duduk di tepi ranjang putrinya.
Ia menatap dalam wajah putrinya yang menunduk.

"Maafkan Bapak Misah, selama ini,  Bapak kurang perhatian ke kamu."

"Nggak apa Pak,  Misah sudah terbiasa. " Sahut Misa lemah.

"Ini,  Bapak ada rejeki sedikit,  Bapak mau kasih hadiah,  tapi Bapak suka lupa ulang tahunmu. Gimana,  dengan rejeki ini,  kamu bebas untuk beli apapun di pasar." Warto menyerahkan beberapa lembar uang kepada Hamisah.

"Benar Pak? "
Mata Hamisah berbinar-binar.

Warto langsung percaya kalau hanya ke pasarlah yang bisa membuat Hamisah terhibur.

Hamisah terlonjak lalu memeluk ayahnya.  Dengan cepat ia mengganti pakainnya dan bersiap ke pasar.

Comentnya dong...eits no plagiat ya... Ssstt...

Pembalasan (Suanggi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang