Pelarian

190 13 0
                                    

Gemintang masih menyisakan taburannya di sebagian area langit, sisa malam yang sudah dikuasai Subuh.

Kepulan hangat dari cangkir kopi menambah kesegaran pagi yang merambat.

"Apa kita sergap saja?"
Afdi meminta izin untuk menyeruput kopi yang menggoda di depannya.

"Hari ini kita lakukan pemantauan lebih lanjut lagi. Bagaimana pun mahluk itu sangat sensitif. Apalagi kalau keluarganya belum tahu siapa dia."

"Aku sangat yakin. Dia orangnya. Sejak awal saya sering melihat kejanggalan. Dan kemarin saya dengar teman sekolahnya diserang Suanggi dan meninggal di tempat kejadian. Aku yakin, dia pelakunya."
Afdi seakan tidak sabar.

"Assalamualaikum Bapak..?"

Tiba-tiba Ijah sudah ada di dalam rumah setelah izin ke pasar setelah menyeduh kopi tadi pagi.

"Ada apa nak, kok kayak pucat begitu?"
Pak Kusni kaget dengan Ijah yang tiba-tiba muncul.

"Dia pak ..dia di terminal dengan tas besar. Kayaknya dia akan ke desa yang di rawa!"
Ijah terdengar sangat panik karena takut Hamisah tak bisa ditangani.

"Tenang Ijah, saya punya kenalan di sana. Saya akan tinggal di sana untuk menyeledikinya."

Pak Kusni lalu mengangguk menyetujui ide Afdi.
Tidak menunggu secangkir kopi habis, Afdi segera pulang dan mengepak beberapa lembar pakaian dan dimasukkan ke ranselnya.

Setelah izin ke ayahnya, Pak Alatas, Afdi segera menuju terminal menaiki angkutan menuju desa di wilayah rawa.

Sekilas, terlihat Hamisah yang sudah duduk berdesakan dengan beberapa orang penumpang wanita.

"Mau ke Barat juga?"
Tanya seorang gadis yang duduk berdampingan dengan Hamisah.
Ia penasaran, karena di antara beberapa penumpang, hanya dia yang merupakan wajah baru dijumpainya.

"Iya... Saya hendak buka cabang kosmetik di sana."
Sela Hamisah membuat alasan sealami mungkin agar tidak dicurigai.

"Oh, kosmetik apa saja tuh?" Tanya gadis itu penasaran ingin tahu.

"Ada beauty glow, glow skin, beauty perfect55 dan masih banyak lagi" Hamisah menelan ludahnya, karena mencium bau anyir.
Ya, Sela, gadis di depannya rupanya sedang menstruasi.

"Wah, produk itu sangat terkenal di kota, dan di desa. Pasti akan sangat laku, soalnya daerah kami panas, karena rawa berseberangan dengan laut."

"Mudah-mudahan ya bisa cocok berdagang di sana."

Sela mengangguk diikuti anggukan Afdi di jok depan mobil tanda paham, alibi yang akan digunakan Hamisah

😱😱😱

"APA?!!!"

Ibu Tika dan Tina ternganga mendengar keterangan dari Pak Kusni dan Rano keponakannya.

Siang itu mereka memang bertekad untuk ke rumah ibu Tika untuk memberitahukan semuanya.

"Mana mungkin pak, Misa sangat sayang pada bapaknya. Jangan ngaco pak!"
Tika masih tidak percaya dengan kenyataan di hadapannya kini.

Baru pagi tadi anak tirinya itu berpamitan akan menemui Dara sahabatnya untuk diajak join bisnis kosmetik, tapi kenyataan di hadapannya, terungkap dia dicurigai berguru ilmu Suanggi.

"Ibu coba ingat-ingat, apa ada yang aneh dengan Hamisah saat kematian bapaknya?"

Tika dan Tina terdiam.
Tampak mereka berdua melamun dan Tika mulai berbicara.

"Ada. tingkah Hamisah yang suka berdiam diri. Tapi aku pikir itu trauma karena pernah di-bully teman-temannya. Tapi, bagaimana dia bisa berguru ilmu Suanggi?"

"Dara. Cicit Mak Tena."

"Dara?"

"Iya, Dara lah yang menjerumuskan Hamisah."

"Jangan-jangan dia yang makan bayiku kak!?"
Tina setengah berteriak.

Tina dan Tika saling berpandangan.
"Apa dia juga menumbalkan Mas Warto, kayak yang dibilang Mbah Tili?"

Tika meremas kepalanya. Ia tertipu dengan wajah palsu Hamisah.

"Aku harus ke Mbah Tili untuk mencari cara memusnahkan ilmu Suanggi itu!"

Comentnya mana?

Pembalasan (Suanggi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang