Penerkaman

184 13 0
                                    

Suara kendaraan memekakkan telinga.
Hari yang sangat terang dan panas menyelimuti kota kecil tempat tinggal Hamisah.

Dia tengah duduk di samping penjual cilok dan es potong ketika dari jauh dilihatnya Galuh dan Marsuni yang nampak bertengkar.

Hamisah hanya tersenyum miris dengan pemandangan di hadapannya.

Perut Marsuni semakin besar. Ia sepertinya akan segera melahirkan. Dan membuat Hamisah tak bisa menahan air liur karena ngiler melihat Marsuni.
Ia bagaikan nangka yang siap disantap.
Dari jauh, baunya sangat manis.

Setelah mimisan beberapa hari lalu, kekuatannya berkurang. Bahkan walaupun ia sudah menari, ia masih saja merasa letih dan memerlukan mangsa.

Kali ini Hamisah harus bersabar menunggu kesempatan. Ia sebenarnya sudah lapar karena sudah beberapa Minggu lalu ia memakan bayi Tina.

Ya, kesempatan itu ia ambil untuk membalas Tina yang masih juga ingin tahu dengan rahasia kecantikannya.
Wanita itu sangat penasaran, sampai meninggalkan bayinya seorang diri.

Dengan langkah cepat Hamisah sudah sampai di dalam kamar Tina, tepatnya di sebelah ayunan bayinya.
Hamisah mulai meraba tubuh bayi mungil itu di balik kain ayunannya.

Dengan mantra yang sangat cepat, Hamisah bisa mudah menghisap jantung bayi yang masih merah itu. Tak lupa, lidahnya ia gigit dan dikunyah dengan suka cita.
Tak berlama-lama Hamisah keluar kamar dan menuju dapur.

Berselang semenit, Tina sudah masuk ke dalam kamarnya dan mengecek keadaan bayinya yang tidak bersuara lagi.

Hamisah tertawa senang mengingat aksinya malam itu yang merupakan kejutan untuk ibu dan tantenya.

Tukang cilok pun menatapnya aneh.

"mereka adalah teman saya dulu. Sebelum menikah, mereka sangat mesra. Sekarang suka berantem. Lucu sekali ya.. " Hamisah mengalihkan pandangannya ke arah Marsuni dan Galuh.

"Oh, iya dek... Dari tadi pasangan itu terus bertengkar ." sahut tukang cilok kalem.

Hamisah tersenyum dan mencari tempat duduk di balik pohon tempat Marsuni sedang sedih dan menangis.

Entah sudah berapa lama ia menyendiri di sana. Sekarang hari hampir gelap. Baik Marsuni maupun Hamisah, masih saja duduk.

Beberapa orang yang sedang bersantai di gazebo taman sudah pulang menyisakan kulit snack yang mereka bawa tadi.

Beberapa kali bunyi ponsel Marsuni terdengar tapi ia abaikan.

Hamisah merasa sangat dahaga, karena aroma tubuh Marsuni sekali-kali terbawa angin ke tempatnya bersembunyi.
Dengan perlahan ia duduk dan melunjurkan kedua kakinya ke tanah.
Dengan cekatan, kedua jempol kakinya telah menyentuh dan mencengkram lehernya.
Jam sembilan malam adalah saat yang tepat untuk beraksi.

Krek, krek, krek.

Marsuni memdengarkan suara seperti sesuatu yang patah. Tapi setelah itu ia abaikan karena pikir itu hanyalah suara ranting pohon yang ditimpa daun kering yang berjatuhan.

Wus!
Kepala Hamisah tertanggal dan terbang mendekati Marsuni.

Marsuni kaget melihat mahluk yang mengerikan telah berada di depannya.

"Hah, siapa kamu?! "

Hamisah berkomat kamit membaca mantra sambil terbang mengitari tubuh Marsuni.

Marsuni dengan seksama memperhatikan mahluk mengerikan di hadapannya kini.

"Ka., kkamu? "

Jangan lupa coment!

Kunjungi cerita baruku yuk di link berikut!

https://www.wattpad.com/story/339131665?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_writing&wp_page=create&wp_uname=Bekisar_89&wp_originator=IQPWORfZV6SqMpPUyDgsI8mMS5yBPTbkdDnBWe9BFvgcqmwIihlqhUJOx4NEgp74%2F0dGJuynV%2FUQnMm03E7DLdxDxBieEP0RxCOKsMlvIrvm8BifV5BnI6HgWOIan4r%2B

Pembalasan (Suanggi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang