Malam itu hujan deras di sertai gemuruh petir yang bersahut-sahutan. Jalanan yang di guyur air hujan itu nampak sepi. Hanya terlihat beberapa orang yang jalan kaki menggunakan payung atau satu dua mobil yang melaju dengan cukup kencang agar secepatnya sampai tujuan.
Sedangkan di Mansion mewah milik keluarga Alexander, beberapa mobil Yang berjalan beriringan memasuki gerbang Yang terbuka lembar. Satu persatu mobil mewah itu terparkir di halaman Mansion.
Dari luar pintu utama ada banyak orang berjejer memperhatikan rombongan Yang baru datang itu. Mereka memakai pakaian hitam dengan wajah Yang masih terlihat lusuh Dan sembab. Dua orang Yang berdiri paling depan saling berpegangan tangan. Mereka bahkan hampir menahan nafas saat seorang yang merupakan bodyguard di Mansion itu berlari kearah salah satu mobil sambil membawa sebuah payung. Begitu pintu mobil itu di buka, seseorang turun dengan menggunakan kemeja hitam dan juga kacamata hitamnya.
Orang itu berjalan memasuki kawasan pintu utama, dimana serentak para pelayan dan bodyguard membungkuk hormat kecuali dua tuan muda yang masih saling berpegangan tangan.
Begitu mereka bertiga berhadapan, Jayden, anak pertama keluarga Alexander itu membuka kacamatanya seraya tersenyum tipis. Kedua adiknya, Hans dan Nathan yang kini memandangnya dengan tatapan mata yang berkaca-kaca.
Jayden merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum manis.
"Gak ada pelukan?"
Sontak tubuh Jayden terhuyung saat kedua adiknya yang sudah dua tahun tak saling berjumpa itu memeluknya secara bersamaan. Rasanya sesak melingkupi dada ketiganya. Entah mereka harus berduka atau bersuka cita. Mengapa sang pangeran yang telah lama berpisah dari kedua saudaranya datang disaat raja Dan ratu mereka justru meninggalkan?
Nathan si bungsu terisak hebat di pelukan Jayden dan Hans, begitupun dengan Hans. Mereka meremat kuat kemeja di bagian punggung Jayden.
"Abang, Mama sama Papa pergi.. Hikss" Nathan mengadu pada si sulung sedangkan Jayden hanya mengelus-elus kepala kedua adik kembarnya sambil tersenyum getir.
"It's okay Na. Abang disini sekarang."
Hans semakin mengeratkan pelukannya, lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jayden. Umur ketiganya hanya beda beberapa menit tapi Jayden dan Nathan lebih tinggi darinya.
"Jangan jauh-jauh lagi Jay. Gue gak sanggup nanggung semuanya sendirian."
♧♧🌼♧♧
Salah satu lorong di Mansion Alexander yang semula hening mulai terdengar suara langkah kaki dari sepatu kulit yang hitam mengkilat. Lelaki bertubuh tinggi dan tegap dengan kulit yang putih pucat terlihat menawan dengan alisnya yang khas dan sorot matanya yang terlihat tajam di balik kacamata hitan yang menutupi mata sembabnya.
Lelaki itu menggunakan pakaian serba hitam. Langkahnya menuju ke sebuah ruangan yang bertuliskan "Alexander Jayden Rafega" di pintunya.
Setelah tubuh tegapnya berhenti di depan pintu kamar Jayden, Alexander Samuel Rafega, adik dari Alexander Dominic Rafega itu menghela nafasnya. Tanganya perlahan terangkat lalu mengetuk pintu bercat putih dengan ukiran itu dengan pelan.
Setelah tiga kali ketukan, bunyi 'click' dari kunci yang terbuka itu seakan menjadi ucapan sambutan dari si pemilik kamar.
Samuel membuka pintu dengan perlahan. Matanya menemukan sosok Jayden yang tengah berdiri sambil memandang langit malam yang begitu kelam di sertai guyuran hujan yang lebat dari jendelanya.
"Jay,"
Jayden berbalik, mata bulan sabitnya bersitatap dengan mata elang milik pamannya.
"Hmm"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Brother : Tiga Raga Satu Jiwa (Complete)
FanfictionPangeran di keluarga Alexander Rafega itu ada tiga. Namun yang selama ini di ketahui banyak orang hanya si anak tengah Alexander Hans Rafega Dan si bungsu Alexander Nathan Rafega. Dan saat si sulung Alexander Jayden Rafega kembali Dan mengambil ali...