Chapter 17

2.5K 288 36
                                    

Jayden masih terbaring di ranjangnya. Keadaanya sudah lebih baik meskipun masih ada infusan Yang menempel di punggung tangannya serta nasal canula Yang masih terpasang untuk membantunya bernafas.

Namun justru suasana hatinya sedang begitu buruk sejak ia bangun dari pingsannya pukul empat pagi tadi. Beruntung hari ini hari sabtu jadi Nathan dan Hans bisa menemani Jayden seharian. Ah, tambah Yohan juga karena semalam setelah ayahnya memperbolehkannya untuk tak kembali ke rumah sakit dengan alasan untuk menjaga Jayden, Yohan menginap di Mansion Alexander. Tenang saja, memang ada kamar khusus untuknya di Mansion itu.

Hans yang saat ini mendapat jatah untuk menjaga Jayden sementara Nathan sedang memasak sarapan dan Yohan masih tidur karena dokter muda itu baru bisa beristirahat jam setengah lima pagi setelah memastikan kondisi Jayden berangsur-angsur membaik.

Hans menghela nafas saat sedari tadi Jayden hanya diam sambil memandangi langit-langit kamarnya. Gerakan yang di lakukan Jayden hanya bernafas, menelan, dan berkedip.

"Jay, ada yang sakit?"

Tanya Hans akhirnya memecah keheningan. Namun Jay hanya meliriknya sekilas lalu menggeleng pelan setelah itu kembali memandangi langit-langit kamar.

"Jangan banyak pikiran. Gue dapet telpon dari bang Mark kalo perusahaan udah mulai stabil."

Ucapan Hans berhasil mengalihkan perhatian Jayden. Kepala anak itu sedikit bergeser agar bisa menatap saudara kembarnya yang sedari tadi menjaganya.

"Lagi-lagi gue lemah Hans." ucap Jayden dengan lirih.

"Gue gak becus jagain peninggalan Papa apalagi buat jagain kalian."

Tatapan mata Hans tak beralih sedikitpun dari manik kelam saudara kembarnya yang terlihat meredup. Tiba-tiba otaknya mengingat peringatan Yohan tadi malam.

"Ah, gue mau ngasih tau satu hal. Kalo nanti pas Jay bangun suasana hatinya gak Bagus, sebisa mungkin hibur dia dengan cara yang lembut. Setiap kali dia kambuh sampe gak bisa ngapa-ngapain, bukan cuman fisiknya yang lemah tapi mentalnya juga. Punya penyakit menahun apalagi komplikasi kaya dia bukan hal yang gampang jadi gue mohon kalian sebisa mungkin ngertiin dia"

"Lo lagi ngomongin apa Jay?"

"Lo lagi ngomongin siapa?"

Jayden terdiam. Tiba-tiba tatapan Hans menajam dengan alis yang berkerut.

"Lemah yang lo maksud tuh di bagian mananya?"

"Karena lo sekarang rebahan, gak bisa ngapa-ngapain dan butuh obat, infusan sama oksigen?"

"Atau karena perusahaan kemaren hampir ancur di bawah kepemimpinan lo?"

Tubuh Jayden tiba-tiba menegang. Tangannya mengepal mendengar pertanyaan Hans. Otaknya seakan mengiyakan namun hatinya sakit kala ia sadar bahwa ucapan Hans adalah kebenaran.

Dan Hans menyadari itu. Ujung matanya melirik kearah tangan Jayden yang terkepal erat.

"Kenapa tangan lo ngepal gitu? Lo kesindir?"

Lalu Hans berdecak sambil menyentuh kepalan tangan Jayden, membawa ke genggamannya lalu ia lepaskan kepalan itu perlahan-lahan.

"Kalo lemah yang lo maksud itu apa yang gue omongin barusan, gue bilang nih sama lo Jay. Denger baik-baik, itu cuman perasaan lo aja karena itu gak bener sama sekali."

Hello Brother : Tiga Raga Satu Jiwa (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang