Ruangan perawatan itu terasa sesak bagi Mark. Bagaimana ia melihat Jayden Yang hanya diam menatapnya datar. Hal Yang lebih membuat Mark gugup adalah dia Yang tidak bisa menebak emosi macam apa Yang ada pada mata Jayden sekarang.
"Maaf Jay, gue gak tau Lo lagi ngomongin apaan"
Namun Jayden sepertinya tak terpengaruh. Dia tak melakukan pergerakan sedikitpun dan entah kenapa itu malah membuat Mark semakin merasa di tekan secara mental oleh Jayden.
Beberapa saat terdengar hening hingga akhirnya Jayden bersuara.
"Gue gak bakal mukulin lo kalo lo jujur bang. Lo liat aja kondisi gue sekarang. Kalopun lo jujur dan nuntasin rencana lo buat bunuh gue perlahan juga gue gak akan bisa ngelawan."
"Gue tau semuanya dan semuanya masuk akal sekarang bang. Semua bukti-bukti yang gue punya ngarah ke lo sama paman Yoshua. Cabang kemarin baru pindah tangan ke keliam berdua dan langsung tumbang gitu aja dan kalian cuman terlihat ngebantu di depan gue aja, seakan-akan kalian emang pengen gue sendiri yang turun tangan. Dan semua masalah ini cuman berimbas ke bagian gue. Kalian belum seberani itu buat nyentuh ranah Paman gue."
Mark hanya diam. Antara terkejut sekaligus heran bagaimana Jayden bisa tahu sedetail itu. Baiklah, kalau memang harus terbongkar secepat ini yasudah.
"Hah, gue gak nyangka bakal ketauan secepet ini. Gue selalu heran gimana lo selalu bisa dapet info dari celah-celah yang gak gue duga, Jayden."
Jayden masih terlihat tenang meskipun kini Mark terlihat menunjukan sikap aslinya. Lihat, bagaimana smirk itu di lemparkan pada Jayden.
"Karena lo nganggep remeh gue bang. Fisik gue emang lemah tapi otak gue enggak."
Jawaban Bagus Jayden! Lihat bagaimana Mark kembali terdiam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Jayden.
"Terus gimana lo bisa nyimpulin gue anak Diego?" Nada ucapan Mark terdengar di tekan, berusaha mengintimidasi Jayden sekarang.
"Mudah buat gue dapet data-data dari target gue sekalipun data itu dia rahasian bang. Lo pikir gimana caranya gue bisa ngendaliin orang-orang yang nentang gue kalo gue gak punya kartu As mereka?"
Kini giliran Jayden yang menatap remeh. Meskipun dia duduk dan bersandar di ranjang rawat dengan infus dan wajah yang masih pucat, namun ketenangan dia dalam menghadapi lawan benar-benar membuat lawannya terdiam.
"Terus mau lo apa? Lo mau nangkep gue sekarang? Jangan lupa, lo bisa aja celaka di tangan gue sekarang Jayden"
"Kalo itu yang mau lo lakuin, go ahead bang. Udah gue bilang gue gak akan bisa ngelawan."
Mark kembali terdiam. Jawaban macam apa itu?
"Lo lagi mau jebak gue kan?"
"Kenapa gue harus repot-repot jebak lo kalo gue mau nangkep lo bang? Gue bisa langsung bikin lo hancur apalagi kalo sampe paman Samuel atau paman Jeffryan tau semuanya."
"Yang gue mau sekarang dari lo cuman jawaban dari pertanyaan gue sedari tadi. Lo juga anak dari bokap gue kan?"
Tangan Mark mengepal. Ah kenapa tiba-tiba dadanya sakit sekarang?
"Kalau iya lo mau apa? Lo mau ngetawain gue Jay?"
"Buat apa? Gak ada yang lucu. Buat apa gue ngetawain lo? Lo abang gue."
Mark terkejut. Namun tubuhnya terasa hilang kendali. Luka di hatinya yang seakan kembali terbuka membuatnya tanpa sadar mendekat kearah Jayden. Menatapnya tajam dan mencengkram erat baju rawat yang Jayden kenakan.
"Abang? Lo bilang gue abang lo? Cih.."
"Gue bisa bunuh lo sekarang Jayden."
Dan Jayden masih terlihat tenang. Dia melihat bagaimana amarah meletup-letup di mata Mark.
"Lakuin. Kalo itu yang bikin lo puas. Lo punya banyak kesempatan sekarang."
Cengkraman Mark melemah.
"Kenapa? Kenapa lo lakuin ini Jayden?"
"Lo abang gue."
Mark melepas cengkramannya dari Jayden lalu meraih gelas yang ada di nakas dan melemparnya dengan kuat sampai pecahan beling itu berserakan keman-mana.
"ARRGGHH! KALIAN SEMUA BRENGSEK!"
Teriaknya frustasi. Mengabaikan Jayden yang juga terkejut.
"Gue bukan abang lo Jayden! Gue penjahatnya! Gue yang bikin kondisi lo drop! Gue yang rencanain semuanya! Gue iblis Jayden!"
"Enggak. Lo manusia yang lagi hilang arah."
Akhirnya air mata itu jatuh juga. Mark tak bisa menahan tubuhnya lagi untuk tak meluruh di lantai. Bertumpu pada lututnya dengan kedua tangan yang mengepal erat. Ia tak peduli. Dadanya terlalu sesak.
"Lo harusnya marah sama gue kaya gue marah sama kalian semua Jay. Lo harusnya dendam dan ngebales itu ke gue." suara Mark terdengar serak dan lirih.
"Kalau gue harus marah dan bales dendam atas sakit gue, terus lo gimana? Sakit lo juga parah bang."
"Gue gak akan minta lo buat minta maaf atau maksa lo buat nyerahin diri. Gue cuman mau tau yang sebenernya. Lo punya hak buat marah dan lo punya hak buat nyimpen dendam ke gue. Meskipun gue gak tau salah gue dimana, tapi gue juga gak bisa nyalahin lo sepenuhnya karena gue gak tau rasanya jadi lo. Bertahun-tahun hidup dalam bayangan tanpa di akui itu sakit. Dan gue minta maaf karena sakit lo berasal dari Ayah gue. Gue minta maaf atas nama ayah."
Tangis Mark pecah. Sungguh, ini adalah sakit yang paling menyiksa seumur hidupnya. Rasa sakit yang melebihi dendam, sakit karena penyesalan.
TBC
♧♧🌼♧♧"Sakit yang paling menyakitkan adalah berharap pada manusia. Melupakan fakta bahwa manusia itu tak akan selamanya ada. Jangan menipu diri sendiri. Kenyataannya sudah ada di depan mata. Manusia itu datang dan pergi. Jangan menyesali kedatangannya dan jangan mengharapkan dia tinggal selamanya."
"Kita hanya menjadi pemeran utama di cerita kita sendiri. Mengharapkan seseorang selalu mengerti kita adalah awal dari derita yang sebenarnya."
-HyejinLee
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Brother : Tiga Raga Satu Jiwa (Complete)
FanficPangeran di keluarga Alexander Rafega itu ada tiga. Namun yang selama ini di ketahui banyak orang hanya si anak tengah Alexander Hans Rafega Dan si bungsu Alexander Nathan Rafega. Dan saat si sulung Alexander Jayden Rafega kembali Dan mengambil ali...