Hans mengatur nafasnya beberapa saat sebelum ia menghampiri Nathan yang sedang duduk dengan pandangan kosong di taman Rumah Sakit yang lumayan gelap ini sendirian. Sebelumnya, sambil memberikan waktu pada Nathan untuk sendirian Hans sudah terlebih dulu berbicara dengan Mark. Ia menjelaskan keadaan Nathan dan meminta maaf atas nama Nathan. Bagaimanapun Mark sekarang adalah keluarganya, kakaknya. Ia harus menghormati Mark. Ingatkan salah satu fakta tentang si kembar Alexander Rafega ini? Sekeras apapun mereka, Ketiganya adalah anak muda yang begitu paham tata krama.
"Na, gak keberatan gue duduk disini?" Ucap Hans pelan. Meskipun Nathan tak menjawab namun Hans tau Nathan tak akan mengusirnya. Terbukti saat Nathan menggeser tubuhnya seakan memberikan tempat untuk Hans meskipun ia tak mengatakan apapun.
Hans duduk di samping Nathan dan tanpa mengatakan apapun ia menarik si bungsu kepelukannya. Nathan sendiri tak menolak. ia justru memejamkan matanya saat usapan di rambutnya ia rasakan.
"Na, semuanya bakal baik-baik aja. Gue yakin kali inipun Jayden bakal berhasil ngelewatin ini lagi."
Mata Nathan terbuka. Di depan ruang operasi tadi, Nathan bahkan sudah tak bisa hanya untuk sekedar mengeluarkan air mata. Namun lihat sekarang, di pelukan kakaknya ia kembali meneteskan air mata yan semakin lama semakin deras.
"Kalian selalu ninggalin gue. Gimana bisa gue tenang? Dulu lo sama Jayden ninggalin gue sendirian. Terus Jayden pergi jauh dari kita."
"Gue takut kali ini dia pergi lagi. Pergi jauh ke tempat yang gak akan bisa gue gapai."
Sambil terus mengelus kepala Nathan, Hans juga menangis.
"Na, gue juga nggak akan bisa bayangin gimana hidup gue kedepannya kalau Jayden pergi dari kita. Tapi gue janji sama lo, apapun yang terjadi lo akan selalu punya gue. Maafin gue pernah ninggalin lo sendirian dulu. Maafin gue yang udah bikin lo kesepian. Maafin gue yang pernah ngerebut banyak hal dari lo termasuk kasih sayang."
"Mulai sekarang, jangan pernah nanggung semuanya sendirian yaa. Lo punya gue,dan gue yakin Jayden sekarang lagi berjuang buat kita. Dia sayang banget sama kita. Dia nggak akan nyerah buat kita."
Nathan merapat ke pelukan Hans dan menangis dengan tersedu-sedu di pundak sang kakak. Mark melihat itu di kejauhan, dan ia pun ikut meneteskan air mata.
Setelah menangis cukup lama, isakan Nathan mulai berhenti. Si bungsu itu sedang mengatur nafas guna menenangkan emosinya yang semula terasa bergejolak tak karuan.
"Hans, Kita ninggalin Jayden sama Paman Sam kelamaan."
Hans tersenyum mendengar ucapan Nathan yang tengah sibuk menghapus air matanya.
"Lo udah siap ke dalem? Kalo lo belum siap ketemu bang Mark gue bisa minta dia buat pulang dulu."
Nathan yang mendengar nama Mark di sebut kini menundukan kepalanya.
"Gue udah keterlaluan sama Bang Mark tadi." lirihnya.
"Gak papa na. Gue udah ngomong sama bang Mark tadi dan dia gak marah sama lo sama sekali."
Nathan menghela nafas. Meskipun begitu tetap saja rasa menyesal di hatinya belum hilang.
"Gue gak bener-bener benci sama bang Mark kok Hans. Gue lagi berusaha nerima dia."
"Gue tau. Jangan terburu-buru"
"Gue gak maksud nyakitin dia tadi Hans, gue marah, gue panik, gue kalut." Hans tersenyum getir. Ternyata ini sisi Nathan yang selama ini selalu anak itu sembunyikan mati-matian.
"Gue tau dan bang Mark juga tau Na."
"Gu-Gue.. Gue--"
"Na, lo itu adik paling baik buat gue, buat Jayden sama buat bang Mark. Lo gak akan mukul bang Mark tanpa alasan. gue juga bukannya nggak pernah ngerasain bogeman lo yang agak di luar ekspektasi itu kencengnya. Tapi selalu ada alasan kenapa lo sampe ke trigger dan lost control kaya tadi. Dan kita semua maklumin itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Brother : Tiga Raga Satu Jiwa (Complete)
FanfictionPangeran di keluarga Alexander Rafega itu ada tiga. Namun yang selama ini di ketahui banyak orang hanya si anak tengah Alexander Hans Rafega Dan si bungsu Alexander Nathan Rafega. Dan saat si sulung Alexander Jayden Rafega kembali Dan mengambil ali...