Chapter 8

3.3K 341 45
                                    

Matahari sudah mulai tenggelam di barat. Langit yang semula berwarna biru cerah mulai di lukis Indah oleh warna orange bahkan di beberapa sudut terlihat seperti berwarna pink dan ungu.

Gerbang Mansion keluarga Alexander terbuka setengah saat motor yang di kendarai Nathan masuk. Nathan dengan gagahnya mengendari motornya menuju garasi khusus dimana di sama ada beberapa koleksi motor miliknya, milik Hans dan milik Jayden.

"Tuan muda baru pulang?"

Nathan yang semula berjalan sedikit tergesa menuju tangga yang langsung tembus ke arah kamarnya terhenti begitu seorang pria paru baya yang sudah mengabdi kepada mendiang kedua orang tuanya sebagai pengurus halaman dan taman di Mansion selama belasan tahun itu menyapanya.

"Eh iya pak. Gak ada kelas lagi"

"Tuan muda Hans masih ada kegiatan ya?"

"Iya pak. Dia masih ada latihan band sama anak-anak seni. Kayanya satu atau dua jam-an lagi baru pulang."

Tukang kebun itu tersenyum. Ketiga tuan muda yang sekarang menjadi majikannya memang selalu ramah pada semua orang yang bekerja di Mansion. Bukan hanya tampan, tapi mereka juga di didik dengan sopan santun yang mumpuni. Tak peduli siapapun dan apapun pangkat dan derajatnya, mereka selalu menghormati yang lebih tua dan mengayomi yang lebih muda.

Sudah menjadi ciri khas Jayden, Hans dan Nathan, tak peduli apapun yang sedang mereka kerjakan jika seseorang yang lebih tua mengajaknya berbicara, maka mereka akan menghadap sepenuhnya, mendengarkan dengan seksama dan menjawab dengan bahasa yang sopan. Padahal seisi Mansion tau bagaimana kasar dan toxic nya bahasa tuan muda mereka saat tiga tuan muda itu sedang bersama.

"Itu ada mobilnya paman Jeff. Dia di dalem pak?"

"Enggak Tuan. Tadi pagi tuan Jeffryan dateng terus pergi lagi sama tuan muda Jayden"

"Pake mobil bang Jayden?"

"Iya tuan"

Nathan balas tersenyum lalu menunduk sebentar untuk memberi salam.

"Nathan ke dalem dulu ya pak. Mau bersih-bersih."

"Iya silahkan tuan muda"

Nathan bergegas ke kamarnya. Menyimpan tasnya di tempat penggantungan tas yang ada di samping meja belajarnya. Tak lupa juga menyimpan topi dan aksesoris seperti cincin dan gelang Cartier-nya ke tempat semula.

Sekitar lima belas menit kemudian, ia keluar dari kamar dengan wajah yang terlihat lebih segar dengan rambut yang masih setengah basah. Nathan terliat santai dengan kaos putih dan celana training dari Adidas-nya.

Ia berjalan ke arah dapur, dimana ia melihat ada dua pelayang yang sepertinya hendak mulai memasak untuk makan malam.

"Bibi"

Kedua pelayang itu menoleh, melihat tuan muda mereka sedang berjalan kearah keduanya.

"Iya Tuan Muda, ada yang bisa bibi bantu?"

Nathan lagi-lagi menyunggingkan senyumnya.

"Enggak bi. Hari ini biar Nathan yang masak."

Mendengar ucapan tuan muda mereka, keduanya mengangguk lalu melepas apron yang semula sudah mereka pakai. Sudah menjadi aturan tak tertulis, jika Nathan sedang ingin memasak, maka biarkankan lah ia sendiri di dapur dan bereksperimen dengan skill memasaknya yang semakin mumpuni dari hari ke hari.

"Kalau begitu kami pamit mengerjakan yang lain tuan muda."

Nathan hanya mengangguk lalu tersenyum. Setelah kedua pelayan itu pergi, Nathan mulai mengeksekusi beberapa bahan makanan yang ada di kulkas. Makan malam kali ini akan special sepertinya.

Hello Brother : Tiga Raga Satu Jiwa (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang