03. My brothers

590 67 9
                                    

Sekolah dasar, 14 tahun yang lalu.

Seokjin mengenggam erat tangan ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin mengenggam erat tangan ibunya. Hari ini adalah hari pertama dirinya masuk ke sekolah dasar dan hampir semua siswa di kelasnya datang ke sekolah di temani orang tua mereka. Termasuk Seokjin. Dia sudah bangun lebih awal dari biasanya untuk bersiap-siap. Semalaman Seokjin juga tidak bisa tidur karena terlalu bersemangat.

Ibunya yang ada disisinya untuk menemani Seokjin mengantri memasuki kelas sesekali mengusap lembut pucuk kepala putra satu-satunya itu dengan sayang.

Seokjin mendongakan kepalanya dan membalas dengan senyum hangat. Dia merasa tegang tapi nyaman secara bersamaan karena ibunya selalu di sisinya.

Seokjin mendengar obrolan bisik-bisik dari belakangnya. Dua ibu-ibu gendut tengah menunjuk satu anak di depan Seokjin.

"Hai lihat anak kedua dari depan, bukannya dia terlalu kecil untuk masuk SD, kenapa tidak dimasukan ke taman kanak-kanak dulu saja?" kata salah satu dari mereka,

Mau tak mau Seokjin ikut mengerling anak yang di tuju. Dari posisi Seokjin saat ini, dia bisa melihat anak itu sedang di berdiri membelakangi mereka. Memang dari belakang anak yang memiliki rambut hitam tebal dengan potongan mangkuk terlihat memiliki postur tubuh yang lebih kecil dari anak yang lain. Dia juga sendirian, tak ada orang dewasa yang menemaninya.

"Keterlaluan kalau anak sekecil itu sudah masuk SD," terdengar balasan dari ibu gendut yang satunya.

"Sekolah juga harusnya membatasi umur untuk anak yang belum cukup umur, Misoo saja harus menunggu satu tahun untuk masuk ke sini, aku khawatir kalau usianya terlalu muda, dia tidak bisa mengikuti pelajaran,"

"Aku lebih khawatir kalau putraku di tindas anak-anak yang memiliki tubuh yang lebih besar,"

"Nah, benar kan?"

Setelah itu, Seokjin tidak bisa mendengar percakapan itu, karena antriannya maju. Ibunya juga sudah melepaskan genggaman tangannya karena Seokjin harus masuk sendirian ke dalam kelas. Sementara anak yang ibu-ibu tadi obrolkan sudah masuk ke dalam kelas terlebih dahulu.

"Jangan takut, nanti akan banyak teman yang mau berteman denganmu," kata ibunya memberi semangat karena Seokjin nampak menelan ludahnya saking tegangnya.

"Nee, eomma," jawab Seokjin lirih,

Akhirnya Seokjin masuk kelasnya dan dari apa yang ibu gurunya jelaskan tadi, Seokjin boleh memilih bangkunya sendiri.

Seokjin mengedarkan matanya ke seluruh kelas, memindai tempat duduk yang cocok dan nyaman untuknya. Sudah ada beberapa anak di dalam, tampak duduk tegang di bangkunya masing-masing, termasuk anak kecil yang memilih duduk di kursi paling belakang denga mata bulat menatap cemas keluar pintu masuk.

Akhirnya Seokjin memilih bangku paling depan kedua dari kanan. Itu tempat duduk yang menurutnya paling sesuai untuknya. Dia akan lebih mudah mendengar penjelasan dari guru dan dia bisa melihat ke papan tulis dengan lebih jelas ketimbang duduk di belakang atau tempat yang lain.

JINDERELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang