04. Family Issue

474 61 23
                                    

Kediaman Kim, 14 tahun yang lalu.

Beberapa minggu setelah Seokjin masuk sekolah dasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa minggu setelah Seokjin masuk sekolah dasar.

"Eomma, kenapa ada anak yang jahat sekali?" Seokjin bertanya kepada ibunya.

Mereka duduk untuk makan cemilan di sore hari, di taman milik keluarga mereka. Sang ibu sibuk menyirami tanaman mawar kesayangannya dan Seokjin sibuk membaca buku cerita di bangku taman dan beberapa macam cemilan terhidang di meja dan juga susu coklat kesukaan anak itu.

"Tidak ada anak yang jahat menurut eomma, adanya orang tua yang belum berhasil mendidik anak-anaknya dengan baik," jawab sang ibu,

"Tapi ada teman satu kelasku dan dia sangat jahat, pembuat onar," kata Seokjin menceritakan kisah yang dia alami di sekolahnya akhir-akhir ini.

"Benar begitu?" Sang ibu memastikan,

"Ada satu anak yang sering jadi korban bulliannya, dan aku merasa kasihan padanya," ujar Seokjin kemudian. Kembali mengingat si mata besar yang selalu di jahili oleh teman-temannya yang lebih besar darinya.

"Lalu?"

"Aku tidak tahu alasan mereka membenci anak itu,"

"Kamu diam saja sayang melihat mereka berbuat begitu?"

"Eomma, aku rasa anak yang di bulli juga salah, dia tidak melawan dan tidak mau bicara, dia juga aneh,"

Sang ibu tersenyum, lalu turut duduk di sisi Seokjin,

"Bukankah membiarkan sesuatu yang jahat terjadi dan tidak melakukan apapun juga termasuk kejam?"

"Aku kejam?"

"Ya,"

"Kenapa? Bukannya itu bukan urusanku? Maksudku, harusnya dia melawan dong bukan diam saja," protes Seokjin, mengingat si anak yang hanya diam dan pasrah ketika dirinya di jahati.

"Sayang, apa salahnya membantu orang lain? Mungkin dia takut atau dia merasa tidak ada yang membelanya. Kita tidak tahu alasan kenapa anak itu tidak bisa melawan,"

"Ah, aku mengerti, aku hanya merasa aku hanya perlu diam dan menontonnya saja," aku Seokjin, dia jadi merasa bersalah karena tidak membantu anak itu.

Sang ibu mengelengkan kepalanya.

"Lakukan apa yang seharunya kamu lakukan. Bukankah kamu ingin menjari seorang super hero ketika dewasa nanti?" tanya ibu Seokjin memastikan.

Seokjin mengangguk dengan ragu.

Tapi menjadi super hero ternyata tidak mudah. Dia harus berjuang dan melakukan apa yang menurutnya tidak menyenangkan. Berkorban untuk orang lain.

.

.

.

Rumah sakit,

Rumah sakit,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JINDERELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang