Sekolah dasar, 14 tahun yang lalu.
Anak kecil itu menatap teman-temannya dengan gugup. Hari ini semua anak harus membawa bekal buah untuk perayaan kecil yang mereka adakan setelah ujian selesai. Itu kesepakatan yang mereka buat sebelum ujian, namun sayangnya bocah itu melupakannya.
Ketua kelas mereka mendatanginya karena anak itu belum juga melakukan apa yang disuruh. Padahal sebentar lagi homeroom mereka akan segera masuk ke kelas.
"Mana buahmu mata besar?" tanya ketua kelas dengan tak sabar.
Si mata besar jadi panggilan anak itu akhir-akhir ini, di populerkan oleh si pembuat onar, Daeho.
Semua anak sudah mengumpulkannya di keranjang besar depan meja guru untuk diberikan pada wali kelasnya sebelum masuk kelas dan membagikan hasil ujian mereka.
Si mata besar tampak semakin resah, tapi tak ada satupun kata yang terlontar.
"Ini, punyaku sisa, anggap saja itu menganti buahnya," kata Seokjin memberikan beberapa buah jeruk mandarin yang di bawanya.
Seokjin sudah mengumpulkan buah strawberry sebelumnya, dan membawa buah jeruk untuk berjaga-jaga saja.
"Huh!" ketua kelas tampak kesal dengan si mata besar.
Seokjin tersenyum pada si anak yang tidak meresponnya sama sekali. Si mata besar hanya menatapnya saja tanpa mengucapkan kata sepatahpun.
.
.
.
Upaya membujuk nyonya Kim tidaklah mudah. Beliau sangat menentang akan keputusan Namjoon. Hal inipun menjadi masalah besar dan pertengkaran di meja makan suatu hari. Seokjin hampir saja putus asa dan Namjoon nampak lebih depresi dari yang dipikirkan semua orang.
Tidak mudah untuk menyerah atas usaha kerasnya selama ini. Meski dia sendiri sudah diwanti-wantipun untuk berhenti berharap lebih namun tetap saja membuat Namjoon merasa kecewa pada dirinya sendiri.
Di sisi lain, tuan Kim berdiri paling depan, dia justru ikut mendukung keputusan putra tertuanya karena dia yakin dengan kesungguhan Namjoon untuk bisa melanjutkan kuliahnya jauh demi mengembangkan dirinya sendiri dengan lebih baik.
"Semua orang tua bahkan menginginkan putra seperti Namjoon, dia hampir jenius dan otaknya cemerlang, kamu harusnya mendukungnya," puji ayah Kim, berbicara pada istrinya.
"Karena hanya itu yang bisa dia lakukan, bahkan Namjoon sendiri tak bisa mengurus dirinya sendiri," kata ibu Kim, dia akhirnya merasa tersudut karena suaminya justru sangat pro dengan keputusan Namjoon.
"Kalau soal mengurus diri, aku bisa melatihnya eomma," Seokjin mendaftarkan diri, membuat Namjoon terkejut dengan pernyataan Seokjin.
"Aku akan melatihnya bagaimana mengurus rumah, begitu kan hyung?" Seokjin mengerling untuk meminta dukungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINDERELLA
FanfictionJin yang harus menghadapi kehidupan baru setelah ibunya meninggal. Aku benci kisah sedih Akan kurubah takdirku sendiri... - Kim Seokjin -