8. Teman Pertama

118 9 0
                                    


Hari ini Nara dibekali payung oleh ibunya saat hendak berangkat sekolah. Akibat kehujanan, semalam Nara demam namun gadis itu tetap memaksa berangkat sekolah meski sang ibu menyuruhnya istirahat saja dirumah.

Nara akan berangkat menaiki kendaraan umum, ia sedang berjalan hendak ke halte, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya. Pengendara motor itu membuka helm full facenya.

"Tadi aku ke rumah kamu, ternyata ketemu disini. Berangkat bareng saja yuk!" Tutur Reza sembari mengulurkan helm pada Nara.

Nara menerima helm itu, "makasih."

Kuda besi milik Reza melaju membelah kerumunan mobil ditengah kemacetan dan padatnya jalanan pagi hari kota Jakarta.

Saat motor yang mereka kendarai berhenti di lampu merah Reza melirik Nara dari kaca spion. "Kamu kelas berapa?" tanyanya.

"Sepuluh MIPA tiga." Jawab Nara sambil membalas tatapan Reza lewat kaca spion.

"Pulang bareng saja, nanti aku ke kelas kamu."

Nara hendak menolak, tapi saat ia ingin berbicara kuda besi itu melaju terlebih dahulu meninggalkan lampu merah.

–⌛–

Ketika jam istirahat, seperti biasa Nara menghabiskan waktunya sendirian di dalam kelas. Gadis itu jadi teringat Tania, teman baiknya yang sekarang tidak lagi dekat dengannya.

Nara berusaha mengingat-ingat kapan pertama kali ia menjadi dekat dengan Tania. Seingatnya itu terjadi saat Tania sadar ia hanya dimanfaatkan teman-temannya yang sekarang.

Tania pintar, ia juga anak seorang guru. Siapa yang tidak ingin dekat dengannya.

Brak!

Pintu kelas dibanting entah oleh siapa, Nara menengok ke arah pintu. Saat sadar situasi sedang tidak baik, Nara pura-pura tertidur sambil merebahkan kepalanya di atas meja.

"Tania, maksud kita bukan begitu. Lo jangan salah paham dulu." Tutur Kesya dengan raut wajah panik.

"Jadi yang gue denger itu salah? Dari mulut kalian sendiri itu salah?" Jawab Tania tampak emosi.

"Gue nggak peduli lo pada mau ngomong apa, yang jelas gue nggak sudi temenan sama manusia sampah kayak kalian!"

Ucapan Tania membuat tiga orang dihadapannya bungkam, kemudian ketiganya pergi meninggalkan Tania di kelas.

Sayup-sayup Nara mendengar suara tangisan. Gadis itu langsung menghampiri Tania dan duduk disampingnya sambil mengulurkan tisu.

"Maaf gue nggak bermaksud ikut campur." Tutur Nara sambil nyengir kuda.

Tania justru menangis semakin keras. "Gue goblok, gue di bohongi sama mereka. Gue cuma dimanfaatin!" Tutur Tania disela-sela tangisnya.

Nara mengelus punggung Tania. "Lo nggak bodoh, mereka cuma pinter akting, nggak usah dipikirin. Lo sendiri yang bilang mereka manusia sampah, jadi buat apa dipikirin."

Mendengar penuturan Nara, gadis itu berhenti menangis, "jadi lo denger semuanya? Sejak kapan lo ada di kelas?"

Dirundung pertanyaan Nara justru panik, "eh gue nggak bermaksud nguping. Serius nggak sengaja denger, gue gak bakal bilang siapa-siapa kok tenang aja!"

Tania tertawa melihat ekspresi panik Nara yang malah terlihat lucu. "Gue cuma nanya, lo kok malah panik."

"Eh gitu ya, maaf."

Tania menggelengkan kepalanya, "lo gak perlu minta maaf, lo gak salah apa-apa."

Tania menerima tisu yang diberikan Nara, "ternyata lo aslinya gini, gue udah menduga semua rumor tentang lo itu nggak bener dan cuma dibuat-buat."

Nara tertegun, ia binggung harus menjawab apa.

"Lo terlalu cantik, makanya orang-orang nuduh lo tanpa dasar. Mereka yang menyebarkan rumor ini hanya orang-orang iri yang munafik."

Sekali lagi perkataan Tania membuat gadis bersurai hitam legam itu tertegun.

"Gue gak punya temen, lo juga kan? Gimana kalau sekarang kita berteman?" Ajak Tania tiba-tiba.

Nara mengangguk, "gue mau dan terimakasih atas kata-kata lo barusan."

"Sama-sama!"

Nara akhirnya ingat, kejadian inilah yang membuatnya dekat dengan Tania. Seperti takdir dan tanpa disengaja, semuanya mengalir begitu saja.

–⌛–

By Zaenuna

Repeating TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang