Bab 5

10 2 0
                                    

Matahari yang bersinar terang membangunkan Arun. Ia sendiri begitu membenci pagi hari. Hatinya terasa berat menjalani hari. Dengan berat hati, ia turun dari ranjang tidurnya. Menuju kamar mandi. Ia mulai menggosok gigi. Mencuci muka. Dan mandi.

Selepasnya itu Arun mengenakan seragam sesuai harinya. Tidak lupa ia menjepit rambut dengan jepitan pita kuning membuatnya semakin manis. Masih kesal, Arun turun dari lantai atas memasak sarapan untuknya. Dimakannya namun tidak habis. Sesegera memakai kaos kaki lalu sepatu dan berangkat.

Perbedaannya ada disini. Di tengah jalan, ia sibuk menyapa orang lalu lalang. Entah itu anak kecil, ibu-ibu, bahkan yang seumuran dengannya. Padahal tadi di rumah ia begitu jengkel.

" Eh.. Mba Arun mau berangkat sekolah ya? Cantik sekali, semangat menuntut ilmu nya," ucap seorang ibu yang baru saja pulang dari warung. Tangannya penuh akan barang belanjaan. " Iya Bu, terimakasih." Arun melanjutkan jalan kakinya. Namun raut muka berubah. Ada tatapan tidak suka.

Kenapa pakai acara berhenti segala, aku bisa terlambat tahu! batin Arun. Tapi ia masih santai berjalan setelah membatin begitu. Selama perjalanan Arun menggerutu tiada habisnya. Tiba di sekolah raut nya berubah kembali. Ia meletakkan senyuman pada wajahnya. Tebar pesona. Tentu para kaum adam terpana bukan main.

Saat akan masuk kelas, pakai penyambutan segala semacam pemberian surat cinta dari anak tetangga kelas sebelah. Dilly berdesakan masuk tanpa melirik sedikit. Seperti biasa duduk dekat jendela. Arun terlena akan surat-surat itu. Sampai ada satu anak menghampiri nya.

" Ini Arun kan?" tanya nya memastikan. Arun mengiyakan. Kemudian siswa itu mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen. Arun kira ia akan meminta tanda tangan miliknya. " Bisa minta nomor telepon Dilly itu?" Siswa itu menunjuk Dilly tengah berfokus mengutak-atik kamera. Arun yang sedang menuliskan tanda tangan nya berhenti mematung. Apa tidak salah dengar? Dilly? Si beku?

Arun meremas kertas putih itu. " Kalau mau minta sama anaknya dong! Aku bukan tukang pos atau kurir!" Arun menuruni anak tangga. Siswa itu terkejut melihat Arun yang ceria menjadi emosi. Dilly mendengar teriakkan berdiri dari kursi. Siswa itu menutup mulutnya. Kini Dilly berdiri tepat di di hadapannya!

" Anu.." kata nya terbata-bata. " Apa aku bisa meminta nomor mu?" Dilly kembali masuk kelas memungut kameranya. Ia kemudian menekan satu tombol dan foto anak itu tersimpan di dalamnya. " Foto ini kukirim segera," ucapnya. Siswa itu terdiam sejenak. Mengedipkan mata beberapa kali. Kaget.

Di lantai bawah, Arun geram. Kakinya nakal menendang tong sampah membuat lingkungan menjadi kotor. Azka melihat kejadian itu menghentikan aksi Arun. Namun Arun merobohkan tubuh Azka. Berjalan meninggalkan sisa perbuatan nya. Dilly yang satu-satunya orang disana membantu. Apa daya cctv mengintai.

Mereka pun bekerja sama membersihkan sampah yang berserakan. Selesai sudah. Azka mengucap terimakasih banyak. Dilly melirik tak lama mengangguk. " Sebagai balasan, aku ingin traktir kamu," tukas Azka. Dilly memfokuskan kamera lagi. Menekan tombol. Dan foto Azka ada padanya.

" Ini akan ku kirim," ucap Dilly sambil melangkah pergi. " Terimakasih! Tapi aku tetap ingin traktir kamu!" teriak Azka. Dilly menancap pelan rem pada kakinya. Menetralkan suaranya. " Terserah." Kata andalan. Azka menggeleng menuju kelasnya.

Masuk kelas. Dilly lihat Arun sudah berada di dalam. Yah, mungkin tadi menenangkan diri.

~~

" Sesuai ucapanku tadi Dil." Azka menyerahkan selembar uang berwarna biru. Keyla yang ada disana bingung. Mencoba membaur dengan cerita mereka. Dilly tanpa tahu menarik uang itu dan mulai membeli di kantin. Keyla mencolek siku Azka. " Sejak kapan kamu dekat sama Dilly? Dan kenapa kamu --" Azka menutup mulut Keyla dengan satu jari telunjuk nya.  " Nanti aku jelaskan."

Dilly kembali dengan tangan penuh makanan ringan. Heran. Uang yang Azka berikan maish ada sisa. Terlebih jajanan ringan itu ia bagikan pada Azka dan Keyla. Saat akan membuka mulut, tapi sudah ditutup oleh Dilly.

" Aku gak tahu apa yang kalian suka." Dilly menggigit stik nugget bertaburkan saos. Azka menghargai ikut memakan pemberian Dilly. Keyla yang dilanda lapar tak bimbang melahap makanan ringan itu. Dilly tersenyum tipis lagi.

Saat akan pulang ke kelas masing-masing, mereka berceloteh. Bisa tidak dapat dikatakan mengobrol. Hanya Keyla yang larut dalam ocehannya. Sementara mereka mengangguk iya-iya. Ada kalanya Dilly tersenyum lebar.

" Kamu terlihat lebih baik begitu," ucap Keyla mengarahkan cermin pada Dilly. Dilly merenguh napas kasar. Arun menyaksikan ragu-ragu. Tersenyum lebar? Dia bahkan bersama nya sekedar tersenyum kecil.

" Kamu gak boleh tersenyum selain bersama ku," lirih Arun.

The Thing She Has: A Camera [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang