Bab 15

7 2 2
                                    


Teriakkan datang dari kerumunan siswa yang tengah melihat anak-anak  voli memainkan pesona nya. Termasuk Aden, dia salah satu anggota voli  di sekolah nya. Sudah banyak kejuaraan yang ia raih bersama tim nya.

Di tengah lapangan, Aden pemanasan seperti biasa. Lalu diambilnya bola voli yang tergeletak di pinggir lapangan dan mulai bermain. Ia memantulkan, melempar, mem passing dan macam-macam.

Alhasil saking berisik nya lantai bawah, Azka mengajak teman-teman nya turun melihat ada keseruan apa dibawah. Dilly beranjak dengan ditarik oleh Arun bermodal kalung kamera.

Disana, Keyla girang bukan main. Laki-laki yang menempel pada Dilly tidak lain seorang anggota voli!

" Itu Aden mu!" tunjuk Keyla pada Aden yang sedang mengelap keringat yang bercucuran dari dahinya. Arun memahami situasi dan ikut menggoda Dilly.

Tanpa sadar, Dilly memfokuskan lensa kamera pada Aden.

Seolah-olah Dilly terpana dengan Aden. Aden dengan tubuh menjulang tinggi berselimutkan jersey voli biru tuanya.

Siapa yang tidak bisa melihat menawannya Aden?

Ditekannya berkali-kali tombol kamera sehingga ada banyak foto Aden yang tersimpan di dalamnya. Dirinya kini tenggelam pada laki-laki itu.

Jatuh cinta kah atau terpana sesaat? Entahlah. Dia tak memikirkan nya sekarang. Pikirannya dipenuhi oleh lelaki bernama Aden Dirandra itu.

Mata Dilly membulat saat Aden melambai pada nya. Dilly tersenyum sebentar memutuskan kontak mata. Lagi-lagi ia curi-curi pandang pada Aden yang serius bermain voli.

Ada beberapa momen, Dilly tertangkap basah menatap Aden. Dan Aden hanya bisa tertawa kecil melihatnya.

Permainan selesai. Satu per satu murid pergi masuk kelas. Azka lalu memberi Dilly sebotol air mineral, Dilly tak mengerti.

" Berikan ke padanya." Azka mendorong tubuh Dilly hingga tepat di hadapan Aden. Dilly menoleh ke belakang memasang tampang jengkel.

Sekarang apa yang harus dilakukannya? tanya nya. Ia hanya bisa berpasrah diri.

Aden mendatangi gadisnya dengan handuk kecil penuh keringat. Aden menepuk pundak Dilly. Dilly ceroboh atau terlalu bersemangat menoleh sampai-sampai kening nya menabrak bidang dada Aden.

Aden mengusap dahi Dilly dilanjut meniupnya.

" Gak apa-apa?" Satu kata yang keluar membuat jantung Dilly tak karuan.

Apa yang tengah ia rasakan? Dilly setenang mungkin memberi botol air itu pada Aden.

Aden menerima senang hati, ia membuka segel botol itu dan malah memberinya pada Dilly.

" Minum," ucap Aden dengan meletakkan tangan Dilly pada bagian pinggir botol minum itu. Dengan patuh, Dilly meneguk beberapa air. Setelahnya giliran Aden meminumnya.

Aden tersenyum manis melihat tingkah Dilly yang tak tahu apapun mengenai hal ini.

" Aku ganti pakaian dulu."

Aden mengacak rambut Dilly dan pergi menuju ruang ganti.

~~

Di kelas, Dilly tak banyak bicara. Dia disibukkan dengan foto Aden tadi. Lelaki berjersey biru tua dengan tinggi badan yang terlihat luar biasa kini ada dalam memori nya.

Kali pertama, Dilly menangkap gambar laki-laki. Dia.. terlihat sempurna.. mungkin?

" Hayo!" Dilly dikejutkan dengan nada suara Arun dari belakang kursinya. Arun menyengir kuda tak bersalah. Semenit kemudian Arun menganggukkan kepala.

" Pantas melamun, melihat dia kan?" Arun mencolek siku Dilly.

" Apa-apaan?!"

Dilly menoleh menajamkan tatapan nya. Ia tidak begitu suka diganggu disaat-saat fokus. Terlebih fokus pada seorang laki-laki. Ditatapnya lurus-lurus wajah Arun yang menaikkan kedua alisnya.

Lain kali dia harus lebih waspada agar tak ketahuan.

Tanpa kenal ampun, dia mengusir Arun. Dan kembali fokus pada Aden Dirandra. Bayang-bayang nya melayang entah kemana, ia rasa dirinya tengah mengambang melawan gaya gravitasi bumi. Itu hanya angan-angan saja.

Dua jam lagi pelajaran dimulai. Ia merasa jenuh jika seharian tidak melihat Aden. Sepertinya dia berencana akan menemui Aden pulang sekolah nanti.

~~

" Dilly!"

Aden berlari menuruni anak tangga mengejar punggung Dilly yang akan menghilang jika ia berhenti sejenak saja. Aden akhirnya menahan pergelangan tangan Dilly yang sontak saja Dilly ikut menghentikan langkahnya.

Aden merasa dirinya kehabisan napas setelah lama menangkap Dilly ke pelukannya. Dilly berjongkok menunggu Aden berisitirahat sebentar di atas keramik yang dingin.

Aden membangunkan dirinya dan persis wajah Dilly di depan hidung mancung nya. Aden memajukan kepalanya lalu menggerakkan kanan-kiri hidungnya menyentuh hidung Dilly.

" Lucu." Aden menghembuskan napas mengangkat Dilly berdiri. Dilly membeku dalam diam.

Lucu?  Kini muka Dilly merah padam menahan malu. Aden yang sudah melangkah sekitar 6 ubin berhenti menengok belakang. Ia berbalik badan menghampiri Dilly.

" Kenapa? Ada yang sakit?" Aden cemas bertanya. Dilly menggeleng cepat.

" Tapi wajahmu memerah. Kamu sakit? Ayo kita ke UKS!" titah Aden menyeret lengan Dilly.

Dilly menarik kecil seragam Aden berkata, " Aku gak sakit."

Aden membalikkan badan menatap lama gadis dibelakang nya. Dilihat-lihat terdapat perasaan khawatir melingkupi atmosfer mereka.

Aden meraih kamera lalu mengajak Dilly berfoto. Wajah merah padam Dilly begitu menggemaskan bagi Aden sendiri.

Aden menggigit bibir bawahnya merasa gemas dengan pipi tembam milik Dilly. Ia rasa pipinya seperti bakpao yang jika digigit akan keluar lelehan coklat di dalamnya.

Aden memberi telapak tangannya dan Dilly terima. Kemudian Aden mengajak Dilly berlari sepuas mungkin dengan Aden merekam seluruh kegiatan yang dilakukannya. Terekam jelas mata Dilly yang ikut tersenyum diiringi bibir mungilnya menampilkan senyum lega.

Mereka bergerak dengan kecepatan penuh hingga tangan Aden yang memegang kamera dibuat bergetar olehnya. Selepas berlari-lari, mereka merebahkan diri diatas rumput-rumput yang sudah dipotong pendek oleh tukang kebun.

Sesekali menghirup dan mengeluarkan napas lelah. Keringat turun membasahi tulang pelipis masing-masing. Tangan Aden mengelap tetesan keringat Dilly yang matanya kini tertutup.

Dipandangnya Dilly penuh makna. Ada rasa yang sudah tak dapat lagi dibendung.

Dilly memiringkan tubuhnya. Membuka mata dan disuguhi ketampanan Aden. Bola mata itu masih saja menatapnya teduh. Angin semilir bertiup menerbangkan helaian rambut Dilly yang terurai tanpa apapun.

Aden membetulkan beberapa helai anak rambut Dilly yang menutupi wajahnya. Kemudian kameranya sekali lagi menjepret Dilly tidur lelap. Dilly mendengar suara cekrekan foto itu terbangun menghentikan aksi Aden.

" Jangan lakukan itu!"

" Mengapa?"

Aden memeluk punggung Dilly lalu satu tanga berada ada di atas mereka memegang kamera. Dengan aba-aba dari Aden, mereka kompak tersenyum bersama saat tombol itu akan ditekan oleh Aden.

Mereka berfoto sebanyak-banyaknya dengan gaya masing-masing.

" Sepertinya aku jatuh cinta." 

Dilly terdiam.

Apa?

Aden.. menyukai seseorang?

Siapa dia? Pasti dia sangat beruntung.

Apakah yang sekarang ia lakukan adalah merebut jodoh orang?

" Dengan?"  Tak sadar Dilly bertanya hal semacam ini. Bukankah ini privasi?

" Tentu saja, denganmu."

Aden menyentuh dagu Dilly sehingga mata mereka bertemu.

The Thing She Has: A Camera [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang