Bab 11

8 1 0
                                    


Tekanan darah Dilly naik drastis. Ocehan Aden mendengung sampai ke otaknya. Dilly hanya bisa menghela napas berat.

Kini mereka duduk bersebelahan bahkan jarak tinggal sekitar 2 jengkal.

Aden yang sejenak berhenti menatap lama wajah Dilly, Dilly sadar ada sesuatu yang hilang. Yap. Suaranya. Ini jauh lebih baik.

" Tadi kamu--" Belum selesai pemilik suara Dilly membuka mulut.

" Apa?" tanya nya sedikit kesal melihat bola mata Aden.

Bola mata hazel itu terlihat menawan. Lalu hidung mancung seperti perosotan di taman kanak-kanak. Ditambah tampangnya tidak begitu buruk. Lumayan juga bagi tipe nya perempuan.

Aden tersenyum membetulkan anak rambut Dilly ke belakang telinga.

Namun Dilly memundurkan tubuhnya tanda tidak. Menatap judes Aden. Ini terlalu banyak bagi Dilly yang baru mengenal Aden selepas kejadian tadi. Aden terperanjat kaget. Menggeleng cepat menutup mata.

" Kamu terlihat menarik Dil," gumam Aden menahan senyumnya.

Dilly mendekatkan wajahnya ke sisi samping wajah Aden. Benar-benar. Ciptaan Tuhan memanglah sempurna. Apa Aden keturunan karakter fiksi atau bagaimana? Sudahlah.

Merasakan hembusan napas berada di dekatnya, Aden membuka mata. Pupil matanya membulat melihat rupa Dilly persis ada di depannya.

Tepukan datang dari arah barat. Bahkan raut orang itu diiringi rasa bangga. Dia berakting seakan menganggu waktu 'kasmaran' mereka.

" Wow! Sepertinya aku datang di waktu yang gak tepat ya!" goda Keyla. Dilly cuek-cuek saja menjauh.

Aden merasa bara panas ada di kedua pipinya.

Sesaat ia melupakan sesuatu. Aden berdehem menyiapkan suara seraknya. Sedikit gugup tapi dia harus bisa.

" Kenalkan namaku--" Jeda lagi. Dilly menoleh berucap

" Aden Dirandra kan?"

Aden terkejut mengangguk seperti hewan peliharaan.

" Kok tahu? Mata-mata ya?!"

Dilly menggaruk rambut tidak gatal.

" Itu di chapter bagian atas sudah dijelaskan, tambahan dari penulis," ujar nya. Keyla cengengesan mendengarnya. Bisa juga Dilly diajak bercanda. Meski Aden menggerutu kesal.

Dilly beranjak berdiri. Namun jari manisnya ditahan Aden.

Dilly malas menoleh bertanya " Apa lagi? Lepas," celetuk Dilly seraya melepas lem yang merekat di jari nya.

Sekali lagi lem itu masih menempel. Dilly lepas paksa perekat itu dan pergi secepatnya. Keyla memberi semangat.

"Coba lagi ya!" teriaknya menyusul Dilly.

" Jadi begini cara kerjamu ya Dilly."

Aden menutup mulutnya yang tersenyum dengan tangan kanannya.

~~

Gak disana di kelas Keyla bertenaga banyak jika urusan menggoda. Azka heran akhirnya diberitahu Keyla. Azka tertawa kecil. 

" Laki-laki tadi siapanya Dilly ya?" goda Keyla berpikir menaikkan kedua alisnya.

"Orang," jawab Dilly sekenanya.

" Kamu kenal dia?" tanya Azka antusias.

" Baru saja," sahut Dilly.

" Kamu gak sama Arun?" Keyla lihat tadi Arun mengikuti Dilly pergi. Maka bukankah pergi bersama maka balik bersama? Tapi ada baiknya pulang secara terpisah. Dilly menjelaskan ada sedikit perselisihan antara mereka. Dan diakhir memakai kekerasan.

Azka menelengkan kepala. Di detik yang kesekian kalinya muncul lampu menyala di atas kepala. Azka bertepuk lalu mengacungkan jari disambil matanya melotot.

Dilly beranggut kecut. Ternyata mereka berdua sudah tahu lebih awal. Yah. Dengan begini Arun diberi kejutan yang sangat spesial.

~~

Arun berlari menutupi wajahnya malu. Segera mengunci diri di kamar mandi. Membuat pecah cermin dengan sekali pukulan tangannya.

Lumuran darah segar mengalir satu per satu tetes menodai lantai dan terciprat wajah Arun.

Amarahnya mulai mereda dan berpikir jernih.

Kapan Dilly tahu itu? Darimana? Apa ada yang menguping lalu membocorkannya ke Dilly? Tapi bagaimana? Dilly tak mudah percaya jika tak ada bukti.

Orang yang ia curigai yakni Keyla dan Azka. Mereka berdua datang masuk secara mendadak. Kejutnya akrab bak air mengalir dari ketinggian.

Nuansa mulai tenang.

Arun berdiri menuju wastafel mencuci bersih tangan yang basah akan cairan merah berbau amis dari dalam tubuhnya.

Lalu menyeka sisa darah di wajahnya. Darah merah di lantai menjadi merah muda karena tetesan air masuk. Seperti darah itu, ia ingin ikut menyatu bersama Dilly.

Selama jam pelajaran, Arun berdiam diri didalam. Tidak ingin keluar sekalipun meski mendengar gedoran dari luar sana. Suara diluar hanya terdengar samar bagi Arun yang sekarang sedang frustasi.

Bel pulang berbunyi. Kini tak ada lagi orang yang mengetuk. Arun meraih gagang pintu pelan dan keluar dengan luka yang hampir mengering.

~~

" Kamu gak pulang? Atau mau menginap di sekolah?" Keyla mengunyah suapan terakhir roti isi yang tadi belum sempat ia santap.

Langit semakin gelap menandakan akan turun hujan yang lebat. Dilly masih santai bertengger menunggu tetesan pertama air hujan.

Keyla membuang sampah berjalan mengarah Dilly. Dilly yang melamun ditatap serius oleh Keyla.

" Eh lagi mikirin laki-laki tadi ya?"

Keyla tak kenal lelah soal menggoda. Ini yang sudah entah keberapa Keyla bertanya.

Ia termenung karena sedang menunggu awan menangis. Bukan memikirkannya!

Dilly melirik menghembus napas panjang. Keyla mengira tebakannya benar semakin banyak bicara.

" Oh pantas.. kemarin nyanyi lirik itu senang banget ya gak? Jadi tentang dia toh."

Keyla menggerakkan alisnya naik dua kali. Dilly menggosok telinga nya panas.

" Dih! Baru kenal dia juga! " gerutu Dilly.

Keyla tergelak berucap " Tapi kamu menghubungkan dua kejadian itu kan?" Membuat dua jari berimajinasi kan Dilly dan Aden.

Dilly membuang jauh dua jari Keyla.

" Sekarang dia ada di pikiran mu kan?"

" Gak."

" Yakin?"

Suara serak bass laki-laki datang dari tiga anak tangga dari bawah mendekati balkon.

Dibelakang terdapat gadis yang adalah teman mereka berdua, Azka.

Azka nampak pucat dengan kedatangan bersama laki-laki itu. Dilly terperanjat.

Aden mendekat. Dirinya datang semakin dekat sampai kini tubuh Dilly terhimpit antara Aden dengan dinding.

" Tamu mu datang," bisiknya.

Keyla memberi kode dan bersama Azka meninggalkan Dilly berduaan. Dilly sedikit merinding dengan bisikan Aden.

Gemuruh berulah lagi. Angin semilir meniup helai rambut Dilly yang terurai sempurna sore petang itu.

The Thing She Has: A Camera [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang