Arun dibawa masuk ke IGD. Dilly sampai lebih dulu menunggu di ruang tunggu. Perasaannya campur aduk.Sesekali Dilly berdiri berusaha mengintip lewat jendela buram ruangan putih itu. Aden menepuk pundak Dilly menenangkan nya.
" Dia pasti selamat."
Selang 2 jam, akhirnya ada orang yang keluar dari IGD. Dilly menanyakan bagaimana kondisi temannya itu.
Beruntung, Arun dibawa secepat mungkin sehingga hanya ada luka kecil di beberapa bagian tubuhnya. Dilly bernapas jauh lebih baik.
Sang dokter menunjukkan ruangan inap Arun. Kamar yang serba putih lalu almari minimalis warna coklat dan dua katup jendela yang ditutupi tirai hijau segar berdekorasi rangkaian bunga.
Brankar putih lalu tubuh seseorang yang Dilly kenal terbaring pucat. Meski pucat, wajah cantik nya masih dapat Dilly kenal. Muka yang senantiasa menampilkan senyum ceria entah itu benaran atau pura-pura.
Kini harus hilang sementara.
Dilly duduk dekat brankar mengelus tangan kanan yang tengah diberi selang infus itu. Sesekali ia mengingat kembali kalimat yang Arun katakan. Berteman untuk kesepakatan.
Kesal namun sudahlah. Untuk apa dia harus memungut balik amarah pada orang yang ditimpa musibah.
Ransel Arun bergetar. Dilly membuka resleting tas lalu benda pipih persegi panjang yang menjadi penyebabnya. Pada layarnya terdapat sebuah panggilan tanpa nama. Sambungan pertama Dilly abaikan. Tetapi getaran handphone itu tiada hentinya.
Dilly menggeser atas tombol telepon.
Belum berucap satu kata, sudah diawali suara isak tangis dari telepon. Kedengarannya tangis itu dari seorang wanita. Dilly bertanya siapa yang ada dalam telepon ini.
Tetapi wanita itu masih menangis seperti penantian yang dia tunggu tercapai pada masanya.
" Kenapa baru angkat sekarang?"
Kalimat nya menandakan Arun tak pernah menjawab dering telepon dari wanita ini. Setidak suka itukah Arun pada wanita yang meringkuk menangis?
" Maaf ini siapa?" tanya Dilly menjauhkan handphone dari telinga melihat nama kontak wanita itu. Tak ada. Hanya berisikan nomor tak dikenal.
" Ini ibu, maaf Arun. Ibu bersalah seharusnya ibu merawatmu dengan baik. Semestinya ibu salahkan ini pada ayah mu, bukan melampiaskan nya pada mu."
Dilly bergidik.
Jadi wanita ini.. Ibu dari Arun?
Sementara ibu itu berbincang mengenai kesalahannya, Dilly mengecek riwayat telepon. Benar saja, miss called terjadi sebanyak 50 kali kemudian penolakan berkisar 46 kali.
" Saya teman dari Arun, begini bu.."
Setelah menjelaskan rincian kejadian, ibu itu menangis tak percaya. Putri tunggal nya yang tak ada kabar selama ini, sekalinya telepon diberi informasi menyayat hati.
Dilly memberi alamat rumah sakit dan berharap ibu dari temannya menjenguk datang. Mungkin itu dapat membuat Arun lebih senang.
" Kejutan mu akan datang," bisik Dilly.
~~
Selesai matahari bertugas, sekarang giliran bulan harus berjaga di setiap malam. Meski terkadang bulan melalaikan tugas nya. Namun bintang akan mengambil alih atau keduanya bisa saja kabur.
Dilly tidur lelap di atas sofa berselimutkan jaket Aden. Aden sendiri terjaga semalaman.
Bagaimana bisa pergi tidur membiarkan dua gadis muda dengan pintu yang tak terkunci?
Aden menjahili Dilly. Ia foto Dilly yang tidur bagaikan kucing tersungkur dalam keranjang tidur. Dia pelan-pelan memepet dekat wajah Dilly.
Katup berbola mata amber tertutup pertanda belum saatnya terbuka. Bulu mata lentik menempel sempurna.
Lebih dekat. Lebih dekat lagi.
Pergerakannya berhenti mendengar dering handphone atas meja. Aden yang berharap akan terlaksana berakhir gagal hanya sekedar telepon masuk.
" Halo?" Aden ketus mengangkat.
Siapa yang menganggu nya tengah malam begini? Yah. Syukur. Dibanding Aden melewati batas.
" Kenapa laki-laki?! Dimana Dilly?! " teriak melengking seorang perempuan. Aden kaget menjauhkan sumber suara dari telinga kanannya.
Ia melihat nama Keyla dari nama kontak itu. Oh. Teman Dilly.
" Di rumah sakit, ini alamatnya ***" Tanpa banyak kalimat lagi, Aden memutus jaringan. Bagaimana Dilly mendapat teman sepertinya tanya Aden pada dirinya.
Aden mengelus puncak kepala Dilly menujukan bibirnya mencium kening Dilly.
Biarpun ragu, Aden meluncurkan aksinya. Dicium lama dahi Dilly dilanjut membetulkan posisi jaketnya.
" Tidur nyenyak, fotografer cantik."
~~
Pagi buta. Dilly tak bergerak sama sekali. Ada sesuatu yang berat menimpa kedua kakinya.
Diliriknya apa penyebabnya. Ia tak sangka. Aden tidur tersungkur duduk dengan tubuh yang ditopang kakinya mendarat di kedua kakinya.
Dilly rasa Aden terlihat menyedihkan jika begini. Ingin membangunkan muncul rasa tidak tega. Tidak ada yang bisa dilakukan Dilly tertidur kembali.
Belum ada setengah jam, telinga Dilly bereaksi terhadap ketukan pintu dari luar. Pintu itu berdecit terbuka. Lalu tawa yang ditahan terdengar jelas.
Bunyi potretan ikut menyusul. Ada yang tidak beres, mata Dilly membuka.
" Kelihatannya kita menganggu saat ini." Dua orang gadis berpakaian santai berdiri mengarah mereka.
Salah satunya memegang kamera miliknya -- Dilly --. Buram. Dilly menggosok mata.
Dua orang itu, temannya. Azka dan Keyla.
Keyla cekikikan melihat foto Dilly dan Aden yang nampak tidur bersama. Azka susul menyusul tertawa. Dilly geleng-geleng menepuk kepala Aden.
" Sedang bersama kah?"
" Berisik."
Dilly melipat rapi jaket Aden lalu diletakkan atas meja. Kantuk melanda pada diri Aden membuka gagang pintu kamar mandi. Azka beralih memeriksa kondisi Arun.
" Anak ini kenapa?" Azka menunjuk jari telunjuk pada Arun tergeletak lemas. Dilly bercakap-cakap menjelaskan peristiwa. Azka mengangguk oh saja.
Keyla menyentil kantung infus harap-harap Arun kejang dan terbangun.
Lalu gagang pintu kamar bergerak. Muncul seorang wanita paruh baya berkaos putih polos dan rok merah bata menutupi sampai mata kakinya.
Wanita itu berlari melepas tas selempang hitamnya memeluk Arun. Tas nya dititipkan ke Aden yang tidak tahu apa-apa.
Derai air mata membasahi serat kain Arun. Jari jemarinya menyentuh tiap inci muka putrinya. Dicium kening, pipi, mata anaknya. Terlihat wanita yang meringkih menangis merindukan Arun.
Berapa lama mereka berpisah sampai ibunya menangis lama?
Dilly menjadi teringat akan kedua orang tuanya. Apakah mereka bersedih bila dirinya ada di posisi Arun?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thing She Has: A Camera [Selesai]
Teen FictionLensa yang akan memfokuskan pada sesuatu kemudian ruang internal menampungnya. Tapi ini bukan hanya sekedar hal-hal biasa namun terdapat cerita di dalamnya. #nunobanoia #thethingnoia #nubarkelimanoia #ayoberanibarengaienoia