Happy Reading!
*-*-*-*
"Punten."
"Mangga."
Juned, si pemilik warung muncul dari balik etalase warungnya.
"A, beli mie goreng satu sama kopi item satu." Jaka diam sambil menungggu Juned mengambil kan barang yang ia pinta. "Yang kopi ngutang dulu tapi ya. Di suruh Aa." Tidak lupa untuk menyebutkan kakaknya atas perihal hutang-perhutangan tersebut.
Jaka hanya tidak mau namanya jadi jelek gara-gara hutang. Pantang bagi Jaka untuk berhutang. Selagi dirinya punya sisa uang jajan dari Emak, maka beli saja dan jika uang jajannya habis, Jaka akan menahan hasrat ingin jajannya hanya supaya ia jauh dari hutang.
Jaka si anak baik.
Juned sudah tidak aneh lagi dengan kebiasaan Hasan yang suka berhutang di warungnya. Mentang-mentang warung ini punya dia, Hasan jadi memanfaatkan hal tersebut. Mau di larang juga kasian. Apalagi Juned dan Hasan sudah bersahabat sejak masih zigot sepertinya. Tapi kalau dibiarin juga Juned malah rugi, kan itu modal usahanya biar bisa terus berkembang.
Sempat negur juga waktu Hasan pura-pura lupa punya hutang. Waktu di tagih minta bayar, manusia satu itu malah bilang, "Iya entar gue bayar. Lo tenang aja gue gak bakal lari dari hutang. Kita kan saudara."
"Saudara dari manannya, anying?!"
"Lo gak tahu? Nenek gue sama nenek lo kan nenek-nenek."
Capek banget Juned punya kawan seperti Hasan. Untung cuma punya satu yang modelnya seperti itu.
"Bilangin tuh sama Hasan, kalau mau ngopi tapi gak punya duit pergi aja ke hutan. Jadi luwak sekalian biar bisa nyemilin kopi langsung dari sumbernya." Mulut pedas Juned kembali berulah.
"Iya A Jun, nanti Jaka bilangin."
Juned mengangguk mantap. Setelah Jaka pergi, ia kembali melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda. Juned sangat teliti ketika sedang menimbang terigu yang baru saja ia masukkan kedalam plastik. Setiap terigu yang ia bungkus harus sama beratnya yaitu, 1 kg agar lebih mudah saat di jual. Tidak hanya terigu, Juned juga melakukan hal yang sama pada gula pasir dan minyak goreng curah.
Setiap hari, Juned selalu menjaga warung karena memang ini adalah warungnya. Karena mencari pekerjaan sangat susah, Juned putuskan saja untuk membuka usaha sendiri. Alhamdulillah, kedua orang tuanya mendukung. Sama seperti Mahes, Juned juga nekad untuk pinjam uang ke Bank sebagai modal awal. Alhamdulillah lagi, usahanya berjalan lancar dan hutang-hutangnya pun sudah lunas semua.
Awalnya, Juned tidak berniat membuat warung. Ia akan membuka usaha dagang cilok saja di sekitaran SD. Tapi, setelah ia men survei lokasi, di pikir-pikir sayang juga modal yang di beri Bank kalau cuma dipakai buat dagang cilok keliling. Apalagi di kampungnya ini warung sangat jarang. Ada juga di ujung sana, yang letaknya lumayan jauh. Setelah mempertimbangkan dan bermusyawarah dengan ibu dan bapaknya, akhirnya Juned mantap untuk membuat warung kelontongan saja. Bahkan sayur-sayuran pun ia sediakan untuk ibu-ibu yang selalu membeli sayuran di pagi hari. Syukur, warungnya ramai sejak pertama buka. Karena memang tidak ada lagi warung terdekat selain dirinya.
Juned memang pebisnis handal.
"Ini habis. Ini juga habis. Apa lagi ya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/331583657-288-k330781.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita kami, 7 bujang Desa || Nct Dream
Teen FictionHanya cerita sederhana dari sekumpulan bujang-bujang desa yang penuh dengan lika-liku kehidupan. Berusaha menyeimbangkan diri di tengah terpaan jaman yang semakin menggila, membuat mereka semakin mengeratkan genggaman tangan satu sama lain. *-*-*